tirto.id - Demonstrasi yang memprotes kenaikan harga bahan bakar baru di Sri Lanka berujung pada kericuhan. Menurut berita terbaru, setidaknya satu orang tewas dan 13 lainnya luka-luka setelah polisi melepaskan tembakan.
Seperti dilaporkan Al Jazeera, penembakan mematikan pertama oleh petugas keamanan terjadi pada hari Selasa, di mana selama berminggu-minggu ini terjadi demonstrasi terkait krisis ekonomi di negara itu.
Juru bicara polisi, Nihal Talduwa sudah mengkonfirmasi kalau polisi menembak para pengunjuk rasa di Rambukkana. Dia menuding para demonstran memblokir rel kereta api dan jalan, bahkan mengabaikan peringatan polisi untuk membubarkan diri.
“Untuk mengendalikan situasi, polisi menembaki para pengunjuk rasa, yang melukai beberapa pengunjuk rasa,” kata Thalduwa kepada kantor berita Reuters.
Dia mengatakan, polisi telah memakai peluru tajam dan gas air mata untuk memukul mundur massa yang melemparkan batu dan benda-benda lain.
"Beberapa polisi yang terluka juga telah dirawat di rumah sakit," katanya. "Polisi masih di daerah itu dan berusaha memulihkan ketenangan."
Empat belas orang dibawa ke rumah sakit pemerintah di Kegalle, dengan luka luka dan 1 orang meninggal dunia, sedangkan tiga lainnya menjalani operasi dan masih dalam pantauan.
Sementara itu, BBC melaporkan, kematian seorang pria Sri Lanka itu justru memicu kemarahan para demonstran.
Rekaman video polisi melepaskan tembakan di pusat kota Rambukkana telah tersebar luas di media sosial. Banyak juga yang bertanya mengapa polisi menggunakan peluru tajam. Tetapi insiden itu dikutuk oleh perwakilan PBB untuk Sri Lanka serta utusan AS dan Uni Eropa.
Apa Penyebab Demo di Sri Lanka?
Puluhan ribu orang di Sri Lanka turun ke jalan sejak negara itu kehabisan uang untuk impor barang-barang penting, sehingga mengakibatkan harga komoditas meroket serta kekurangan bahan bakar, obat-obatan dan pemadaman listrik.
Peserta demonstrasi itu mendesak dan menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri karena mereka menyalahkan kebijakannya atas krisis tersebut, tetapi dia menolak mundur.
Rajapaksa mengakui kalau dia membuat beberapa "kesalahan" yang berdampak pada memburuknya situasi di Sri Lanka, tetapi pengangkatannya sebagai kabinet baru pada hari Senin membuat marah banyak orang Sri Lanka.
Seperti dilaporkan France24, Sri Lanka sebelumnya telah mengumumkan default atau gagal membayar utang luar negerinya yang sebesar 51 miliar dolar AS. Sejak kemerdekaan pada tahun 1948, Sri Lanka berada dalam cengkraman krisis ekonomi terburuk.
Negara kepulauan itu mengalami kekurangan barang-barang penting yang parah dan sering terjadi pemadaman listrik sehingga mengakibatkan berbagai kesulitan. Situasi yang sulit ini telah memicu kemarahan publik dan orang-orang turun ke jalan untuk melakukan protes.
Mereka menuntut pemerintah agar mengundurkan diri menjelang negosiasi dana talangan IMF (Dana Moneter Internasional).
Dalam guncangan keras itu, Gubernur bank sentral Nandalal Weerasinghe mendesak warga Sri Lanka yang berada di luar negeri untuk "mendukung negara pada saat yang genting ini dengan menyumbangkan devisa yang sangat dibutuhkan."
Editor: Iswara N Raditya