tirto.id - Suara dentuman di Malang, Jawa Timur terdengar beberapa kali oleh masyarakat daerah itu, pada Selasa malam (2/2/2021) hingga Rabu dini hari (3/2/2021).
Dentuman itu dilaporkan terjadi antara pukul 23.00 WIB (Selasa malam) hingga 01.18 WIB (Rabu dini hari), serta pukul 03.00 WIB – 03.22 WIB hari ini. Suara dentuman itu terdengar kawasan di Malang sampai Pasuruan.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, tak ada anomali seismik yang teramati, terkait dengan suara dentuman di Malang tersebut.
"Catatan sensor BMKG di Pandaan MLJI tidak mencatat anomali seismik. Sumber suara dentuman itu banyak, bisa shockwave meteorit, shockwave gunung api, shockwave pesawat supersonik, bahan peledak, longsoran tanah skala luas, gempa sangat dangkal, dan thunderstorm. Semua itu bisa menjadi [kemungkinan] penyebab," kata Daryono pada Rabu, 3 Februari 2021.
Mengutip laporan Antara, Kepala BMKG Stasiun Geofisika Malang, Ma'muri juga mencatat, bahwa berdasarkan data sensor seismik di Malang, Tretes, dan Gedangan, pada Rabu pukul 00.00 sampai 03.00 WIB tidak menunjukkan peningkatan aktivitas kegempaan.
"Sampai saat ini, masih belum jelas kepastian sumber suara dentuman tersebut," kata Ma'muri, di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (3/2/2021).
"Demikian pula data dari aktivitas sambaran petir, juga tidak menunjukkan anomali peningkatan," Ma'muri menambahkan.
Keterangan serupa disampaikan oleh Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Nia Haerani. Dia mengatakan, PVMBG hingga hari ini belum bisa memastikan sumber asal dentuman di Malang.
Berdasar data PVMBG, memang sedang terjadi erupsi di Gunung Raung, yang terletak di wilayah Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember. Namun, Nia tidak memastikan soal dugaan adanya kaitan antara suara dentuman di Malang dan erupsi Gunung Raung.
Apalagi, jarak Gunung Raung dengan Kota Malang mencapai 156 kilometer. Sementara suara dari erupsi Gunung Raung, menurut Nia, hanya terdengar paling jauh hingga kawasan Banyuwangi.
"[Berdasar] Laporan masyarakat, suara dari [erupsi] Gunung Raung terdengar dari Kalipuro sampai Banyuwangi, atau 20 kilometer dari titik erupsi kawah puncak Gunung Raung," kata Nia.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) belum menerima laporan khusus mengenai kasus yang mungkin jadi asal suara dentuman di Malang. "Sudah kami cek di situs pemantauan benda jatuh, tidak ada meteor," kata Koordinator Kehumasan LAPAN, Jasyanto hari ini.
Daftar Fenomena Suara Dentuman pada 2021
Peristiwa yang mirip dengan suara dentuman di Malang tercatat beberapa kali terjadi di daerah lain dalam setahun terakhir. Kemiripannya ialah suara dentuman tidak terkait dengan aktivitas tektonik (gempa) maupun vulkanik (gunung api). Selain itu, suara dentuman didengar oleh banyak orang.
Pada tahun 2020, suara dentuman yang bukan diakibatkan oleh gempa maupun letusan gunung, juga beberapa kali terjadi di sejumlah daerah pada 2020 lalu. Salah satu yang menarik perhatian adalah suara dentuman di sekitar kawasan Jabodetabek pada 11 April 2020.
Sementara pada tahun 2021, selain terdengar di Malang, sejumlah suara dentuman yang sumber asalnya bukan aktivitas gempa maupun erupsi gunung api juga muncul di beberapa daerah.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini sejumlah peristiwa kemunculan suara dentuman yang terpantau di beberapa daerah pada tahun 2021, dan analisis mengenai dugaan penyebabnya.
1. Suara Dentuman di Sukabumi (30 Januari 2021)
Warga Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mendengar suara dentuman disertai gemuruh, pada Sabtu (30/1/2021) malam. Mereka pun merasakan dua kali getaran sebelum muncul suara keras itu.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami (BMKG), Daryono menyatakan, hasil monitoring
beberapa sensor di Sukabumi menunjukkan ada anomali gelombang seismik saat suara gemuruh yang disertai dentuman terdengar masyarakat.
"Tampak jelas ada rekaman seismik yang terjadi pada pukul 19.00.36 WIB hingga 19.00.43 WIB. Lama durasi rekaman seismik berlangsung singkat, selama 7 detik," kata Daryono.
Menurut dia, anomali seismik itu tampak sebagai gelombang frekuensi rendah. Bentuk gelombang (waveform) seismiknya juga mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah.
"Menurut laporan warga, getaran muncul setelah hujan deras mengguyur, jadi dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah cukup kuat hingga terekam di sensor gempa BMKG," ujar Daryono. Dugaan itu, kata dia, perlu diperkuat verifikasi dengan survei lapangan.
2. Suara Dentuman di Lampung (28 Januari 2021)
Warga di Provinsi Lampung, terutama Tanggamus, Pringsewu, dan Lampura, mendengarkan suara dentuman pada Kamis malam (28/1/2021).
BMKG Lampung sudah memastikan tidak mencatat ada aktivitas gempa maupun awan-awan hujan di sekitar lokasi terdengarnya suara dentuman itu, lewat story Instagram @infobmkglampung.
Sehari kemudian, peneliti Institut Teknologi Sumatera (Itera) memeriksa batu meteor yang jatuh di Desa Astomulyo, Punggur, Lampung Tengah. Belakangan batu itu dipastikan meteor.
Namun, seperti dilansir Antara, Dosen Sains Atmosfer dan Keplanetan Itera, Robiatul Muztaba juga tidak bisa memastikan bahwa sumber asal suara dentuman adalah hujan meteor.
"Kalau dentuman belum dapat dipastikan. Bila hujan meteor, seharusnya ada cahaya memanjang. Namun, siklus hujan meteor puncaknya sudah terjadi pada tanggal 3 hingga 4 Januari," ujar dia.
3. Suara Dentuman di Majene (26 Januari 2021)
Suara dentuman didengar sejumlah warga di Kabupaten Majene pada Selasa (26/1/2021). Suara itu tepatnya terdengar di Desa Maliaya, Kecamatan Malunda, beberapa hari setelah gempa kuat di Majene dan Mamuju terjadi pada 15 Januari.
Namun, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami (BMKG), Daryono memastikan bahwa suara dentuman di kawasan pesisir Desa Maliaya yang terjadi sekitar pukul 09.00 WITA dan pukul 18.00 WITA, Selasa (26/1/2021) bukan berasal dari gempa. Tidak ada rekaman anomali seismik pada saat kejadian, kata Daryono melalui akun twitternya.
4. Suara Dentuman di Bali (24 Januari 2021)
Suara dentuman keras terdengar di sejumlah wilayah Bali pada Minggu (24/1/2021) sekitar pukul 10.27 WITA. Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami (BMKG), Daryono menyatakan ada anomali seismik 20 detik yang tercatat di sensor seismik Singaraja (SRBI) pada saat kejadian.
"Jika sinyal seismik tersebut kita coba tentukan magnitudonya menggunakan formulasi penentuan mangnitudo gelombang gempa akan dihasilkan kekuatan 1,1 magnitudo lokal," ujar Daryono.
Sementara sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WITA pada hari yang sama tak ada aktivitas gempa di wilayah Bali. Maka, dipastikan anomali gelombang seismik itu bukan akibat gempa tektonik.
Beberapa warga Kintamani dan Besakih mengaku melihat semacam meteor yang melintas ke arah Barat Daya. Warga Buleleng yang sedang upacara adat juga mengaku melihat benda melintas di langit. Ada juga warga nelayan di pantai Buleleng menjadi saksi mata fenomena yang sama.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menduga dentuman di Buleleng, Bali pada 24 Januari lalu, berasal dari meteoroid atau asteroid, biasa disebut meteor. Kata Astronom LAPAN, Rhorom Priyatikanto, bila benar meteor jatuh ukurannya hanya beberapa meter.
Indonesia pernah menjadi lokasi jatuhnya asteroid. Pada 8 Oktober 2009, meteor berukuran 10 meter jatuh di Bone, Sulawesi Selatan. Getaran yang dihasilkan setara magnitudo 1,9.
"Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor besar yang jatuh. Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan," kata Rhorom Priyatikanto, Senin (25/1/2021).
Rhorom mendasari analisisnya pada sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id tidak menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia. Hal itu memperbesar kemungkinan bahwa kejadian yang teramati di Buleleng berkaitan dengan benda dari antariksa.
Menurut dia, meteor tersebut bisa saja masuk ke atmosfer, terbakar dan jatuh di dekat Buleleng. Jejak meteor di atmosfir adalah garis putih lurus di langit. Tanda ini juga dilihat warga Buleleng.
Editor: Agung DH