tirto.id - Sekretaris Jenderal DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin menyatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan rencana perayaan Natal serentak di Monumen Nasional (Monas) pada Januari, karena hal itu merupakan bagian dari toleransi umat beragama.
Selain itu, Novel mengatakan bahwa rencana tersebut adalah bagian dari hak pemerintah daerah untuk memberikan izin Monas digunakan sebagai lokasi perayaan Natal.
“FPI mendukung, yang mana Monas adalah tempat terbuka, lapangan rakyat. Memang sebelumnya lapangan tersebut 5 tahun lalu ditutup untuk umum, padahal itu lapangan rakyat. Anies ini membuka untuk menjadi lapangan rakyat, untuk kepentingan umat baik Islam atau agama lain. Itu kita dukung,” ujar Novel kepada Tirto pada Jumat (15/12/2017).
Ia menjelaskan pentingnya menerapkan toleransi dalam beragama dan bernegara. Lantaran, toleransi adalah landasan sosial Islam yang sangat penting.
“Islam ini Rahmatan Lil'alamin yang sangat menjunjung tinggi kemajemuka, perbedaan harus kita hargai,” terangnya.
Toleransi itu dikatakan Novel juga harus diterapkan ketika agama tertentu mendapatkan diskriminasi baik dari pihak tertentu umat Islam sendiri maupun umat agama lain. Caranya dengan membela keadilan untuk pihak yang tertindas atau terdiskriminasi tersebut. Sehingga, toleransi patutnya tanpa terkecuali untuk keadilan.
“Islam itu mengharamkan mengganggu, menghina agama lain, justru kita harus saling menghormati,” ucapnya.
Toleransi sebagai sunnatullah dalam Islam dijelaskan Novel bahwa ketentuan-Nya toleransi wajib dijunjung tinggi, tapi Islam mengharamkan keberagaman dengan mengaburkan prinsip agama. Misalnya dengan mengucapkan selamat natal, merayakan natal.
“Seperti yang dilakukan presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur lain lakukan. Itu pembodohan, mendangkalkan akidah umat. Itu yang enggak boleh,” ungkapnya.
Kendati tidak mempermasalahkan dan bahkan mendukung diadakannya Natal serentak di Monas, Novel mengungkapkan ada batasan dalam memberikan dukungan tersebut, yaitu akidah, yang perlu diperhatikan.
“Dimana kita toleransi, dimana kita enggak boleh, dimana perbedaaan yang harus kita hargai, dan dimana kita lihat perbedaan yang wajib kita tolak,” kata dia.
Sehingga, perayaan Natal serentak ia tekankan untuk tidak mendorong keikutsertaan umat Islam dalam acara. Sebatas membantu jalannya Natal berjalan lancar dan aman, ia persilakan.
“Artinya Anies dan Sandi, menurut fatwa MUI 7 Maret 1981 dan fatwa MUI 2005, dinyatakan bahwa umat Islam diharamkan untuk merayakan Natal bersama,” ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo