tirto.id - Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai Mahkamah Agung (MA) melewatkan kesempatan emas untuk mewujudkan pemilu yang lebih demokratis dan berintegritas dengan memutus mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba, dan kejahatan seksual pada anak bisa maju menjadi calon legislatif.
Menurutnya, MA tak mempertimbangkan dampak yang terjadi jika mantan napi kejahatan tersebut menjadi anggota DPR atau DPRD. Donal menyebut, jika anggotanya tidak berintegritas dan berkualitas maka hakim agung juga tidak berintegritas dan berkualitas karena yang memilih hakim agung adalah Komisi III DPR RI.
"Siklus yang saling berkaitan ini yang tidak dibaca secara utuh oleh Mahkamah Agung menurut kami," kata Donal di kantor ICW, Jakarta, Minggu (16/9/2018).
Terlebih ia mengatakan seharusnya mA lebih peka terhadap aspirasi suara publik lewat petisi di Change.org #koruptorkoknyaleg yang sejauh ini sudah ditandatangani oleh sekitar 248.300 lebih orang yang seharusnya ditangkap sebagai kegelisahan publik.
"Kami menilai ada kejanggalan secara formil maupun materil terkait putusan MA ini karena ada perdebatan-perdebatan hukum yang mungkin terjadi," ucap Donal.
Selain itu ia secara tegas menyatakan jika dalam pertimbangan MA menganggap bahwa Pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 adalah bertentangan dengan Pasal 204 UU Pemilu Nomor 7 itu justru keliru karena pengaturan dan objeknya berbeda.
"Pasal 204 UU Pemilu Nomor 7 mengatur syarat calon indvidu. Sedangkan Pasal 4 ayat 3 syarat pencalonan dimana otoritas dan ruang lingkupnya adalah partai politik ini adalah dua hal yang berbeda menurut saya," tegas Donal.
Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk mengabulkan gugatan uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018. Ketentuan yang dibatalkan MA tersebut mengatur larangan terhadap eks narapidana (napi) korupsi, mantan napi bandar narkoba dan eks napi kejahatan seksual pada anak menjadi calon legislatif (caleg).
Selain itu, MA juga mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. Ketentuan ini juga mengatur larangan bagi mantan napi korupsi, bandar narkoba dan kasus kejahatan seksual pada anak menjadi bacaleg.
Keputusan ini memastikan para mantan napi korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual pada anak bisa maju sebagai caleg DPR/DPRD maupun DPD.
Penulis: Atik Soraya
Editor: Dipna Videlia Putsanra