Menuju konten utama

DLH DKI: Kualitas Udara di Jakarta Didominasi Kondisi Tidak Sehat

Berdasarkan enam parameter, kendaraan transportasi menjadi penyumbang terbanyak emisi pencemaran udara di Jakarta.

DLH DKI: Kualitas Udara di Jakarta Didominasi Kondisi Tidak Sehat
Kabut polusi udara menyelimuti kawasan Jakarta, Selasa (8/10/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama.

tirto.id -

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI mengatakan kualitas udara di Jakarta didominasi dengan kondisi kategori "Sedang" dan "Tidak sehat" selama periode 2012-2020 berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU).

Kategori itu diketahui dari delapan Stasiun Pemantau Kualitas Udara Jakarta, yaitu lima fixed station di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebun Jeruk. Lalu tiga mobile station digunakan saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di lima wilayah Jakarta.

Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan DLH DKI, Yusiono A Supalal saat acara Balkoters Talk bertajuk "Tekan Emisi, Jakarta Bebas Polusi" yang digelar secara daring, Kamis (30/12/2021).

"Secara umum bahwa di DKI Jakarta didominasi oleh kondisi sedang dan kondisi tidak sehat. Meskipun ada di tahun-tahun tertentu, itu ada kondisi sangat tidak sehat dan trennya kita bisa melihat di sini bahwa di tahun 2020 dominasinya itu oleh kategori sedang. Jadi ini kondisi kualitas udara DKI Jakarta," kata Yudiono.

Sementara pada periode Januari- Desember 2021, didominasi dengan kategori sedang. "Artinya apa, sedang ini kondisi di mana aman untuk melakukan aktivitas di luar ruangan," ucapnya.

Yudiono menjelaskan berdasarkan enam parameter, kendaraan transportasi menjadi penyumbang terbanyak emisi pencemaran udara di Jakarta.

Berdasarkan data DLH DKI, sumber emisi pencemaran udara karbonmonoksida (CO) sebanyak 96,36% berasal dari transportasi. Kemudian disusul Industri Energi 1,76%; Industri Manufaktur 1,25%; Perumahan 0,59%; dan Komersial 0,03%.

Kemudian Belerang Dioksida (SO2) didominasi Industri Manufaktur sebesar 61,96%. Selanjutnya nitrogen oksida (NOx) didominasi dari transportasi sebesar 72,4%.

Lalu partikel udara berukuran 10 mikrometer (PM10) didominasi transportasi sebesar 57,99%, partikel udara berukuran 2,5 mikrometer (PM2.5) didominasi transportasi sebesar 67,03%, dan terakhir black carbon (BC) didominasi transportasi sebesar 84,04%.

"Ini adalah gambaran kita bersama bahwa sumber pencemar udara DKI Jakarta itu adalah dari sektor transportasi ini," tuturnya.

Untuk melakukan pengendalian kualitas udara, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI melakukan sejumlah regulasi. Seperti Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Kemudian Pemprov DKI mengimbau masyarakat jalan kaki, menggunakan kendaraan ramah lingkungan, menggunakan transportasi umum, dan kendaraan pribadi disinsentif.

Selanjutnya menerapkan uji emisi kendaraan pribadi, penerapan ganjil genap, dan peningkatan tarif parkir yang terlayani di area-area angkutan umum.

"Sesuai dengan aturan tadi, saya ingin lebih fokus untuk kendaraan atau dari sektor transportasi terlebih dahulu," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KUALITAS UDARA DI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari