tirto.id - Posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI ada kemungkinan akan diganti usai dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Akan tetapi, menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, kemungkinan penggantian itu bergantung pada keputusan Partai Golkar.
Fadli mengatakan keputusan penggantian posisi Setya Novanto sebagai ketua DPR RI, usai berstatus jadi tersangka korupsi, merupakan hak partai politik atau fraksinya, dalam hal ini Golkar.
"Dalam UU No 17 tahun 2014 mengatur, anggota DPR RI yang tersangkut kasus hukum, kalau yang bersangkutan masih melakukan upaya hukum lanjutan dan belum ada putusan yang inkrach, maka tetap sebagai anggota DPR RI," kata Fadli di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pada Senin (17/7/2017) seperti dikutip Antara.
Menurut Fadli, kalau anggota DPR RI itu menduduki jabatan sebagai pimpinan, maka posisinya tergantung pada sikap partai politik atau fraksinya. Jika fraksinya tetap memberikan keleluasaan kepada dia menjadi pimpinan DPR maka tidak ada masalah sebelum ada putusan hukum yang final dan mengikat atau inkrach. Kecuali, kata Fadli, partai politiknya mengajukan penggantian.
"Kalau partai politiknya mengajuan penggantian, maka dapat dilakukan penggantian meskipun proses hukum yang sedang dihadapi belum memiliki putusan hukum yang final dan mengikat atau inkrach," kata politikus Partai Gerindra tersebut.
Fadli menjelaskan persoalan yang dihadapi Setya Novanto saat ini adalah masalah hukum sehingga tidak dapat diproses di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI. Soal jabatannya sebagai ketua DPR RI, menurut Fadli, akan dilakukan klarifikasi dan akan dirapatkan oleh pimpinan DPR RI.
"Mungkin kita rapatkan besok. Bagaimana mekanismenya, kita lihat perkembangannya," kata Fadli.
Meskipun demikian, menurut Fadli, peluang kemunculan penetapan pelaksana tugas (Plt) Ketua DPR RI bisa saja terjadi. Hal itu tergantung pembahasan pada rapat pimpinan DPR RI dan akan mengacu pada aturan dalam UU MD3.
"Kalau Plt kan cukup di pimpinan, seperti pada waktu yang lalu pimpinan rapat kemudian memutuskan ada Plt. Waktu itu, kebetulan saya yang ditunjuk Plt," kata Fadli.
Hari ini, Ketua KPK Agus Rahardjo mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP sudah berdasar bukti permulaan yang kuat. Setya Novanto diduga memiliki peran mengatur korupsi proyek e-KTP melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong.
“SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus), diduga mengkondisikan peserta dan pemenang e-KTP,” kata Agus dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta pada Senin sore, (17/7/2017).
Agus juga menjelaskan, KPK menduga Setya Novanto, melalui Andi Narogong, memiliki peran dalam korupsi e-KTP, baik dalam tahap perencanaan proyek, pembahasan anggarannya di DPR hingga proses pengadaan barang dan jasa berlangsung.
Menurut Agus, fakta-fakta persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto, secara jelas menunjukkan bahwa korupsi e-KTP sudah terjadi sejak dalam tahap perencanaan, penganggaran dan pengadaan barang dan jasa.
“SN diduga, untuk keuntungan sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, sarana dan kesempatan pada dirinya, sehingga (turut) mengakibatkan kerugian negara Rp2,3 triliun dari nilai pengadaan proyek e-KTP Rp5,9 triliun,” kata Agus.
Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom