tirto.id - Menteri Perhubungan Budi Karya meyakini masuknya maskapai asing di Indonesia dapat memperbaiki iklim industri penerbangan di tanah air. Ia menyebut ide Presiden Joko Widodo untuk menghadirkan maskapai tambahan dapat mendorong persaingan sehat lantaran struktur pasar penerbangan Indonesia tidak lagi menjadi duopoli.
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadji menilai pemerintah memang dapat memasukkan maskapai asing, tetapi perlu diimbangi dengan perlakuan yang adil.
Salah satunya, kata dia, maskapai asing juga harus mau menggarap rute-rute yang tidak populer yang selama ini ditanggung maskapai lokal.
“Berdasarkan pernyataan Menhub, maskapai asing kalau pun masuk wajib mengisi rute-rute perintis, kalau rute gemuk dipakai juga habis maskapai nasional,” ucap Arista seperti dikutip Antara, Senin (17/6/2019).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah menilai rencana itu bisa saja diterapkan. Ia menilai, dari sisi persaingan, baik maskapai asing maupun dalam negeri dapat berada pada level permainan yang sama lantaran sama-sama harus mengelola rute-rute yang tidak menguntungkan dan harus disubsidi dari perolehan rute yang ramai penumpang (gemuk).
Dari sisi modal, Piter juga melihat bahwa maskapai asing memiliki keunggulan dari sisi kurs dan suku bunga yang dimiliki negara asalnya.
Menurut dia, jika mereka masuk, maka mereka dapat menyediakan harga yang lebih kompetitif dibanding maskapai dalam negeri yang harus bertempur dengan biaya operasional yang dibayar dalam dolar saat pendapatannya hanya rupiah.
“Mereka memiliki struktur biaya yang berbeda dengan kita. Itu jadi keunggulan buat mereka bisa bersaing lebih baik dari maskapai di dalam negeri,“ucap Piter saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (18/6/2019).
Namun, Piter justru ragu bila tambahan persyaratan itu malah membuat maskapai asing enggan masuk. Sebab, masuknya maskapai asing tentu dalam posisi mengejar laba melalui ekspansi pasar, tetapi malah dipaksa mengorbankan keuntungannya di jalur gemuk.
“Itu bisa dilakukan ya. Tapi saya agak meragukan maskapai asing mau [melayani rute-rute tak populer]. Itu, kan, jadi beban biaya buat mereka. Kalau diwajibkan melayani rute yang tidak populer saya yakin maskapai asing belum tentu mau,” ucap Piter.
Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Tengku Burhanudin enggan menanggapi hal ini lantaran wacana masuknya maskapai asing belum juga direalisasikan pemerintah.
Namun, Tengku menyatakan setiap maskapai baru yang akan beroperasi di Indonesia tentu harus mengajukan proposal dan mendapat persetujuan pemerintah.
Meski demikian, ia mengaku tidak tahu apa syarat yang akan diwajibkan pemerintah. Termasuk bilamana keharusan melayani rute yang tidak populer memang menjadi syarat bagi beroperasinya maskapai baru.
Ia hanya menambahkan bahwa setiap maskapai yang beroperasi di Indonesia harus tunduk pada peraturan perhubungan udara yang ada, tak terkecuali maskapai asing yang nantinya akan masuk.
“Itu, kan, maskapai kalau mau beroperasi harus mengajukan proposal dulu. Kan, dia enggak bisa suka-suka. Dia harus memenuhi syarat. Itu saja,” ucap Tengku kepada reporter Tirto saat ditemui di Hotel Lumire, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Terkait masalah ini, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Polana B. Pramesti belum menjawab pertanyaan reporter Tirto. Namun, Senin, 10 Juni lalu, Polana mengatakan pemerintah akan melindungi maskapai lokal jika rencana kehadiran maskapai asing ini benar terealisasi.
Menurut Polana peraturan yang ada memang mewajibkan itu sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka di Bidang Penanaman Modal.
“Kalau dari undang-undang kita sebenarnya harus melindungi maskapai lokal. Kalau maskapai asing mau masuk pun harus menjadi badan hukum Indonesia itu persyaratannya," kata dia, di Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (10/6/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz