tirto.id - Ekonomi Venezuela sebagian besar bergantung pada sektor minyak bumi dan manufaktur. Ekspor minyak menyumbang lebih dari 50 persen dari PDB negara dan sekitar 95 persen dari total ekspor. Negara Amerika Latin ini merupakan anggota terbesar kelima OPEC dalam hal produksi minyak.
Sejak 1950 hingga awal 1980-an, ekonomi Venezuela mengalami pertumbuhan yang stabil. Pertumbuhan ini menarik cukup banyak imigran. Selama jatuhnya harga minyak di tahun 1980-an, ekonomi Venezuela berkontraksi, inflasi meroket mencapai puncak dari 84 persen pada tahun 1989 dan 99 persen pada 1996.
Venezuela juga memproduksi dan mengekspor produk industri berat seperti baja, aluminium dan semen, dengan produksi terkonsentrasi di sekitar Ciudad Guayana, dekat Guri Dam. Sementara itu, sektor pertanian hanya menyumbang sekitar 3 persen dari PDB. Venezuela mengekspor beras, jagung, ikan, buah-buahan tropis, kopi, daging babi, dan daging sapi. Negara ini tidak begitu mandiri dalam bidang pertanian.
Pada 2013, Global Misery Index menempatkan Venezuela sebagai negara dengan indeks kesengsaraan paling tinggi. Sementara itu, dari segi kemudahan melakukan bisnis, International Finance Corporation memposisikan Venezuela pada peringkat 180 dari total 185. Venezuela menjadi salah satu yang terburuk bagi para pelaku bisnis.
Tahun 2014, Venezuela memasuki resesi ekonomi. Dua tahun berturut-turut, Global Misery Index menempatkannya pada posisi teratas. Menurut Foreign Policy, Venezuela menduduki peringkat terakhir di dunia pada Index Basis Yield. Ini artinya, investasi di Venezuela hanya memberikan imbal hasil yang sangat kecil.
Peringkat Venezuela kembali memuncaki pada Global Misery Index di tahun 2015 dan 2016. Pada 2015, tingkat inflasi Venezuela mencapai 270 persen. Ini adalah inflasi tertinggi dalam sejarah Venezuela dan juga dunia. Parahnya lagi, Bank of America menyatakan bahwa inflasi bisa mencapai 1.000 persen tahun ini.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Wan Ulfa Nur Zuhra