tirto.id - Kebijakan bagasi berbayar yang diterapkan sejumlah maskapai penerbangan tak hanya merugikan penumpang, tapi menimbulkan efek domino bagi sektor lain, seperti pariwisata, perhotelan, hingga usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Kebijakan bagasi berbayar ini menurunkan jumlah penumpang pesawat dan menyebabkan pembatalan perjalanan oleh wisatawan di beberapa tempat," kata Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Guntur Sakti ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis (31/1/2019).
Sebab, kata Guntur, sekitar 30-40 persen pengeluaran wisatawan diisi kebutuhan transportasi. Ini diyakini akan menjadi masalah bila persentase itu naik hingga 80 persen dari total pengeluarannya.
Akibatnya, kata Guntur, tidak hanya sektor pariwisata yang terkena imbas, melainkan juga berpengaruh pada okupansi hotel di sejumlah daerah destinasi wisata. "Travel agent misalnya, saat ini ragu bahkan tidak berani menjual paket," kata Guntur.
Pernyataan Guntur ini selaras dengan data PT Angkasa Pura II yang dikutip Antara. Selama periode 1-21 Januari 2019, sekitar 433 penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, dibatalkan. Jumlah ini terdiri dari 212 penerbangan domestik menuju Pekanbaru, 217 dari Pekanbaru, dan empat penerbangan internasional.
Kondisi serupa terjadi di Bandara Internasional Minangkabau, Padang. Seperti dikutip Antara, 23 Januari, selama periode 1-21 Januari 2019, terdapat 467 penerbangan yang dibatalkan. Alasan pembatalan tersebut karena sepinya penumpang akibat kenaikan tarif pesawat.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengamini pernyataan Guntur Sakti. Ia bahkan mengatakan kebijakan bagasi berbayar sebagai bentuk disinsentif bagi industri pariwisata.
Belum lagi, kata Hariyadi, mahalnya harga bagasi itu diperburuk dengan kehadiran tiket pesawat yang relatif lebih mahal dari biasanya.
Berpengaruh Pada Perhotelan dan UMKM
Menurut Hariyadi, jika kebijakan ini tak kunjung diatasi, maka tidak hanya industri wisata yang akan menderita, tetapi perhotelan dan industri penerbangan. Sebab, kata dia, dampak penurunan wisatawan akan berdampak pada sektor lain.
"Ini mulai ada pengaruh [ke industri perhotelan]. Lalu untuk perusahaan penerbangan juga rugi karena [pemumpang] mereka juga turun [jumlahnya]. Akhirnya semua akan menderita," kata Hariyadi saat dikonfirmasi reporter Tirto.
Hariyadi menambahkan, dampak bagi industri perhotelan terjadi secara menyeluruh di sejumlah tempat wisata. Meski demikian, ia belum dapat merinci detailnya. Sebab, kata dia, hal ini perlu diamati paling tidak satu bulan ke depan secara month to month.
"Kami amati ini sudah mulai turun [okupansi hotel]. Trennya sudah menurun," kata Hariyadi.
Wakil Presiden Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan (ASTINDO) Rudiana mengatakan bagasi pesawat berbayar juga bisa mengganggu pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Orang jadi enggak mau beli oleh-oleh karena takut bawaannya akan kena cas bagasi. Kami, kan, sedang mendorong untuk UMKM, kan, supaya mereka bisa jualan sovenir oleh-oleh ya," kata dia kepada reporter Tirto, Rabu (30/1/2019).
Selain itu, kata Rudiana, jika bagasi dikenakan tarif kemudian nilainya dijumlahkan dengan harga tiket pesawat, dikhawatirkan harga tarif batas atas pesawat akan terlampaui.
"Kan, banyak yang bilang kalau harga [tiket] yang sekarang ketinggian enggak masuk akal. Sekarang banyak orang yang ribut,” kata dia.
Kemenpar Bentuk Tim
Kementerian Pariwisata menyadari sejumlah efek domino yang muncul akibat kebijakan bagasi berbayar yang diterapkan sejumlah maskapai penerbangan. Karena itu, kata Guntur, Kemenpar mengirim tim yang diketuai Staf Khusus Menteri Pariwisata Bidang Aksesibilitas Judi Rifajantoro.
Tim ini bertugas melaporkan situasi lapangan di level masyarakat dan mengumpulkan masukan yang diperlukan bagi pemangku kepentingan terkait.
Guntur menegaskan solusi ini penting untuk menjaga iklim yang kondusif bagi perkembangan sektor pariwisata. Namun, di saat yang sama ia akan berupaya melakukannya tanpa mengabaikan kelangsungan bisnis penerbangan.
Karena itu, kata Guntur, Kemenpar akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Tujuannya untuk menemukan titik temu dan solusi terbaik dari masalah ini.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana Pramesti usai rapat dengan Komisi V DPR RI, Selasa, 29 Januari, mengatakan setuju untuk mengkaji ulang kebijakan bagasi berbayar oleh maskapai penerbangan ini.
Dalam keterangan tertulis, Kamis (31/1/2019), Polana mengatakan Citilink, salah satu maskapai yang menerapkan bagasi berbayar siap menunda kebijakannya. Ini sebagai tindak lanjut dari desakan Komisi V DPR yang meminta Kemenhub dan maskapai menunda kebijakan ini.
"Citilink sudah setuju menunda penerapan bagasi berbayar hingga waktu yang belum ditentukan," kata Polana.
Polana menjelaskan, Kemenhub juga tengah mengevaluasi penerapan ketentuan bagasi berbayar sebagaimana diatur dalam Permenhub No. PM 185 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Dalam Negeri.
"Kami akan kaji atau evaluasi terhadap semua aturan mulai dari PM 14 tahun 2016 sampai PM 185 tahun 2015," kata Polana.
Menurut Polana, pengkajian ulang ini dilakukan agar terjadi keseimbangan dan tidak memberatkan masyarakat serta menjaga kelangsungan maskapai.
Sebab, bagasi berbayar yang diterapkan maskapai ini sebagai siasat perusahaan menghadapi harga bahan bakar avtur yang mahal hingga beban biaya operasional yang menggerogoti keuangan maskapai.
Penulis: Abdul Aziz