tirto.id - Nama Elon Musk kembali menjadi trending di media sosial sejak Kamis (17/11/2022). Perbincangan hangat itu terkait dengan kebijakan barunya tentang kepegawaian, yang menetapkan bahwa karyawan Twitter akan mengalami penambahan jam kerja dan peningkatan intensitas. Lantas, benarkan keputusan tersebut membuat karyawan Twitter resign massal?
Pada 28 Oktober 2022 lalu, Musk resmi mengambil alih kepemilikan perusahaan Twitter. Akuisisi tersebut bernilai selangit, yakni mencapai 44 miliar dolar Amerika Serikat.
CEO perusahaan otomotif Tesla tersebut mengungkapkan tekad besarnya untuk merombak sistem media sosial Twitter.
"Burung itu dibebaskan," cuit Musk melalui akun resmi Twitter-nya.
Musk menegaskan bahwa di bawah kepemimpinannya, platform tersebut tidak akan lagi menjadi ruang gema untuk kebencian dan perpecahan, seperti yang selama ini terjadi. Di samping itu, menurutnya, algoritma media sosial Twitter itu sendiri juga perlu diubah.
Perombakan tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak hari pertama ia menjabat sebagai pemilik baru. Dilansir Reuters, Musk berencana menjalankan perusahaan seefisien mungkin, salah satunya dengan memangkas beberapa pegawai. Hal itu jelas membuat 7.500 karyawan Twitter ketar-ketir.
Dua hari setelahnya, tepat pada 30 Oktober 2022, pria yang juga merupakan pendiri The Boring Company tersebut mengungkapkan rencana pematokan tarif untuk pengguna terverifikasi alias pemilik akun centang biru. Tarif rutinan itu juga akan diterapkan kepada orang yang ingin punya akun centang biru.
Tak pelak cuitan tersebut mengundang berbagai komentar dari warganet. Bahkan, beberapa artis Hollywood memutuskan untuk berhenti bermain Twitter. Salah satu faktor pendukungnya adalah pengambilalihan Twitter oleh Musk, termasuk kebijakan yang mengiringinya.
Elon Musk Terapkan Kebijakan Efisiensi di Twitter Inc.
Sejak awal, Elon Musk menegaskan bahwa dirinya akan menerapkan kebijakan perusahaan yang lebih efisien. Salah satunya adalah dengan memecat beberapa pegawai yang menduduki posisi eksekutif di perusahaan Twitter. Namun sebenarnya, ia sendiri masih belum mengungkapkan langkah pasti yang akan dilakukan untuk merombak sistem perusahaan.
Mendengar itu, para pegawai Twitter mulai khawatir terhadap upaya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kemungkinan dilakukan pihak perusahaan. Musk mencoba menenangkan mereka tetapi pada akhirnya gagal.
"Ancaman" kebijakan tersebut juga membuat para pengiklan mundur pelan-pelan. Moderasi konten Twitter diduga bakal merusak daya tarik pengguna. Namun, lagi-lagi, Musk tak mau kalah dan menegaskan bahwa ketertarikan para pengguna bakal tetap terjaga.
"Twitter jelas tidak bisa menjadi pemandangan neraka yang bebas untuk semua, di mana pun dan apapun bisa dikatakan tanpa konsekuensi," ujar Musk seperti yang tertulis dalam surat terbuka kepada pengiklan.
Pada Kamis (17/11) kemarin, Musk kembali "berulah". Ia mengultimatum para karyawannya agar mau bekerja dengan penambahan jam dan intensitas yang lebih tinggi. Sementara itu, karyawan yang enggan patuh terhadap aturan dipersilakan angkat kaki dari perusahaan.
Ultimatum Elon Musk Bikin Para Karyawan Resign
The Guardian melaporkan bahwa ultimatum yang dilakukan Musk pada Kamis (17/11) kemarin membuat para karyawan gencar menyuarakan rencana resign alias mengundurkan diri.
Menyikapi hal itu, aplikasi penyedia workplace, Blind-Professional Community, melakukan polling singkat di platformnya.
Dari 180 orang yang mengisi, 42 persen di antaranya memilih opsi jawaban "keluar, saya bebas!". Seperempat dari total pemilih menjawab "enggan", sedangkan peserta jajak pendapat yang mengklik "tetap tinggal, saya hardcore" hanya sekitar tujuh persen.
Masih belum ada angka pasti mengenai jumlah karyawan yang memutuskan keluar. Namun, pengguna Blind memperkirakan ada 50 persen dari total karyawan Twitter yang akan resign. Itu sudah cukup membuktikan bahwa ada para pegawai merasa tidak puas dengan apa yang dilakukan oleh pemilik barunya, Elon Musk.
Mendengar kabar soal pengunduran diri para karyawannya, Musk mencoba tetap tenang. Ia bahkan mengaku bahwa orang-orang penting di perusahaan itu masih berada di posisinya.
Dampak kebijakan "tangan besi" yang dikeluarkan Musk itu juga berimbas pada pengaksesan platform Twitter. Banyaknya pegawai yang hengkang secara otomatis membuat sistem pengoperasian aplikasinya mengalami kemunduran.
Berdasarkan laporan Reuters, versi aplikasi yang digunakan khusus karyawan mulai melambat. Itu terjadi pada Kamis (17/11) malam.
Tak lama kemudian, laporan komplain mulai berdatangan. Menurut situs Downdetector, setidaknya ada 350 laporan yang tercatat hingga Kamis malam.
Regulator Eropa telah memperingatkan sebelumnya bahwa, di bawah kepemimpinan Musk, Twitter harus tetap mematuhi Undang-Undang Layanan Digital yang berlaku di kawasan itu.
"Di Eropa, burung itu akan terbang sesuai aturan UE kami," tegas kepala industri European Union (UE), Thierry Breton, melalui unggahan akun resmi Twitter-nya.
Editor: Iswara N Raditya