Menuju konten utama

DPRD DKI: Pemanfaatan Pulau Reklamasi Jadi Urusan Anies

Wakil Ketua DRPD DKI Jakarta Muhammad Taufik mendesak pembahasan perjanjian kerja sama pemanfaatan pulau reklamasi, yakni antara Pemprov DKI dengan PT KNI, dihentikan.

DPRD DKI: Pemanfaatan Pulau Reklamasi Jadi Urusan Anies
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5/2017). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Wakil Ketua DRPD DKI Jakarta Muhammad Taufik mendesak pembahasan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Kapuk Niaga Indah (KNI), mengenai pemanfaatan pulau-pulau reklamasi, ditunda.

Menurut dia, proses pembahasan itu semestinya menjadi kewenangan Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang akan dilantik pada Oktober 2017 mendatang.

Taufik mengatakan penyerahan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) kepada Pemprov DKI juga tidak bisa menjadi dasar bagi pemerintahan Gubernur Djarot Saiful Hidayat untuk memproses perizinan terkait pemanfaatan dua pulau reklamasi, yakni Pulau C dan D.

Alasan dia, hingga saat ini, DPRD DKI Jakarta belum merampungkan pembahasan dua Raperda tentang Reklamasi. Taufik menegaskan, selama dua Raperda itu belum terbit, penerbitan izin pemanfaatan Pulau C dan D, seperti Hak Guna Bangunan (HGB) dan lainnya, tidak bisa diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada pihak pengembang.

"Perdanya belum selesai dibahas, mau apa?" Kata Taufik saat dihubungi Tirto, Rabu (23/8/2017).

Dua Raperda itu ialah Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura). Keduanya menjadi landasan yuridis untuk pendirian bangunan di atas pulau hasil reklamasi teluk Jakarta.

DPRD DKI Jakarta memutuskan menunda pembahasan dua Raperda itu sejak akhir Juli 2017 lalu. Penundaan itu sebab belum ada kejelasan dari pemerintah pusat terkait kelanjutan Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang memayungi dua Raperda tersebut.

Taufik membenarkan pemanfaatan Pulau C dan D memang harus dikelola oleh pengembang sebab pembuatan pulau reklamasi itu dilakukan oleh PT KNI. Tapi, proses itu perlu didahului oleh pengesahan dua Raperda tersebut.

Karena itu, menurut Taufik, pendirian sejumlah bangunan di atas pulau reklamasi saat ini merupakan pelanggaran hukum yang dibiarkan oleh Pemprov DKI.

"Raperda itu tata ruang. Waktu mau membangun musti ikuti aturan tata ruang," ujar dia.

Pernyataan Taufik ini berkebalikan dengan keterangan Sekertaris Daerah DKI Jakarta Saefullah pada Selasa kemarin. Menurut dia, Pemprov DKI akan tetap melanjutkan proses pengurusan administrasi perizinan pemanfaatan pulau C dan D.

Dia mengklaim proses ini tidak melanggar aturan sebab moratorium hanya diberlakukan untuk kegiatan fisik berupa pembangunan di atas pulau reklamasi. Saefullah mencontohkan proses pengurusan administrasi perizinan tersebut terkait dengan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Hak Guna Bangunan (HGU), Hak Guna Usaha (HGU) dan lain-lain.

"Biar pengembang bisa jualan, terus bisa terisi pulaunya, DKI dapat pajak," kata Saefullah.

Menurut Saefullah, pulau C dan D kini telah resmi menjadi milik Pemprov DKI Jakarta setelah menerima penyerahan sertifikat HPL dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) pada Minggu kemarin (20/8/2017). Sementara pembahasan poin-poin Perjanjian Kerjasama antara Pemprov DKI dengan PT KNI telah berlangsung sejak 27 Juli 2017 lalu.

"Perjanjian kerja sama pemanfaatan pulau bersama PT KNI masih dalam pembahasan," ujar Saefullah.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom