tirto.id - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan tata kelola perusahaan-perusahaan BUMN saat ini telah selaras dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD).
Dalam hal ini BUMN hadir untuk memastikan persaingan setara dengan perusahaan swasta, seiring dengan program perampingan birokrasi atau less bureaucracy, yang diterapkan sejak 2020. Perlu diketahui, program less bureaucracy merupakan penataan regulasi dan simplifikasi Peraturan Menteri BUMN.
“Salah satunya tercermin melalui penataan regulasi dan simplifikasi Peraturan Menteri BUMN dari 45 Peraturan Menteri BUMN menjadi 3 Peraturan Menteri BUMN (omnibus law) yang disusun di 2022 lalu,” katanya, dalam keterangan resminya, dikutip Tirto, Rabu (24/7/2024).
Erick bilang, tiga omnibus law peraturan menteri BUMN ini lantas mendorong percepatan BUMN untuk bersaing. Dus, BUMN tidak hanya diharapkan bisa menjadi perusahaan-perusahaan negara berskala nasional, tapi juga internasional.
Selain itu, dalam laporan OECD yang membahas mengenai indikator Product Market Regulations (PMR), disebutkan juga bahwa tata kelola BUMN sudah selaras dengan negara-negara OECD. Pengakuan ini menandakan Kementerian BUMN telah berada di jalur yang tepat dalam hal tata kelola BUMN, khususnya transformasi regulasi.
“Omnibus law peraturan (Menteri) BUMN telah memedomani UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jelas Erick.
Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) itu menambahkan, salah satu pertimbangan ditelurkannya UU 13 Tahun 2022 adalah agar dalam penyusunan peraturan perundang-undangan juga menambahkan pengaturan mengenai metode omnibus serta memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation). Sementara dasar dari simplifikasi dan penataan regulasi Peraturan Menteri BUMN tidak lain untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi secara global.
Kendati, tetap memiliki landasan hukum agar bisnis yang dijalankan BUMN bisa tetap relevan dan menganut prinsip kehati-hatian (prudent). “Saya berharap dengan terobosan ini bisa menjadi panduan dalam menghadapi globalisasi dan kita tidak terkungkung dalam lingkaran (persoalan) yang itu-itu saja, sehingga bisa mengantisipasi perubahan yang cepat dengan mengeluarkan kebijakan dan keputusan yang prudent,” tambahnya.
Meski kini telah memiliki tata kelola yang baik, Kementerian BUMN akan terus berkomitmen mengadopsi best practices yang direkomendasikan oleh OECD. Pasalnya, pemerintah harus terus memastikan agar persaingan antara perusahaan pelat merah dengan perusahaan swasta tetap sehat.
Dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah, lanjut Erick, BUMN sudah tidak lagi diberikan perlakuan istimewa. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua perusahaan, baik BUMN maupun swasta, memiliki kesempatan yang sama dalam proses pengadaan.
Selain itu, keterlibatan pemerintah dalam operasi bisnis komersial BUMN sudah berkurang secara signifikan dibandingkan sebelumnya. Hal ini menunjukan upaya pemerintah dalam memberikan lebih banyak kebebasan dan fleksibilitas kepada BUMN dalam mengelola operasional mereka.
“Saat ini, Indonesia dalam proses akan menjadi anggota penuh OECD. Tujuan Indonesia menjadi anggota penuh OECD adalah memperkuat daya saing secara global termasuk BUMN. Pencapaian ini tentu menjadi titik terang bahwa Indonesia semakin dekat dengan target menjadi anggota penuh OECD,” tutup Erick.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang