tirto.id -
Ketiga wanita tersebut menjadi tersangka atas dugaan melakukan kampanye hitam kepada Calon Presiden (Capres) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi).
“Saya kira pasti [bantuan hukum], pasti ada. Artinya pendampingan hukum ya, saya kira mestilah, siapa pun kalau memerlukan itu,” ujarnya saat di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (26/2/2019).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu juga menyoroti keputusan kepolisian yang telah menetapkan emak-emak PEPES sebagai tersangka dengan Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) Undang-undang (UU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sedangkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyatakan bahwa ketiga perempuan asal Karawang itu tidak melanggar aturan kampanye.
“Ya itu maksud saya, polisi jangan sembarangan [menetapkan jadi tersangka]. Karena banyak juga laporan-laporan kami kok tapi tidak diperlakukan seperti ini [proses hukum]. Ini keliatan banget gitu ada oknum-oknum polisi yang berpihak, itu enggak bener,”kata Fadli.
Sehingga, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu meminta kepada polisi harus netral dan professional dalam menyikapi suatu kasus.
“Polisi itu melindungi warga, jangan kemudian bentar-bentar menjadi tersangka. Ini kan salah satu yang dipertontonkan ketidakadilan hukum yang vulgar,” pungkasnya.
Polisi telah menetapkan tiga emak-emak dari Karawang sebagai tersangka karena melakukan kampanye hitam terhadap pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin yang beredar di media sosial.
Kepolisian juga telah melakukan penahanan pada perempuan berinisial ES, IP, dan CW tersebut sejak Minggu (24/2/2019) malam, sekitar pukul 23.30 WIB.
“Sudah kami naikan ke penyidikan, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian kami juga melakukan penahanan kepada tiga tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko kepada Tirto, Selasa (26/2/2019).
Wisnu mengatakan, Polisi menjerat ketiganya dengan Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) UU ITE dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Kemudian ketiganya juga terjerat UU peraturan Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) nomor 1 tahun 1946 pasal 14 ayat 2 dan 15 tentang berita bohong dengan ancaman hukuman tiga tahun pidana.
“ITE itu terkait sarana di medsos yang digunakan akun @citrawida5 , dia memberikan akun tersebut untuk sarana menerbitkan atau mem-publish apa yang mereka lakukan. Namun, kegiatan rill nya itu terkait berita bohong yang diatur dalam KUHP,” kata Wisnu.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari