tirto.id -
Sebab, kata dia, pergantian pimpinan BUMN bakal membuat kondisi perusahaan kurang stabil.
"Saya ingin Direksi komisaris jangan gonta ganti nantinya. Mana ada kestabilan kalau kepemimpinannya gonta-ganti tiap 5 tahun, kalau bisa selesai," ujar Erick di Kementerian BUMN Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Jika tak selesai, hal tersebut berarti Key Performance Index (KPI) mereka tak terpenuhi atau tak dapat menciptakan good corporate governance.
Apalagi, hanya ada 15 BUMN yang memberikan keuntungan Rp210 triliun. Lantaran itu lah, kata Erick, BUMN akan fokus mengawasi kinerja Direksi dan Komisaris para 15 BUMN tersebut.
Bahkan, dalam pemilihan direksi atau komisaris di BUMN yang prioritas tersebut perlu pertimbangan Presiden hingga menteri terkait.
"Kan 15 BUMN itu jadi prioritas. Meski yang lain juga prioritas. Untuk pergantian 15 BUMN itu selain punya assesment yang sudah punya jalan, sekarang review lagi supaya kualitas lebih tinggi lain. Hasilnya kalau 15 besar ada TPA supaya menteri terkait dan pak presiden bisa punya privilege," katanya
Sementara itu, BUMN sisanya yaitu, 127 BUMN lainnya bisa fokus membenahi kinerja.
"Kontribusi 15 BUMN adalah 73 persennya. Berarti yang 15 ini yang harus benar-benar dijaga. Bukan berarti yang lain tidak dijaga, tapi kan hidup perlu prioritas. Kalau tadi 27 persen dibagi oleh 127 perusahaan kan rata-ratanya cuma berapa," pungkasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana