tirto.id -
Djuned menyatakan pembangunan apartemen untuk anggota DPR tak pernah masuk dalam pembicaraan penataan kawasan DPR.
"Kita belum pernah berbicara itu. Jadi masalah apartemen ditutup dulu ya, nggak ada," kata Djuned di Komplek DPR Senayan, Senin (22/8/2017).
Pernyataan Djuned tersebut dapat dikatakan membantah pernyataan-pernyataan pimpinan DPR seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang menganggap pembahasan pembangunan apartemen sudah disetujui oleh Sekjen sejak 2015.
Sebab, menurut Djuned, dalam pembahasan penataan kawasan DPR tahun 2015 yang menjadi prioritas adalah pembangunan gedung dan alun-alun demokrasi.
"Jadi sudah ada penataan kawasan dan itu akan sebagai acuan ke depannya," kata Djuned.
Pada 2015 tersebut, Djuned menyatakan Sekretariat Jenderal DPR juga telah mengadakan sayembara untuk konsep penataan kawasan DPR. Maka, menurutnya, masalah untuk tahap selanjutnya perencanaan, manajemen konstruksi, dan manajemen konsultan.
Meski begitu, Djuned menyebut pada tahap selanjutnya bukan berarti akan digarap oleh pemenang sayembara. Melainkan, menurutnya, akan diselenggarakan tender ulang untuk itu.
"Tentu nanti akan kita lelang lagi. Penataan kawasan itu kita belum bicara soal tender dan lain-lain ya," kata Djuned.
Terkait anggaran pembangunan gedung DPR, Djuned menyatakan akan masuk dalam anggaran tahun 2018, bukan anggaran tahun 2017.
"Sehingga nanti untuk anggaran 2018 kita akan melaksanakan perencanaan untuk pembangunan. Sehingga nantinya gedung itu tidak mungkin selesai untuk DPR periode sekarang," kata Djuned.
Adapun anggaran yang akan digunakan dalam pembangunan itu, menurut Djuned, sebesar lebih kurang Rp600 miliar. Dari jumlah tersebut, untuk tahap awal dibutuhkan sekitar Rp320,4 miliar.
"Kemungkinan untuk pembangunannya sendiri akan dilaksanakan akhir 2018 atau 2019," kata Djuned.
Sementara, mengenai spesifikasi gedung yang akan dibangun, Djuned menuturkan akan mengikuti peraturan sesuai dengan hasil studi banding mereka ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahwa, untuk pejabat negara luasannya itu adalah 117 meter persegi, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011.
"Baik itu yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga lain, seperti halnya BPK maupun MK, standar bangunan untuk pejabat negara itu, sama dengan pejabat eselon satu," kata Djuned.
Spesifikasi itu menurut Djuned sudah muat untuk menampung anggota DPR dengan 5 tenaga ahli dan dua asisten pribadi dalam satu ruangan.
Namun, menurut Djuned, Gedung Nusantara I yang saat ini digunakan tidak akan dirobohkan. Sebab, menurutnya, "dari hasil sebuah penelitian, badan keahlian dan kesekretariatan jenderal itu kekurangan pegawai. Diperkirakan masih kekurangan 1000 pegawai kurang lebih. Oleh karena itu pasti akan kita gunakan Gedung Nusantara I."
BURT Hanya Mengusulkan Anggaran
"Itu urusan Sekjen. Kita ini cuma mengusulkan anggaran ke Banggar," kata Anton di Komplek DPR Senayan, Selasa (22/8/2017).
BURT pun mengusulkan adanya penambahan pagu anggaran DPR sebesar Rp7,2 triliun. Tapi, yang disetujui hanya Rp5,7 triliun dalam rapat paripurna anggaran April lalu.
Anton pun menolak bila masalah ini terus menjadi polemik dengan menyudutkan BURT. Sebab, menurutnya, pembangunan gedung ini bukanlah sebuah proyek dan dananya sudah transparan.
"Janganlah kalian ini anggap kami main pagu anggaran. Ini pembahasan anggaran paling transparan yang saya tahu," kata Anton.
"Kemarin kan juga sudah dibilang itu pembahasan dengan Kementerian PUPR," imbuhnya.
Untuk itu, Anton menyatakan apakah dana tersebut akan digunakan untuk pembangunan apartemen atau hanya untuk pembangunan gedung DPR sepenuhnya diserahkan ke Sekjen DPR.
Dirinya hanya mengatakan, selain untuk gedung yang butuh dana sebanyak Rp601 miliar, juga ada Rp208 miliar untuk alun-alun demokrasi, perpustakaan dan museum DPR.
"Saya hanya usulkan untuk renovasi gedung. Saya ini hanya ingin anak buah saya itu tidak sempit-sempitan. Ada yang enggak kebagian tempat duduk juga," kata Anton.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri