Menuju konten utama

Fadli Zon Tak Ingin Ada Rekayasa di Sidang PK Ahok

Menurut Fadli Zon, tidak ada novum atau bukti baru yang bisa menjadi dasar kuat bagi MA mengabulkan PK Ahok.

Fadli Zon Tak Ingin Ada Rekayasa di Sidang PK Ahok
Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama Fify Lety Indra menyerahkan berkas PK setebal 156 lembar ke Majelis Hakim saat sidang Peninjauan Kembali kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (26/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon tak ingin ada rekayasa dalam sidang upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Mahkamah Agung (MA).

"Saya kira perlu dipertimbangkan rasa keadilan masyarskat, jangan sampai sidang ini rekayasa dan menghasilkan kegaduhan baru," kata Fadli di Kompleks DPR Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).

Hal ini disampaikan Fadli karena menurutnya tidak ada novum atau bukti baru yang bisa menjadi dasar kuat bagi MA mengabulkan PK Ahok.

"Ya saya tentu menghargai proses hukum yang diajukan selama itu dalam koridor hukum ya," kata Fadli.

Namun, pendapat Fadli tersebut bertolak belakang dengan Dosen Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Muhammad Fatahillah dan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar.

Fatahillah berkata, persyaratan pengajuan PK berdasarkan KUHAP adalah terhadap Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Jadi tidak melihat selesainya [kasus] di PN, PT [Pengadilan Tinggi] atau di MA [kasasi]” ujarnya kepada Tirto, Minggu (25/2/2018).

Syarat lainnya, kata Fatahillah, adalah adanya bukti atau keadaan baru (novum). Selain itu, kata dia, bisa juga karena kekhilafan hakim.

Fatahillah juga menyatakan bahwa tidak ada larangan menjadikan putusan perkara lain sebagai novum yang diajukan dalam PK.

“Ada beberapa kasus menggunakan putusan perkara lain sebagai novum. Ada yang diterima dan ada yang ditolak. Tergantung pertimbangan hakim, jadi bisa-bisa saja,” kata dia.

Hal senada juga diungkapkan Fickar yang menilai PK Ahok tetap dapat diterima oleh MA. Menurut dia, PK merupakan upaya hukum luar biasa atas sebuah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap tanpa batas waktu, meskipun terpidana belum pernah mengajukan banding dan kasasi.

Fickar berkata, putusan hukum tetap hanya bisa terjadi jika tidak dilakukan upaya hukum selanjutnya, yakni banding dan kasasi. “Ahok atau siapapun yang berstatus narapidana mempunyai hak untuk mengajukan PK," kata Fickar kepada Tirto.

Menurut Fickar, PK bisa ditujukan untuk mengurangi putusan, juga bisa untuk meminta MA menyatakan terpidana tidak bersalah melakukan tindak pidana dengan dua kondisi. Pertama, ada kesesatan atau kekeliruan dalam putusan pengadilan yang lalu.

Kedua, kata Fickar, ada novum atau ada bukti atau keadaan baru yang jika diketahui pada waktu sidang, maka putusan pengadilan akan membebaskan terdakwa. “Dua kemungkinan punya peluang yang sama,” kata Fickar.

Dosen hukum di Universitas Trisakti, Jakarta ini menambahkan “secara jelas kalau dinyatakan tidak bersalah, nama Pak Ahok akan bersih kembali, artinya tidak pernah dihukum.”

MA telah menetapkan sidang pertama PK Ahok hari ini dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak Ahok.

Baca juga artikel terkait SIDANG PK AHOK atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora