tirto.id - Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Barat telah memaafkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho terkait dengan pernyataannya soal kebakaran hutan dan lahan.
Sebelumnya, dalam keterangan tertulisnya, Sutopo sempat menyampaikan bahwa kebiasaan tradisi “gawai serentak” masyarakat di berbagai kabupaten di Kalbar menjadi salah satu pemicu kebakaran karena membuka lahan dengan cara dibakar.
Ketua Umum DAD Kalbar Jakius Sinyor di Pontianak menyatakan, pihaknya menggelar ritual adat Dayak Kanayatn hari ini untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut dan secara resmi Sutopo sudah dimaafkan.
Jakius pun berterima kasih karena Sutopo sudah datang ke Pontianak untuk menghadiri secara langsung ritual adat damai meskipun dalam kondisi yang kurang sehat karena masih dalam keadaan pemeriksaan dokter. Jakius mengatakan Sutopo juga tidak bermaksud menghina atau sengaja mengeluarkan pernyataan itu.
"Tolong dengan selesainya ritual adat ini, jangan perpanjang masalah ini karena kami sudah memaafkan beliau yang sudah datang langsung untuk meminta maaf ke sini, dan kami berharap dikemudian hari tidak terulang kasus seperti itu," kata Jakius Sinyor di Pontianak, Selasa (4/9/2018), seperti dikutip Antara.
Jakius menekankan bahwa ritual adat tersebut memang tidak berbicara soal nominal tetapi lebih kepada ritualnya sehingga ia meminta untuk memaafkan pernyataan yang disampaikan Sutopo.
"Jangan ada lagi dendam dan benci kepada orang tersebut, setelah dilakukan ritual adat yang kami lakukan karena sudah memaafkannya," kata Ketua Umum DAD Kalbar tersebut.
Jakius menegaskan bahwa tradisi berladang adalah kearifan lokal budaya masyarakat Dayak. "Berladang dengan kearifan lokal adalah budaya kami. Kami sudah menerima permohonan maaf Pak Sutopo, bahkan secara adat," kata Jakius.
Sutopo Diberi Sanksi Adat Capa Molot
Dalam kesempatan itu, salah satu tokoh masyarakat adat Dayak Kalbar juga membacakan sanksi adat yang harus diterima Sutopo Purwo Nugroho, di antaranya memberikan sanksi adat Capa Molot.
Sanksi tersebut berisikan: siapa saja yang melakukan kekeliruan dan pembicaraan atau tulisan atau pemberian sesuatu terhadap seseorang atau kelompok yang seharusnya dia sudah tahu, sehingga berakibat orang lain merasa tersinggung, terhina dan merasa dilecehkan, kepadanya dikenai sanksi adat satahil tangah, jalu lima suku, ditambah ubaa'atn adat, kemudian membuat pernyataan meralat kembali pembicaraan atau tulisan tersebut.
Terkait sanksi itu, Sutopo harus melaksanakanya paling lambat tujuh hari setelah ditetapkan. Apabila tidak melaksanakanya maka akan dikenakan sanksi yang lebih berat lagi.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meminta maaf kepada masyarakat adat Dayak Kalbar dan masyarakat Dayak umumnya, baik secara pribadi maupun secara lembaga.
"Saya mencabut pernyataan tersebut, dan menyampaikan permohonan maaf. Saya menghormati kearifan lokal masyarakat Dayak, dan gawai serentak tidak ada kaitannya dengan Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di Kalbar," ujar dia.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Masyarakat Adat Dayak Nasional (MADN) Yakobus Kumis mengatakan sanksi adat yang diberikan kepada Sutopo adalah untuk berdamai. Dengan adanya ritual adat ini, kata dia, maka seluruh persoalan dan permasalahan sudah selesai, serta tidak ada lagi tuntut menuntut.
"Semangatnya adalah keadilan, sehingga dalam menyelesaikan ini tidak menimbulkan persoalan lain. Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Sutopo karena sudah berjiwa besar dengan hadir secara langsung meminta maaf kepada masyarakat adat Dayak," ujar Yakobus.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto