Menuju konten utama

Di Balik Sentilan Sri Mulyani Soal Pajak Para BUMN

Saat BUMN yang jadi harapan ujung tombak pembangunan justru nyatanya kurang patuh untuk mensukseskan program amnesti pajak. Menkeu Sri Mulyani pun menganggap persoalan ini sebagai kenyataan yang memalukan.

Di Balik Sentilan Sri Mulyani Soal Pajak Para BUMN
Sri Mulyani Indrawati. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Lagu Indonesia Raya menggema di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero), Jakarta Pusat, 30 November lalu. Sekitar 600 direksi dan komisaris pelbagai perusahaan pelat merah tampak hikmat menyanyikan lirik demi lirik lagu kebangsaan itu. Mereka tampak antusias menunggu pidato Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu sengaja mengumpulkan ratusan direksi dan komisaris BUMN untuk memaparkan sekaligus sosialisasi program amnesti pajak yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak Juli 2016.

Sri Mulyani bahkan berkali-kali mengutip teks lagu Indonesia Raya untuk menggugah kesadaran para direksi dan komisaris BUMN terhadap pentingnya pajak bagi pembangunan. Ia ingin BUMN dan jajarannya mensukseskan program amnesti pajak.

"Dari 701 BUMN dan anak usahanya yang menjadi wajib pajak (WP), hanya 28 WP yang ikut tax amnesty, dengan nilai tebusan sebesar Rp13,01 miliar atau rata-rata tebusan sebesar Rp464,75 juta. Kalau hanya sebesar itu, saya rasa ini memalukan," kata Sri Mulyani dikutip dari Antara.

Sentilan Sri Mulyani ini sangat beralasan, karena selain BUMN sebagai perusahaan yang belum banyak patuh, tingkat kepatuhan jajaran seperti direksi dan komisaris di BUMN juga masih rendah untuk ihwal yang berkaitan dengan pajak. Padahal sudah jadi rahasia umum, tantiem tahunan sebagian para direksi dan komisaris BUMN tidaklah kecil.

INFOGRAFIK Ketika BUMN Tak Taat Pajak

Kepatuhan yang Rendah

Kepatuhan perpajakan bisa dilihat dari rasio kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak yang dilaporkan setiap tahun. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 2016 menunjukkan, dari 32.769.215 Wajib Pajak Terdaftar, hanya 12.559.284 WP yang melaporkan SPT, sehingga rasio kepatuhan melaporkan pajak masih sekitar 62,28 persen.

Persoalan kepatuhan pelaporan pajak ini memang masih menjadi momok bagi pemerintah. Sayangnya, ketidakpatuhan pajak juga dilakukan oleh BUMN termasuk saat program amnesti pajak sedang digalakkan oleh pemerintah.

Partipasi para direksi dan komisari BUMN terhadap program amnesti pajak masih cukup minim. Tercatat dari 1.543 wajib pajak direksi BUMN, hanya sekitar 20 persen yang mengikuti amnesti pajak dengan nilai tebusan Rp44,5 miliar. Sedangkan dari 1.387 WP komisaris BUMN, hanya 24 persen yang mengikuti amnesti pajak dengan nilai tebusan Rp111,2 miliar.

Melihat data ini pemerintah boleh khawatir, karena selama ini BUMN pemberi kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara. Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian BUMN pada 2015, kontribusi perusahaan pelat merah selama periode 2012-2015 cukup besar, kurang lebih 10 persen dari pendapatan negara dari sektor pajak.

Misalnya, pada 2012, realisasi pendapatan negara dari sektor pajak mencapai Rp835 triliun, kontribusi BUMN pada pajak di tahun yang sama mencapai Rp145 triliun. Kontribusi ini memang menurun pada tahun berikutnya, yaitu Rp60 triliun dari realisasi pendapatan negara dari sektor pajak yang mencapai Rp916 triliun. Kontribusi pajak BUMN kembali meningkat pada 2014, mencapai Rp171 triliun.

Untuk itu, optimalisasi pajak BUMN dan para direksi serta komisarisnya sangat penting. Setiap tambahan penerimaan pajak bisa dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan. Setiap Rp1 triliun uang penggunaan pajak bisa untuk membangun total 3,5 km jembatan, atau bisa untuk membangun 155 km jalan, bisa untuk membangun 11.900 rumah prajurit, atau bisa untuk menyediakan beras sebanyak 729 ton untuk rakyat miskin. Dana sebesar itu bisa juga untuk menyediakan 306.000 ton pupuk, bantuan langsung bagi 355.000 keluarga miskin, dan lainnya.

“Dengan aset BUMN yang demikian besar kemungkinan banyak pajak perusahaan yang perlu dilaporkan untuk mengikuti tax amnesty. Demikian juga para pejabat direksi dan komisaris BUMN dan anak usahanya yang jumlahnya bisa mencapai 2.930 orang harus dengan terbuka untuk ikut tax amnesty,” seru Sri Mulyani.

Sri Mulyani masih memberikan kesempatan bagi para direksi dan komisaris BUMN untuk mengikuti program amnesti pajak ini. Sebab, jika mereka tidak mengikuti program amnesti pajak, dalam tiga tahun ke depan bila harta yang tidak dilaporkan tersebut ditemukan oleh pemerintah, maka harta tersebut akan dianggap sebagai tambahan penghasilan. Sehingga akan dikenakan pajak dengan tarif pajak penghasilan (PPh) normal ditambah sanksi bunga 2 persen per bulan.

Sentilan Sri Mulyani terhadap para direksi dan komisaris BUMN jadi bukti bahwa pemerintah memang sedang kepepet untuk mengejar target setoran pajak. Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2016 baru mencapai Rp870,954 triliun atau 64,27 persen dari target penerimaan pajak yang ditetapkan APBN-P 2016 sebesar Rp1.355,203 triliun. Beberapa proyeksi memperkirakan realisasi setoran pajak tahun ini hanya akan mencapai 85 persen.

Saat potensi pajak pelaku swasta pajak sudah mentok, maka mencari sumber tambahan dari BUMN menjadi konsekuensi logis. Sri Mulyani sebagai menteri keuangan tahu persis kantong-kantong baru untuk menambal APBN.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Suhendra