tirto.id - Ketua DPP PDIP, Ganjar Pranowo, menyebut pergantian (reshuffle) Yasonna Laoly dari jabatan Menkumkam tidak mengedepankan kepentingan masyarakat. Ia menilai reshuffle itu sebagai langkah politik Presiden Joko Widodo
"Ini [reshuffle Yasonna] full politik, full politik," katanya di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).
Ganjar mengingatkan, Yasonna sudah menjadi Menkumham sejak periode pertama Jokowi atau sejak 2014. Yasonna dinilai tidak pernah memiliki performa buruk.
Dengan latar belakang tersebut, Ganjar lantas bertanya-tanya mengapa baru sekarang Yasonna di-reshuffle. Ia juga menyoroti reshuffle Arifin Tasrif dari jabatan Menteri ESDM.
"Hanya menjadi pertanyaan, kira-kira adalah kenapa reshuffle dilakukan? Kalau atas dasar performance, rasa-rasanya hampir 10 tahun kalau pak Laoly sih oke ya. Dari ESDM juga saya kira oke, kecuali ada masalah," tuturnya.
Meski demikian, eks Gubernur Jawa Tengah ini mengaku tidak mempersoalkan reshuffle Yasonna. Ia mengaku senang Yasonna tak lagi menjadi pembantu Jokowi.
Ganjar menyebutkan, Yasonna akan segera menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029. Sebelum di-reshuffle, Yasonna memang telah berencana mengundurkan diri.
"Beliau (Yasonna) akan kembali ke parlemen. Bahkan, jauh hari sebelum itu, Pak Laoly menyampaikan mungkin sekitar bulan September pun secara etis akan mundur karena nanti Oktober akan dilantik [sebagai anggota DPR RI]," urai Ganjar.
"Jadi, buat saya enggak masalah. Hanya, mungkin publik tidak akan pernah mendapatkan penjelasan apakah karena performance ataukah karena politik," lanjutnya.
Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, turut menyoroti pencopotan Yasonna. Menurut dia, ada sejumlah catatan dan pertanyaan yang timbul dari reshuffle tersebut.
Djarot bertanya-tanya apakah Yasonna digantikan karena efektifitas kinerjanya atau alasan politis.
Karena itu, Djarot menilai reshuffle Yasonna menjadi kesempatan bagi Jokowi untuk mengonsolidasikan kekuasaan atau kekuatannya dalam rangka mengontrol atau mendesak orang-orangnya pada pemerintah selanjutnya.
Ia turut mengingatkan bahwa Megawati Soekarnoputri saat menjabat Presiden kelima RI tidak pernah me-reshuffle menteri pada masa akhir jabatannya agar tidak membebani Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Bu Mega sebelum lengser, sebelum berhenti tidak pernah mengambil kebijakan-kebijakan strategis yang akan membebani pemerintahan Pak SBY," ucapnya.
Sementara itu, kader PDIP lainnya, Adian Napitupulu, menyinggung apa alasan sebenarnya dari reshuffle Yasonna. Mengingat Yasonna telah menjadi menteri sejak 2014 atau periode pertama Jokowi.
Ia bertanya apakah Yasonna diganti karena Jokowi ingin membuat produk hukum baru melalui Menkumham dalam waktu sisa masa jabatannya.
"Yasonna itu sudah dua periode bersama Jokowi sejak 2014. Apakah menukar teman lama dengan teman baru adalah sebuah kebiasaan?" kata Adian.
"Atau jangan-jangan ada produk hukum yang akan dikeluarkan dalam waktu 43 hari ini yang mungkin tidak disetujui oleh Pak Yasonna, atau Pak Yasonna dianggap sebagai gangguan atau hambatan untuk mengeluarkan produk hukum dalam 43 hari terkahir ini," lanjutnya.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Irfan Teguh Pribadi