tirto.id - Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN), Agus Sari menganggap luputnya bahasan energi baru terbarukan (EBT) dalam debat capres ke-2 memang tidak terelakkan. Menurutnya, bisa dibahas atau tidaknya suatu topik bergantung pada alur debat itu.
Agus juga mempersoalkan terbatasnya waktu yang dimiliki paslon sehingga tidak heran bila bahasan dalam debat tidak bisa seperti yang diharapkan.
Sebab, isu yang dibahas tidak hanya energi, tetapi juga isu lainnya seperti lingkungan, pangan, hingga infrastruktur.
“Ya kami enggak ngerti ya (gak membahas EBT). Namanya juga debat. Jadi dia dinamis kan. Artinya tergantung pembicaraan antara dua paslon itu,” ucap Agus saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (18/2/2019).
Isu mengenai EBT memang digadang-gadang sebagai senjata paslon nomor urut 01 ini. Pasalnya, jauh sebelum debat berlangsung, tim yang berada di belakangnya selalu menyebutkan berbagai prestasi dan keberhasilan Jokowi.
Terutama dengan pencapaian 70 kontrak EBT yang ditandatangani pada 2017 dan peningkatan kapasitas EBT sebanyak 100 MW per tahunnya.
Lalu pengembangan desa di Sidrap, Sulawesi Selatan yang mulai menerapkan tenaga angin.
“Kami berharap EBT bisa diperlihatkan dengan lebih kuat ya. Kan betul pencapaian presiden sekarang bagus-bagus. Lumayan bisa dipamerkan ya,” ucap Agus.
Namun, terlepas tidak terangkutnya EBT dalam pertanyaan panelis, Agus mengatakan tak paham mengapa Jokowi tidak menanyakannya di sesi tanya-jawab antar capres. Menurutnya Jokowi pasti memiliki perhitunganya sendiri.
“Kalau itu gak ngerti saya. Jokowi punya alasan sendiri kenapa bukan itu yang dipertanyakan ke Prabowo,” ucap Agus.
Terkait debat, Agus juga memberi catatan kepada KPU bahwa isu infrastruktur seharusnya dipisah dari tema yang ada dan dimasukan dalam tema debat tentang ekonomi. Menurutnya, jika hal ini dapat diterapkan maka akan memberikan lebih banyak ruang untuk mendebatkan isu-isu yang ada.
“Jangan maksain infrastrutkur dalam kelompok itu. Dia bisa masuk di kelompok ekonomi. Jadi jangan banyak-banyak isunya,” ucap Agus.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nur Hidayah Perwitasari