tirto.id - Dua pekan lalu (2/5/2020), perayaan Hari Buku Sedunia 2020 ditutup. Sebelum acara pamungkas yang menghadirkan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid sebagai pembicara, Wien Muldian selaku Ketua Perkumpulan LIterasi Indonesia dan Ketua Dewan Perpustakaan Jakarta, juga tampil sebagai pembicara dengan tema "Komunitas Baca sebagai Kolaborator Literasi di Era Makerspace".
Diskusi ini menyinggung soal pergeseran fungsi perpustakaan komunitas, taman bacaan masyarakat, aktivitas pendidikan, literasi, dan kebudayaan, di era revolusi industri 4.0.
Wien Muldian membandingkan posisi komunitas dan gerakan belajar berbasis teks di sejumlah negara. Menurutnya, di negara maju komunitas pembaca sudah berbasis digital. Kondisi itu menggeser ruang sehingga pembahasan dan perdebatan soal bacaan berlangsung lewat aplikasi.
Sebagai catatan, di Indonesia penerapan aplikasi seperti itu tentu saja belum sepenuhnya bisa dilaksanakan, sebab akses internet belum merata. Artinya, masih membutuhkan aksi para pegiat literasi yang mendistribusikan bahan bacaan ke pelbagai pelosok Nusantara.
Meski demikian, imbuhnya, konten bacaan cetak harus tetap diperhatikan, harus memiliki visi perubahan dan kolaborasi yang mencerahkan.
Penyesuaian Bahan Bacaan
Ke depan, kondisi dunia kerja yang diisi oleh generasi Z akan berubah. Mereka membutuhkan sumber bacaan sebagai pengetahuan yang sesuai dengan tantangan zamannya.
“Pekerjaan dengan orientasi rutinitas dan manual juga mulai mengalami penurunan di dunia kerjanya. Sedang kerjaan-kerjaan abstrak dengan skill yang lebih banyak dari sekadar kerjaan mekanis akan berkembang seiring perubahan teknologi,” ungkap Wien.
Dalam konteks gerakan literasi, hal ini berarti harus bisa memahami kemampuan mengakses, mengelola, menggunakan pengetahuan, serta informasi secara cerdas. Jadi gerakan literasi ke depan bukan sekadar gerakan ramai-ramai, hore-hore, dan euforia. Harus ada kolaborasi yang jelas untuk anak-anak dapatkan secara kontekstual dari aktivitas membaca.
Wien membayangkan terciptanya masyarakat pembaca dan pembelajar sepanjang hayat. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa masa depan gerakan literasi adalah bergesernya fokus pengembangn, dari yang semula mengampanyekan membaca sebagai rekreasi, atau membaca untuk mencari informasi, masuk ke tahap komparasi dan eksplorasi. Dan untuk menciptakan masyarakat pembaca, imbuhnya, tentu perlu dukungan pelbagai pihak.
Literasi Multimoda dan Makerspace
Kiwari, proses belajar telah masuk ke dalam ranah multiliterasi, yakni tak sekadar terpaku pada buku. Pelbagai sumber pengetahuan kian beragam, misalnya ketersediaan internet untuk mengakses rupa-rupa informasi yang sangat luas.
"Gerakan literasi harus lebih jauh melihat ke depan. Tidak konvensional melulu. Masyarakat menunggu pegiat literasi dalam konteks memberdayakan bersama [oleh karena itu harus] lebih konkret," ungkap Wien.
Dalam proses pengembangan gerakan literasi, ia menyarakankan 4 poin yang mesti dikuatkan oleh komunitas membaca, yakni (1) memahami metode dan strategi pembelajaran, (2) media pembelajaran, (3) alat evaluasi pembelajaran, dan (4) e-learning.
"Sekarang telah di titik era imajinasi, menjadi seorang kreator, bukan kontrol maupun pengetahuan. Tapi lebih pada ide," ujarnya.
Dalam konteks pergeseran zmaan itulah ia menegaskan bahwa dunia literasi juga mengalami pergeseran. Penggambarannya bisa dilihat dari tahapan generasi perpustakaan, yaitu perpustakaan berbasis koleksi (1.0), pembacanya (2.0), pengalamannya (3.0), koneksinya (4.0), makerspace (5.0). Poin terakhirnya adalah membangunan lingkungannya.
Menurut Wien, target dari konsep perpustakaan generasi 5.0 adalah berkarya bersama, berbagi pemikiran, dan pemetaan pengembangan sekaligus evaluasi diri.
========
Laporan ini ditulis oleh Wahyu Rizkiawan (Pustakawan dan Pendamping Belajar Bojonegoro). Hari Buku Sedunia 2020 yang diadakan oleh Perkumpulan Literasi Indonesia berlangsung pada 23 April-2 Mei 2020. Tahun ini mengusung tema Indonesia Online Festival, "Book Lovers in the Time of Corona: Sharing, Collaboration and Create"
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti