tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Menurut Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf, RUU tersebut merupakan upaya untuk mengoreksi kelemahan dalam tata kelola penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia selama ini.
Dede menilai penempatan pekerja migran Indonesia ke negara lain masih belum disertai adanya sistem perlindungan yang kuat dan menyeluruh. Salah satu dampak dari lemahnya perlindungan itu, di antaranya membuka peluang terjadinya praktik perdagangan manusia.
“RUU yang semula tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri berubah menjadi RUU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. RUU ini memberikan tugas dan tanggung jawab besar kepada negara dalam keseluruhan proses dan kegiatan perlindungan serta penempatan pekerja migran Indonesia,” ujar Dede saat Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (25/10).
Dede menyatakan bahwa dalam pembahasan RUU tersebut, DPR RI dan pemerintah telah mempertimbangkan sejumlah konsep dasar guna melindungi pekerja migran Indonesia.
Pertama, DPR RI mendorong adanya penajaman peran pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada pekerja. Selama ini, pemerintah daerah masih belum banyak dilibatkan dalam upaya perlindungan, kecuali pada saat pekerja mengalami musibah.
Kedua, fungsi dan peranan perwakilan RI di luar negeri juga rencananya bakal lebih dipertajam. “Atase ketenagakerjaan dibentuk sebagai bagian dari perlindungan sejak awal. Ketika informasi permintaan pekerjaan disampaikan, lalu diverifikasi, tervalidasi, hingga dapat diyakini tidak ada informasi yang menyesatkan,” ucap Dede.
Ketiga, perlindungan jaminan sosial bagi pekerja migran Indonesia juga rencananya akan dilakukan pihak swasta dalam tiga konsorsium besar. Jaminan perlindungan sosialnya pun dikatakan bakal diberikan mulai dari sebelum bekerja, selama bekerja, hingga setelah bekerja.
Keempat, pekerja migran Indonesia akan dibantu oleh Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). “Itu untuk menjamin bahwa pelayanan pengurusan persyaratan dan administrasi pekerja migran Indonesia sesuai dengan kebutuhan,” kata Dede lagi.
Kelima, RUU tersebut mengatur peran swasta yang selama ini dirasa lebih mendominasi. Dengan begitu, pekerja migran Indonesia menjadi mungkin untuk dapat bekerja secara perseorangan.
Keenam, pembiayaan yang selama ini dianggap membebani calon pekerja migran Indonesia, seperti sejumlah pungutan dan pemotongan gaji, akan ditiadakan.
Sementara Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menekankan pentingnya kehadiran negara untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada warga negaranya. Dengan RUU yang baru disahkan itu, Hanif mengimbau agar pengelolaan bagi pekerja migran wajib ditingkatkan serta turut dikembangkan aspek manajemen risiko dan peluang yang menyeluruh.
“Kita ingin ke depannya tenaga kerja kita di luar negeri dapat perlindungan yang terintegrasi. Pemberdayaan ekonomi dan sosial adalah substansi penting dalam RUU ini,” ungkap Hanif dalam kesempatan yang sama.
Pengesahan RUU rupanya juga disambut baik oleh anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka.
Menurut Rieke, pengesahan yang dilakukan merupakan pencapaian tersendiri, mengingat proses penggodokan RUU ini memakan waktu hampir 7 tahun lamanya. “Selanjutnya mari kita kawal implementasinya,” ucap Rieke.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto