tirto.id -
Makanya begitu mendengar Geekssmile bakal manggung saya pun menyerahkan diri untuk hadir ke sana, maksud hati ingin menuai rasa penasaran; seperti apa esensi gadang-gadang indorock yang mereka gaokkan. Sayangnya saya terlalu kobam, akibatnya gagal menangkap apa-apa tentang indorock malam itu, selain berahi heavy rock yang menggoda luapan syaraf berbotol-botol arak yang rakus ditenggak terus-terusan. Tapi musik keras yang bisa membuat kita minum hingga bengkok adalah sepantas-pantasnya musik keras.
Kegagalan tangkap malam itu kemudian membawa saya berkunjung ke sebuah studio rumah di kawasan Renon, Denpasar, tempat Geekssmile biasa memasak aransemen musiknya. Prima menyambut ramah begitu saya dipersilakan masuk ke dalam sebuah kamar berselaput cahaya ultraviolet. Bersarang di sana keempat punggawa Geekssmile dengan senjata masing-masing.
Inilah Mark III: duduk di belakang piranti dram, Made ‘Metronome’ Nurdianta – satu-satunya personel orisinal yang bertahan dari era 2001. Pantat menempel di atas sofa, duduk bassis anyar Nyoman ‘Omen’ Tri Utama Putra. Berdiri di hadapannya Nyoman Ray Febriady meraungkan gitar tajam Gibson SG, coba mempraktikkan instruksi scat dari mulut Prima.
Saya datang di momen yang sangat tepat. Dinding peredam bergetar, juga bejana kaca berisi kopi hitam yang terparkir di meja mikser ketika dimainkan racikan baru sebuah nomor lama yang direncanakan bakal rilis sebagai single berikutnya awal Juni ini. Saya segera menyadarinya: tarikan lengking Prima meningkahi bending gitar Ray yang tak ayal menerbangkan memori superstar dari tahun narkoboy 1977. Caplokan Duo Kribo! Rejan Keparat! Inilah indorock yang bajingan-bajingan Geekssmile itu maksudkan. Saya paham sekarang.
Kalau mau dihitung, formasi indorock ini baru berusia setahun. Omen adalah anggota terakhir yang masuk, direkrut sekitar pertengahan 2021 tak jauh setelah single “You” brojol. Itu rilisan pertama Geekssmile dalam 8 tahun terakhir.
Hmmm. Delapan tahun tanpa satu pun rilisan? Itu bukan hal yang baik bagi sebuah band, ya... Geekssmile mentok. Boncos kreasi. Kehilangan formula. Jenuh menjalani kuldesak, krisis identitas yang mengakibatkan kevakuman. Seperti diakui Made ‘Metronome’, sama sekali tidak ada kontak di antara para personel selama dua tahun.
Setiap personel pun tertiban masalah mental masing-masing. Bayak menghilang. Band runtuh. Riza keluar. Made Metronome mengalami kebangkrutan finansial, dan bagaimana rupanya bisa fokus untuk kembali memompa semangat Geekssmile yang tengah anjlok ketika saban hari ia harus melihat, mengurusi ayah yang melunta-lunta demensia. Itulah momen putus tanpa satu pun batang hidung pernah bertemu di antara para personel Geekssmile.
***
Lalu kerak jenis apa sebenarnya indorock yang diproklamirkan Geekssmile ini?
“Yang sedang coba kami tampilkan sekarang dalam segi pengertian indorock itu lebih menonjolkan sound modern rock. Apa yang kami mainkan memang tidak sepurba Tielman Brothers. Batasan yang kami terapkan adalah...selama lagunya masih berbahasa Indonesia dan menggunakan progresi Melayu, itulah yang kami bilang indorock. Musik-musik rock yang berasal dari tahun 70-an dan 80-an. Meski juga tidak menutup kemungkinan kalau band alternative rock 90-an juga termasuk, seperti Dewa 19 atau Pas Band," ujar Prima.
Menurut Prima, jika dianalogikan, indorock versi mereka adalah gesamtkunstwerk dalam musik berbahasa Indonesia. Maksudnya adalah kerja seni total, yang menggabungkan berbagai macam aspek seni lain ketika sedang mengerjakan sebuah karya. Godok hibrida. Kawin orgy yang mengarsiteki kelahiran genetika mutakhir yang (mungkin saja – kalau cukup jenius dan beruntung) belum pernah ada sebelumnya.
Saya tidak menganggap Geekssmile cukup jenius, they’re okay – punya riff heavy dan dianugerahi lirikus berkaliber penyair zine. Tapi mereka bernyali, itu yang paling penting. Saya selalu suka orang-orang yang suka bicara. Celoteh, sesumbar, kelakar, lancang, sopan, pintar, goblok, berilmu, dengkul kopong. Buat saya orang-orang macam begitu patut dilestarikan dan dipancing udang segar.
“Terminologi indorock sebenarnya sudah ada sejak dulu dan bisa dibuktikan secara akademis, hanya saja perlu keberanian untuk mengingatkan pada khalayak akan keutamaan tersebut. Karena itu kami memberanikan diri mengklaim mahkotanya dan menjadi role model secara musikal dan konsep bagaimana indorock berwajah, bersuara dan bersikap,” cetus Prima.
Di dalam #indorock (EP) disertakan juga tiga lagu lama yang telah diberi roh baru. Dan sosok krusial menyangkut hal itu – pencarian sound, teknik aplikasi, penerjemahan aransemen dan fasilitas rekaman – ada pada diri gitaris Nyoman Ray Febriady.
Melalui insting teknik Ray kemacetan formula indorock mampu terurai sedikit demi sedikit.
Perjalanan menuju era baru Geekssmile ini memang tak singkat. Made Muliani Bayak, gitaris ikonik dan punya riff berhulu dinamit, tak lagi bisa mengikuti visi masa depan Geekssmile dalam mengolah proyeksi indorock. permainan gitar lumrah, konvensional Bayak yang sangat Morello-esque, terpaku dan fatalnya bengkung. Meski ia seorang legenda hidup, permainan gitarnya membuat racikan indorock yang ingin dicapai Geekssmile jadi terus melenceng.
Di luar itu pula Bayak juga seorang pelukis yang cukup rajin melangsungkan eksebisi tunggal sehingga tak heran jika fokusnya sering ambyar dan berdampak pada minimnya pencurahan waktu mengulik sound mutakhir Geekssmile. Akhirnya setelah melalui konsensus band, Prima mengatakan Bayak tidak dipecat, tapi dengan besar hati memilih mengundurkan diri pada 2019.
Lagu “You” digodok di tengah kondisi kapal oleng seperti itu. Ray berhasil menangani keinginan Prima di lagu itu dengan mengocok ketukan dangdut dan melahirkan groove hard rock. Tadi rencananya malah ia ingin menggunakan efek gitar fuzz agar kedangdutannya terkeplok maksimal, tapi sadar pula jika keputusan itu akan mengaborsi karakter berat yang masih tetap menjadi esensi penting sound indorock.
“Indorock adalah musik rock nusantara. Mencampurkan (rock) dengan elemen tradisional. Aku banyak memasukkan improvisasi Hindu, mengambil cengkok Bali dan timur tengah,” kata Ray.
Ia membeberkan sedikit resep lagu “You”, liukan pada bagian verse dikondisikan sedemikian rupa dari melodi awal lagu Oasis, “The Hindu Times”. Diakui Ray, cara Prima menularkan konsep indorock dalam proses kreatif Geekssmile adalah dengan memberi ketiga kompatriotnya referensi sejumlah band dengan jurus serupa.
Di tengah percakapan, saya melontarkan pertanyaan.
“Kalau Geeksmile ‘gak pernah menemukan ide konsep indorock apa kalian masih punya darah untuk menjalankan band ini? Atau mending bubar?”
Keempat personel terdiam sejenak. Metronome tersenyum, sementara Prima menahan nafas tampak mencari kata-kata dari kepalanya dan Omen serta Ray seperti tak punya jawaban berani. Saya sungguh menikmati dejavu hening itu, duduk bersila dengan rekorder menyala dan selaput ungu cahaya membias seisi lantai dan dinding peredam studio.
***
Secara pribadi saya menolak mahkota indorock yang diklaim Geekssmile. Bukan apa-apa, cuma satu mini album berisi empat lagu tidak cukup memberikan kepantasan tahta. Tapi saya menghormati keberanian mereka menggelontorkan wacana/narasi tersebut, meskipun juga bau gimmick di balik legitimasinya begitu sengat mencatuk.
Prima mengatakan ide indorock yang ia cetuskan telah terlebih dulu melalui observasi kaji ilmiah, salah satunya mengambil dasar pendapat Rizaldi Siagian, seorang etnomusikolog spesialis musik adat Melayu, yang pernah mengatakan bahwa musik Melayu itu hibrida.
Rizaldi juga menegaskan bahwa hibridisasi pada dasarnya menjadi sifat yang inheren (melekat) di dalam proses penciptaan musik, yaitu pengadopsian dan pencampuran elemen-elemen musikal dari sumber-sumber yang memiliki gaya berbeda atau yang baru.
Di tengah-tengah dominasi industri musik global, beragam genre musik baru yang muncul dilatari proses ini. Namun perlu diingat bahwa hibridisasi bukan sekadar menggandeng, meminjam apalagi menjiplak kalimat-kalimat lagu atau elemen-elemen musikal yang aneh ke dalam sebuah komposisi musik. Hibridisasi adalah pengasimilisasian elemen-elemen musik yang formal, bukan asal comot dan asal sanding.
Usaha redefinisi indorock yang dikerjakan Geekssmile kita harus akui juga termasuk kelakuan abnormal. Belagak gila mereka, berani menggeser pengertian terminologi sebuah subgenre musik dan kemudian mengklaim kedudukannya.
Terlepas dari seberapa sahih presentasi dan kerennya lagu-lagu indorock anak-anak Geekssmile, satu hal yang saya suka dari Prima Yudhistira adalah kejujurannya. Ketika saya tanya apakah klaim indorock ini sebegitu vitalnya bagi Geekssmile, ia menjawabnya lugas.
“Ini masalah penemuan nama saja. Mengenai pembenarannya, ya harus musiknya sendiri yang bicara. Dari sisi marketing, tentu saja ini gimmick. Sama kayak The Hydrant bikin ‘rockabali’ atau Navicula menyebut ‘green grunge gentlemen’. ‘Indorock’ adalah gimmick yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu kami berani mengklaimnya.” []
Editor: Nuran Wibisono