Menuju konten utama

Di Balik Sikap Golkar Ganti Mahyudin dengan Titiek Soeharto di MPR

Keputusan Rapat Pleno DPP Golkar yang mengganti Mahyudin dengan Titiek Soeharto sebagai bagian konsesi saat Munaslub?

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan sejumlah pengurus DPP Partai Golkar berfoto bersama saat rapat konsultasi dengan kepala daerah, Jakarta, Senin (19/2/2018). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Rapat Pleno DPP Golkar, Minggu (18/3/2018) yang memutuskan mengganti Mahyudin dengan Titiek Soeharto sebagai wakil ketua MPR berbuntut panjang. Pemantiknya, pria kelahiran Tanjung, 8 Juli 1970 ini tidak bersedia meletakkan jabatan.

Menurut Mahyudin, keputusan rapat pleno bertentangan dengan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menyatakan Pimpinan MPR bisa diganti bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, dan meninggal dunia.

Mahyudin menilai, keputusan DPP Golkar yang mencopot dirinya adalah imbas dari kesepakatan politik antara Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Titiek Soeharto di Munaslub Golkar pada Desember 2017. Saat itu, untuk mencapai aklamasi, Airlangga sengaja menjaminkan jabatannya sebagai wakil ketua MPR kepada Titiek agar mundur sebagai bakal calon ketua umum Golkar.

"Itu tidak masuk akal. Masak jabatan orang lain dikorbankan," kata Mahyudin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Titiek memang menjadi salah satu politikus Golkar yang sempat mendeklarasikan diri maju sebagai calon ketua umum menggantikan Setya Novanto. Saat itu, Titiek menyatakan ingin mengembalikan kejayaan partai berlambang pohon beringin ini seperti di zaman Orde Baru.

Namun, pada akhirnya Titiek Soeharto menyatakan mundur dari pencalonan ketua umum saat Munaslub Golkar berlangsung. Airlangga yang telah mendapat dukungan dari 34 DPD Golkar se-Indonesia dan mendapat "restu" dari Jokowi, akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum baru menggantikan Setya Novanto.

Mahyudin juga menilai, pencopotan dirinya juga karena faktor beda faksi dengan Airlangga. Ia berpendapat dalam sebuah partai politik sudah lumrah individu yang berbeda faksi dengan pemimpinnya akan tersisih dari kepengurusan.

"Karena ganti ketum akan ganti selera. Nah, kemudian biasalah kalau kurang mendukung, ini bukan orang dan kelompok, saya itu bisa kalau ada faksi-faksi. Mungkin soal itu sebabnya," kata Mahyudin.

Saat banyak kader Golkar mendorong adanya Munaslub lalu, Mahyudin merupakan salah satu kader Golkar yang tetap ingin mempertahankan status Setya Novanto sebagai ketua umum dan ketua DPR sebelum ada keputusan inkracht dari pengadilan.

Mahyudin sempat menjadi saksi yang meringankan dalam proses persidangan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, Mahyudin mengelak bila dianggap sebagai loyalis Setya Novanto dan tak tegas mengambil sikap berada di kubu yang mana dalam Golkar.

“Saya mau jadi saksi karena dasar memperjuangkan keadilan untuk semua orang. Apa yang saya ketahui tentang Fraksi Golkar ya, saya sampaikan sesuai fakta. Kalau tidak sampaikan sesuai fakta baru melanggar aturan," kata Mahyudin.

Bukan Karena Beda Faksi

Ucapan Mahyudin mendapat respons dari Ketua DPP Golkar, Aziz Syamsudin membantah pergantian Mahyudin sebagai wakil ketua MPR merupakan kelanjutan ekses politik dari Munaslub Golkar lalu. Menurutnya, keputusan rapat pleno murni sebagai kesepakatan pengurus DPP Golkar.

"Setahu saya enggak ada ekses Munaslub," kata Aziz kepada Tirto, Senin (19/3/2018).

Azis menyatakan, nama Titiek Soeharto dipilih atas rekomendasi Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG) untuk memenuhi keterwakilan perempuan di unsur pimpinan parlemen.

"Sudah dibicarakan atas usulan KPPG, dan disampaikan di dalam pleno diperluas dalam pleno DPP disampaikan juga atas usulan KPPG," kata Azis.

Titiek Soeharto juga menegaskan penunjukan dirinya sebagai wakil ketua MPR merupakan rekomendasi dari KPPG untuk memenuhi unsur perwakilan pimpinan di parlemen. Ia membantah keputusan itu berkaitan dengan kesepakatan politik antara dirinya dengan Airlangga Hartarto saat Munaslub Golkar 2017.

"Enggak ada janji-janji. Mungkin ketua umum hanya ingin ada keterwakilan wanita di pimpinan lembaga tinggi negara ini. Kebetulan kemarin di pleno menyetujui saya untuk bisa duduk di sana," kata Titiek di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

Titiek menyatakan, sebagai petugas partai siap memenuhi tugas menjadi wakil ketua MPR setelah proses pergantian Mahyudin terselesaikan sesuai mekanisme yang diatur undang-undang.

"Enggak usah ribut-ributlah. Kami sesama sekeluarga," kata Titiek.

Putri Soeharto ini menyampaikan, pernyataan langsung di hadapan Mahyudin sebelum Paripurna DPR berlangsung hari ini (20/3). Namun, dalam kesempatan itu Mahyudin masih tetap mempertahankan keputusannya tidak mau mundur dari jabatan sebagai wakil ketua MPR.

Berimbas Pada Pemilu

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas menilai sikap Mahyudin yang tetap kukuh mempertahankan jabatannya bisa berimbas pada Pemilu 2019. Menurutnya, hal itu berpotensi menjadi konflik di internal Golkar jika tidak segera diselesaikan oleh Airlangga sebagai Ketum Golkar.

"Iya dengan jabatan lain atau prospek apa lagi gitu, saya rasa itu bagian yang harus dikomunikasikan dengan baik. Karena Mahyudin terlihat cukup percaya diri untuk mempertahankan posisinya," kata Sirojudin kepada Tirto, Selasa (20/3/2018).

Menurut Sirojudin, bila konflik di internal kembali terjadi, maka hal itu berpotensi menghambat proses Golkar dalam menghadapi Pileg dan Pilpres 2019 yang sudah di depan mata.

Masyarakat, menurut Sirojudin, akan menilai Golkar belum sepenuhnya mencapai rekonsiliasi internal dan membuat kepercayaan mereka pada partai ini menurun kembali.

“Kalau konflik itu masih ada bahkan melebar, maka sulit bagi Golkar untuk merapikan pasukannya di DPP maupun di daerah," kata Sirojudin.

Namun, Sirojudin tidak memandang konflik antara Mahyudin dan Golkar bisa berakibat berubahnya dukungan kepada Joko Widodo sebagai calon presiden yang akan diusung partai beringinini.

“Sejauh ini belum terlihat. Tetapi kalau situasi memaksa mereka. Bisa jadi apa namanya faksi lama yang berusaha diselesaikan akan muncul kembali. Tapi sejauh ini belum terlihat. Dan ini kasus kecil," kata Sirojudin.

Baca juga artikel terkait MUNASLUB GOLKAR atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz