Menuju konten utama

Fadli Zon: Kewenangan Anggaran DPR Bukan Sumber Korupsi

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengklaim kewenangan anggaran yang dimiliki oleh lembaganya bukan pemicu praktik korupsi.

Fadli Zon: Kewenangan Anggaran DPR Bukan Sumber Korupsi
Presiden Joko Widodo menyerahkan RUU tentang RAPBN dan nota keuangan kepada Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Sidang Paripurna pembukaan masa sidang I tahun 2017-2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2017). FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon membantah kritik yang menilai kewenangan anggaran (budgeting) di DPR RI selama ini memicu banyak praktik korupsi.

Politikus Partai Gerindra itu mengklaim pembahasan anggaran di tingkat komisi sudah berlangsung transparan dan mudah diawasi oleh publik.

"Kalau soal program, ada mekanismenya. Ada lelangnya dan sebagainya. Saya kira seharusnya (korupsi) tidak bisa terjadi," kata Fadli di Komplek DPR Senayan, (29/8/2017).

Fadli mengimbuhkan kewenangan penganggaran yang dimiliki oleh DPR juga lebih kecil dibanding pemerintah. Menurut dia, DPR tidak bisa lagi ikut campur di pembahasan anggaran hingga mendetail.

"Untuk fungsi budgeting, ujungnya yang lebih banyak melakukan kontrol adalah pemerintah. DPR tidak lagi membahas sampai satuan tiga, yang detail, tapi lebih banyak yang gelondongan," kata dia.

Pembatasan kewenangan penganggaran di DPR itu, menurut Fadli, sengaja diterapkan untuk mencegah praktik korupsi. "Tapi, minusnya kami tidak bisa mengawasi sampai ke hal yang paling detail," kata dia.

Pernyataan Fadli Zon tersebut berkebalikan dengan hasil survei Global Corruption Barometer (GCB) yang disusun Transparency International baru-baru ini.

Mayoritas masyarakat responden survei itu menganggap DPR RI sebagai lembaga negara paling korup. Setelah DPR, baru baru birokrasi pemerintah dan DPRD. Survei ini juga menyimpulkan 65 persen responden menganggap level korupsi di Indonesia meningkat dalam 12 bulan terakhir.

Responden survei 1.000 warga Indonesia berusia 18 hingga 55 tahun yang tersebar di 31 provinsi. Metode survei ialah dengan wawancara langsung maupun melalui telepon pada 26 April-27 Juni 2016.

Fadli tak membantah survei itu dan menilai hasilnya layak menjadi bahan evaluasi internal DPR RI. "Kami akan berusaha lebih transparan dan lebih akuntabel," kata Fadli.

Akan tetapi, Fadli mengutarakan alasan pembelaan. Menurut dia, DPR RI selama ini menjadi lembaga negara paling transparan sehingga wajar mudah dipantau oleh publik. Akibatnya, kritik ke DPR sering muncul.

Dia berdalih sejumlah pengusutan korupsi kakap, yang melibatkan banyak anggota DPR, merupakan kasus di periode sebelum 2014-2019. "Mega korupsi semacam Hambalang, Century, sampai e-KTP itu di periode lalu," kata Fadli.

Sebaliknya, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto menilai DPR sebenarnya belum menerapkan transparansi pembahasan anggaran. Banyak pembahasan anggaran masih tertutup, terutama soal program taktis.

"Misalnya pembahasan dengan instansi terkait seperti kementerian di komisi, itu masih ada peraturan yang memperbolehkan tertutup," kata Yenny.

Fakta ini, menurut dia, mengindikasikan masih ada peluang sebagian anggota DPR RI memanfaatkan kewenangan penganggaran untuk praktik korupsi. Karena itu, dia mendesak DPR lebih terbuka dalam setiap pembahasan anggaran di komisi dan Badan Anggaran.

Baca juga artikel terkait DPR atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom