tirto.id - Surat elektronik (surel) kembali dikirimkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kepada sejuta Wajib Pajak (WP) sebagai upaya imbauan untuk mengikuti program amnesti pajak setelah sebelumnya Jenderal Pajak telah mengirim surel kepada 204.125 WP, menjelang berakhirnya periode dua amnesti pajak pada 31 Desember 2016.
"Iya, sekarang kita terbitkan banyak sekali, kan yang belum ikut banyak," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Selasa, (31/1/2017) seperti dikutip dari Antara.
Pengiriman email yang kedua kalinya ini diharapkan bisa menambah jumlah peserta amnesti pajak yang saat ini baru mencapai kisaran 660.000 WP, padahal program "tax amnesty" akan berakhir dalam dua bulan mendatang.
"Ini sudah terakhir ya, amnesti kan tinggal dua bulan lagi. Dia akan meninggalkan kita untuk selama-lamanya, dan tidak akan pernah kembali lagi," ujarnya.
Pengiriman email ini dilakukan pada Rabu (25/1) karena masih banyak WP yang alpa untuk mengikuti amnesti pajak, padahal banyak harta maupun aset yang belum dilaporkan dan pengampunan pajak baru berakhir pada 31 Maret 2017.
Surat elektronik tersebut berisi data aset maupun harta milik WP yang diperoleh Direktorat Pajak dari pihak ketiga dan diduga belum dilaporkan sepenuhnya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
Data dari pihak ketiga itu berupa data terkait kepemilikan tanah, bangunan atau rumah, saham di perusahaan terbuka, kapal maupun kendaraan dan usaha lainnya dari lembaga terkait, tidak termasuk data dari pihak perbankan.
Selain memiliki database harta Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga memiliki para analis maupun staf yang memiliki kemampuan untuk melakukan penelusuran aset dengan bantuan instansi terkait.
Untuk itu, bagi Wajib Pajak yang menolak ikut amnesti pajak atau ikut tapi tidak melaporkan dengan benar, ada ancaman sanksi yang sangat berat berupa pengenaan pajak atas harta yang ditemukan serta denda hingga mencapai 200 persen.
Bagi WP yang memiliki tunggakan pajak maka kesempatan pengampunan ini bisa dimanfaatkan untuk menghapus sanksi administratif sehingga hanya perlu membayar pokok tunggakan, biaya penagihan dan uang tebusan dengan tarif rendah.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh