Menuju konten utama

Eks Timses Prabowo Andre Rosiade & Dugaan Rekayasa Kasus Prostitusi

Begini duduk perkara politikus Andre Rosiade menggerebek prostitusi online di sebuah hotel di Padang. 

Eks Timses Prabowo Andre Rosiade & Dugaan Rekayasa Kasus Prostitusi
Politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade saat ditemui wartawan di Museum Kepresidenan Balai Kirti, kompleks Istana Bogor, Rabu (15/5/2019). tirto.id/Bayu

tirto.id - Oktober 2017, seorang perempuan berinisial NN (26) mencoba peruntungan dengan hijrah dari Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tantenya menawarkan kerja sebagai petugas spa di Daima Hotel Padang, Sumatera Barat.

Dia lantas berkenalan dengan seorang laki-laki yang kini menjadi suaminya. "Nikahlah dengan dia, jadi istri kedua," tutur NN dalam rekaman yang didapat Tirto dari Covesia, media jaringan Suara.com. Dia memutuskan keluar dari pekerjaannya itu karena "ujung-ujungnya layani cowok."

Akhir Desember 2019 atau setelah dua tahun menikah, keuangan NN dan suami tak kunjung membaik. Duit mereka tak selalu cukup buat beli susu anaknya yang berusia satu tahun.

NN sempat kembali ke kampung halamannya selama tiga bulan, ketika hamil besar. Ia lantas memutuskan kembali ke Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat itu, tepatnya ke Ulak Karang.

Ia indekos daerah Sawahan, Padang Timur. Di sana dia mencermati bagaimana perempuan setempat mendapatkan duit. NN menemukan kebanyakan dari mereka adalah 'wanita malam' yang kerja di tempat karaoke. Para perempuan ini aktif menggunakan aplikasi pesan instan MiChat untuk menarik pelanggan, kata NN.

Di penghujung tahun lalu, NN mulai aktif pula ber-MiChat.

Lalu NN kenal seorang pria bernama Afriyanto Saputra (24), terduga muncikari, dua pekan sebelum polisi mencokok dirinya atas dugaan prostitusi daring.

Pada 26 Januari, ia dan Afriyanto menuju ke Kyriad Bumiminang Hotel Padang. Seorang pelanggan bernegosiasi dengan Afriyanto, berikut nomor kamar dan tarif. Percakapan itu dilakukan sekitar pukul 12.00 WIB dan kesepakatan tercapai.

Afriyanto mengantar NN hingga ke depan kamar nomor 606. Di dalamnya sudah ada pelanggan yang menanti. "Tamu itu bilang, tunggu jam 14, ya, kamar belum ready," ucap NN menirukan.

Sang tamu sempat bertanya ulang soal harga kepada NN ketika di kamar. NN mengklaim dirinya tidak tahu siapa sang pemesan.

Si tamu memiliki uang tunai Rp500 ribu, Rp300 ribu sisanya dijanjikan melalui transfer. NN tidak masalah dengan itu, namun si tamu ternyata kembali merundingkan tarif. Orang ini mengaku internet banking miliknya tidak bisa digunakan dan menawarkan sisanya diberikan setelah 'main'.

Agar NN percaya, dia dipersilakan memegang telepon seluler si tamu.

"Aku jawab, 'tidak bisa. Kalau mau, abang turun saja dahulu ambil uangnya,'" sambung dia.

Akhirnya si tamu mengalah dan mengeluarkan Rp750 ribu. Lelaki itu meminta NN menanggalkan pakaiannya. NN lantas meletakkan pakaiannya di ujung kasur dekat jendela, kemudian si tamu mengajaknya ke kamar mandi.

NN sudah menyiapkan dua kondom di kamar.

Di tengah 'permainan', bel pintu berdering. Si tamu bilang yang memencet tombol pasti petugas kebersihan. "Padahal kamar rapi," kata NN. NN mulai curiga dengan gelagat tamunya kali ini.

Si tamu keluar kamar mandi dan mengambil pakaiannya. NN mengikuti tapi tidak ikut ambil baju. Dia mencari handuk, tapi tak ada. NN semakin curiga ada yang tidak beres.

Usah berpakaian, "dia buka pintu, aku duduk di belakang dia."

Yang ditakutkan NN terjadi. Mereka digerebek. Orang-orang--yang belakangan diketahui dari Subdit V Cyber Polda Sumatera Barat--berdatangan masuk kamar, ada pula yang membawa kamera.

NN yang terhimpit pintu berlari ke kamar mandi dan berteriak tak mau keluar jika masih telanjang. Seorang wartawan perempuan lantas mengambilkannya pakaian.

Bagaimana dengan si tamu? Ternyata dia adalah bagian dari skenario penggerebekan. Tapi si tamu menghilang begitu pintu dibuka.

"Kalau memang niat gerebek aku, begitu ketuk pintu, wartawan ada, aku tidak bisa lari, tidak bisa bohong. Bukti ada, aku juga bawa kondom. Kenapa harus 'pakai' aku dulu?" aku NN, lalu mengatakan si tamu itu sudah pakai satu kondom. Kondom lain dibuang.

NN tak mengenal si tamu. Sama sekali. Tapi ia menaksir lelaki itu berusia 40an tahu. "Saya tidak pernah bertanya," katanya.

Kini NN mendekam di Rutan Polda Sumatera Barat. "Keduanya (NN dan Afriyanto) tersangka," ujar Kabid Humas Polda Sumatera Barat Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto kepada reporter Tirto, Selasa (4/2/2020). Penangkapan NN berdasar Laporan Polisi Nomor: LP/39/A/I/2020/SPKT SBR.

Keduanya dijerat Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE juncto Pasal 296 KUHP juncto Pasal 506 KUHP.

Bak sudah jatuh tertimpa tangga, NN pun harus menanggung beban tambahan lantaran Selasa lalu suaminya datang menengok dan menyatakan ingin cerai.

Polisi Masa Bodoh dengan Pengguna Jasa dan Pelapor

Pria plontos berkacamata itu berjalan di koridor hotel sembari berkata "Ayo, kita buktikan sekarang. Kita buktikan hari ini bahwa di Padang ada prostitusi online." Aksi itu direkam dan viral di akun media sosial Instagram.

Kemudian dia memasuki kamar bersama polisi berpakaian kerah, sembari menunjuk tumpukan uang pecahan Rp50 ribu dan telepon seluler di atas meja bundar cokelat. Ia mengklaim berhasil membuktikan memang ada praktik prostitusi online.

Lelaki yang turut serta hadir dalam penggerebekan itu ialah Andre Rosiade, anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi Partai Gerindra yang pada Pilpres 2019 lalu jadi Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (Jubir BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Andre bilang dia tahu kasus ini dari laporan masyarakat. Tahun lalu, Andre adalah calon anggota DPR Daerah Pemilihan 1 Sumatera Barat. Kota Padang masuk dalam wilayah pemilihan itu.

"Saya dipilih oleh masyarakat [di] 11 kota/kabupaten. Di Padang saya dapat 70 ribu suara. Karena saya besar dan lahir di sana, masyarakat melaporkan, maka jadi perhatian saya. Masak saya diam saja?" ujar Andre kepada reporter Tirto, Rabu (5/2/2020).

Pada 26 Januari, ia menginjak kota itu dan bertemu dengan masyarakat yang menunjukkan aplikasi MiChat. "Setelah itu saya telepon polisi untuk minta back up. Kemudian datang Polisi Siber, saya perlihatkan aplikasi itu," ujar Andre

Andre mengaku memang awalnya dialah yang maju paling depan, sebagaimana yang direkam dalam video. Tapi ketika masuk kamar, polisi dan 25 wartawan yang didahukukan.

Dia lantas mengklarifikasi ihwal NN yang 'dipakai' terlebih dahulu.

"Logika dia 'dipakai' itu tidak ada. Pertama, karena [kondom] utuh. Kedua, karena masyarakat (si tamu) tahu mau digerebek. Masak punya waktu untuk 'pakai'?" imbuh Andre.

Menurutnya beberapa hari setelahnya kasus serupa terulang. "Intinya apa? Ini sudah praktik yang luar biasa dan harus kita lawan."

Andre lantas bicara hal-hal yang di luar nalar dengan menghubungkan prostitusi dengan bencana alam. "Saya tidak mau Padang kena azab, kena tsunami."

Ia heran kenapa kejadian yang sudah lewat 10 hari diviralkan pada 4 Februari dengan konteks 'Andre menjebak'. Berdasarkan formulir pendaftaran Kyriad Bumiminang Hotel Padang, tertera "Andre Rosiade, Mr/Bimo" dalam kolom nama pemesan.

Namun Andre menegaskan dia tidak memesan jasa NN. Si tamu sekaligus yang lapor pertama kalilah yang melakukannya. Sementara kamar hotel dipesan staf, aku Andre.

"Ada staf saya yang membantu pemesanan kamar, namanya Bimo. Dia itu yang ke resepsionis, pakai KTP dia, bayar cash. Orang lain yang memesan, kok, ditulis nama saya."

Aksi penggerebekan ini menuai respons warganet. Andre dianggap memfasilitasi prostitusi.

Tapi Kombes Pol Stefanus menyatakan Andre tidak turut diperiksa polisi atas sebagai 'fasilitator'. "Tidak. Karena dia memberi informasi adanya prostitusi online, itu bagian dari membantu tugas Polri."

Tidak Adil

Komisioner Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyatakan NN diperlakukan tidak adil karena di satu sisi dia "dijadikan objek dan ditahan," tapi di sisi lain "pengguna jasanya tidak mendapat perlakuan yang sama."

Kepada reporter Tirto, Rabu (5/2/2020), Siti mengatakan yang harus ditangkap adalah perekrut/muncikari/germo. Ini sesuai dengan Pasal 296 jo. Pasal 506 KUHP.

Pasal 296 berbunyi: "barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah."

Sementara Pasal 506 berbunyi: "barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun."

Ia juga menilai polisi semestinya melihat akar persoalan. Dalam kasus NN, dia adalah korban tipu daya.

"Saya pikir siapa pun, termasuk Andre, jika ingin membangun citra di daerah, akan lebih baik dengan [cara] membangun sistem pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan. Agar lebih terasa manfaatnya dan keberlanjutan," Siti menegaskan.

Siti juga mempermasalahkan pernyataan Andre yang mengaitkan prostitusi dengan bencana. "Gempa atau tsunami bisa juga terjadi di negara yang tidak ada prostitusi," sambung dia.

Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur memberikan dua catatan yang pada dasarnya sama-sama mengkritik sikap Andre dan polisi.

Pertama, pekerja seks itu tidak ada pidananya. "Tidak terjadi motif jika tidak ada yang memesan dia," ucap Isnur kepada reporter Tirto.

Kedua, justru Andre yang semestinya diperkarakan. "Polisi seharusnya memidanakan terlebih dahulu orang yang mengatur peristiwa itu. Justru dia (Andre) yang merencanakan. Dia otaknya. Korban dijebak tapi malah dipidana," kata Isnur, lalu menegaskan cara penjebakan seperti ini dapat merusak sistem hukum.

NN tidak hanya dibela YLBHI dan Komnas Perempuan. Women Crisis Center Nurani Perempuan Padang sudah menggagas petisi daring yang intinya mendesak polisi membebaskan NN.

Baca juga artikel terkait PROSTITUSI ONLINE atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri