tirto.id - Peristiwa pengusiran pengusiran pengurus masjid terhadap calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menunjukkan tindakan radikalisme, menurut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz.
"Pengusiran Djarot menunjukkan radikalisme yang merusak tata krama dan sopan santun Islam di Jakarta," kata Djan di Jakarta, Jumat (14/4/2017).
Djan mengimbau seluruh umat Nahdlatul Ulama (NU) merebut kembali kepengurusan masjid dari kelompok radikal di wilayah Jakarta, seperti diwartakan Antara.
Mantan Menteri Perumahan Rakyat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu meminta pelaksana Gubernur DKI Jakarta Sumarsono menindak pengurus masjid yang radikal mengusir Djarot.
Sebelumnya, sejumlah jamaah Masjid Jami Al Atiq Tebet Jakarta Selatan menolak kehadiran Djarot saat salat jumat.
Beberapa orang dan takmir masjid meminta Djarot keluar seraya berteriak takbir di tempat salat jumat tersebut.
Pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama itu meninggalkan lokasi usai mendapatkan pengusiran tersebut.
Meskipun menerima penolakan, Djarot sempat melayani sejumlah warga yang meminta foto bersama dan bersalaman.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU, Hery Haryanto Azumi menyatakan aksi pengusiran itu tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, kedatangan mantan Wali Kota Blitar tersebut semata-mata untuk menjalankan ibadah.
"Tindakan ini tidak bisa dibenarkan. Apalagi karena alasan politik," kata Hery dalam keterangannya kepada wartawan.
Lebih lanjut mantan Ketua Umum PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini menjelaskan, aksi yang dilakukan sekelompok orang itu jelas jauh dari nilai-nilai keislaman.
"Karena ini wajib, seharusnya kita semua berusaha mengajak orang untuk salat jumat. Bukan sebaliknya mengusir orang yang mau melaksanakan salat jumat," ujar pria asal Trenggalek, Jawa Timur ini.
Hery juga mengatakan, saat ini sejumlah kalangan tengah berupaya menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang toleran.
"Makanya, aksi seperti itu bisa merusak upaya dan kerja keras kita dalam menciptakan kehidupan yang toleran. Aksi intolerasi dipastikan akan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara kita," tuturnya.
Menurut pria dua anak ini, intoleransi cenderung pada praktik radikal. "Itu yang saya maksud, intoleransi dapat menghancurkan bangsa dan negara. Lihat Suriah, Libya, Yaman dan negara-negara gagal di Timur Tengah yang lain," tandasnya.
Hery pun mengajak segenap warga untuk melestarikan praktik-praktik keagamaan moderat yang telah menjadi tradisi dan ikon bangsa Indonesia sejak lama.
Islam merupakan faktor positif dalam pembangunan karakter dan bangunan negara. Itu sebagaimana terpatri dalam adagium "cinta tanah air adalah perwujudan iman seorang muslim" atau Hubbul Wathan Minal Iman.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri