Menuju konten utama

Fasilitas di Mina Perlu Ditingkatkan agar Haji Tak Berbahaya

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengritik pemerintah Arab Saudi yang perlu meningkatkan fasilitas dan pelayanan di Mina agar ibadah haji tak berubah menjadi ancaman bagi para jemaah. Apalagi jumlah peziarah tahun depan akan naik seiring dengan munculnya kebijakan penambahan kuota jemaah haji.

Fasilitas di Mina Perlu Ditingkatkan agar Haji Tak Berbahaya
Umat Muslim berkumpul di Padang Arafat dalam naik haji tahunan, diluar kota suci Mekah, Arab Saudi, Minggu (11/9). ANTARA FOTO/REUTERS/Ahmed Jadallah

tirto.id - Menjelang kepulangannya ke tanah air, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengritik pemerintah Arab Saudi yang perlu meningkatkan fasilitas dan pelayanan di Mina agar ibadah haji tak berubah menjadi ancaman bagi para jemaah. Apalagi jumlah peziarah tahun depan akan naik seiring dengan munculnya kebijakan penambahan kuota jemaah haji.

"Penambahan kuota itu betul bagi kita akan memperpendek antrean tapi sebetulnya ini akan menjadi ancaman tersendiri karena kalau Mina tidak dibenahi dari sekarang. Justru penambahan kuota menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan jemaah," kata Lukman di Jeddah, Arab Saudi, Jumat (16/9/2016) waktu Arab Saudi.

Menurut pengamatannya, jumlah tenda dan toilet terlalu sedikit untuk melayani banyaknya jemaah. Akibatnya antrian toilet di Mina, hampir tidak pernah pendek. Setiap waktu sedikitnya ada sekitar 10 orang yang mengantri untuk menggunakan toilet. Antrian yang tidak pernah berhenti mengakibatkan kondisi toilet jauh dari memenuhi standar kebersihan. Padahal jamaah akan tinggal di Mina selama dua atau tiga hari.

Selain perkara toilet, Lukman juga menyoroti pengaturan arus keluar masuk jemaah menuju dan meninggalkan Mina. “Jalan-jalan ke arah sana tidak ditata lebih ketat lebih baik. Anda bisa bayangkan sekarang yang masing-masing negara dikurangi 20 persen saja kondisi Mina sudah seperti itu," katanya sebagaimana dikutip Antara.

Mina merupakan salah satu titik rawan bagi jemaah, merujuk pada sejumlah insiden berdesak-desakan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Insiden terakhir terjadi tahun 2015 saat jemaah dari berbagai bangsa berdesak-desakan di jalur 204 Mina saat akan melakukan lontar jumroh. Lebih dari 100 anggota jemaah haji Indonesia menjadi korban dalam peristiwa itu.

"Oleh karena itu kita tidak bisa sepihak melihatnya, tambah kuota tanpa infrastrukturnya dibenahi, karena alih-alih mendapatkan manfaat nanti yang didapat justru madharat yang tidak kita kehendaki. Jadi ini juga harus dilihat secara menyeluruh," katanya.

Seiring dengan makin tingginya minat warga Indonesia untuk berhaji maka antrian untuk pergi berhaji di sejumlah daerah di Indonesia dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Dalam beberapa waktu terakhir pemerintah terus didesak untuk mempersingkat antrian tersebut guna meredam upaya-upaya ilegal yang dilakukan warga untuk dapat berhaji.

Lukman menjelaskan prediksi penambahan kuota atau kembali ke kuota normal pada 2017, dari 155.200 menjadi sekitar 211.000, juga akan memberikan tantangan tersendiri pada pengaturan di Arafah dan Muzdalifah, terutama terkait dengan kapasitas tenda di Arafah dan daya tampung Muzdalifah.

"Kita bisa membayangkan betapa kompleksitas persoalan itu menjadi semakin complicated dan ini tentu menuntut adanya pengorganisasian dan sistem pemantauan yang lebih baik sehingga satuan operasi Arafah, Muzdalifah dan Mina misalnya harus di-back up dengan dukungan petugas haji yang tidak hanya lebih banyak tapi juga kualitasnya memiliki kemampuan dalam bertugas," katanya.

Namun Lukman juga bahwa menyadari peningkatan fasilitas di Mina bukan merupakan keputusan pemerintah Indonesia. "Ini sepenuhnya adalah pemerintah Saudi Arabia. Jadi ini tantangan bagi kita untuk bisa meyakinkan pemerintah Saudi Arabia," katanya.

Antrian Haji di Singapura 35 Tahun, Malaysia 70-80 Tahun

Terkait upaya sejumlah warga negara Indonesia yang menggunakan cara-cara yang tidak resmi untuk berhaji misalnya dengan berangkat melalui negara tetangga atau melakukan haji dengan visa wisata, Lukman dengan terang tidak mengapresiasi hal itu.

"Ini yang perlu didudukkan persepsi kita jangan sampai karena keterbatasan kuota, antrean yang panjang, itu menjadi alasan justifikasi atau pembenaran atau setidaknya pembiaran atau permisif terhadap tindakan yang ilegal menurut saya atau melanggar hukum," katanya.

Ia menjelaskan masalah antrean panjang untuk berhaji sesungguhnya bukan hanya masalah Indonesia, sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan SIngapura juga bergulat dengan masalah yang sama.

"Singapura itu 35 tahun, Malaysia itu bahkan sampai 70-80 tahun antreannya," ujarnya.

Baca juga artikel terkait HAJI atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Hard news
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan