tirto.id - Twitter menghapus ribuan akun palsu yang berasal dari Iran, Bangladesh, Rusia, dan Venezuela karena diduga membahayakan dan memecah belah.
Perusahaan media sosial tersebut mengumumkan penangguhannya pada Kamis (31/1/2019) kemarin.
Mengutip New York Post Yoel Roth, Kepala Site of Integrity di Twitter menyampaikan, “Hari ini kami menambah lima akun lagi pada arsip [akun palsu] ini, yang kami temukan dengan metode kontekstual berkelanjutan dan analisis semantik oleh tim investigasi dan merupakan upaya kami untuk menjaga kredibilitas layanan.”
Roth mengatakan, sekitar 3000 akun dihapus sekaligus program dari Twitter untuk menggelar konferensi karena hal kesalahpahaman tersebut.
Pada September 2018, Jack Dorsey mengetes aktivitas teranyar di Capitol Hill, dan mendapati sekitar 3,8 ribu lebih (tepatnya 3,843) akun berafiliasi dengan Russian Internet Agency (IRA), dan kemudian Twitter menangguhkannya.
“Usaha kami ini masih berjalan dan mendapati 418 akun tambahan dan banyak aktivitas dari akun-akun tersebut terkait dengan IRA,” tambahnya.
Sedangkan di Venezuela, lebih dari 2 ribu akun dinonaktifkan, 764 diantaranya mengunggah tentang Politik AS dan Pemilihan Tengah Periode.
Dua tahun yang lalu, di tahun 2016 Rusia memiliki agenda untuk menyetir jalannya Pemilihan Presiden AS, secara spesifik demi kepentingan Donald Trump.
“Akun-akun tersebut adalah contoh dari kampanye luar negeri dengan konten-konten spam yang fokus pada memecah belah secara politik, dan perilaku yang kami temukan [pada akun-akun di Venezuela] serupa dengan yang kami temukan di IRA,” katanya.
Melansir Washington Post, akun-akun di Venezuela meniru cara Rusia beroperasi. Twitter menyebut bahwa sebagian besar akun-akun tersebut telah dihapus pada 2017, tapi kemudian menjelang pemilihan tengah periode, ada akun-akun baru yang membuat cuitan hingga 50 ribu kali mengenai Pemilihan Tengah Periode.
Tidak hanya itu, aktivitas lain yang dianggap membahayakan di Venezuela adalah sebuah aktivitas politik di Twitter yang dinaungi oleh penguasa negara yang ditujukan untuk warga Venezuela itu sendiri. Sehingga total ada 2 agenda utama yang mencurigakan di Venezuela
Facebook juga melakukan pengangguhan terhadap Iran. Seperti dilansir ABC News, Facebook menghapus 783 halaman, akun, dan grup yang berkaitan dengan Iran dengan tuduhan ‘koordinasi perilaku tidak wajar’.
Penghapusan akun-akun tersebut adalah untuk memengaruhi jalannya politik dan pemilihan. Facebook menjumpai hal serupa secara regular selama beberapa bulan ini tidak hanya di Iran, namun juga Myanmar, Bangladesh, dan Rusia.
Twitter membantu Facebook dalam upaya penyelidikan akun-akun mencurigakan dengan cara memberitahu facebook mengenai temuan mencurigakan di akun Twitter sendiri, dan meminta Facebook untuk menyelidikinya.
“Penghapusan [akun-akun mencurigakan] tersebut adalah contoh yang baik dari sebuah kolaborasi yang ingin kita bangun antar perusahaan,” kata Nathaniel Gleicher, Kepala Cybersecurity Policy di Facebook, seperti dikutip The Guardian.
Gleicher menambahkan bahwa Facebook berbagi informasi dengan Twitter, dan sebelumnya telah menyelidiki ada tidaknya perilaku tidak wajar di Iran, yang kemudian beberapa akun di nonaktifkan pada Agustus dan Oktober 2018.
Twitter juga membagi informasi mengenai penemuan mereka di Venezuela dan saat ini Facebook sedang menyelidiki hal tersebut.
Kerjasama semacam ini membantu perusahaan-perusahaan teknologi untuk turut menjaga keamanan dan kontrol terhadap penguasa.
Dengan mengesampingkan perbedaan perusahaan-perusahaan tersebut dapat sama-sama melindungi penggunanya dari ancaman-ancaman berbahaya.
Editor: Yandri Daniel Damaledo