Menuju konten utama

Deburan Sea Shanty Terdengar Lagi

Sea shanty kerap dinyanyikan para pelaut abad lampau. Sekarang ia terdengar dan populer lagi berkat aplikasi.

Deburan Sea Shanty Terdengar Lagi
Ukiran hitam putih Victoria tentara dan pelaut menikmati musik dan menari di dek; Angkatan Laut & Tentara Dunia 1898

tirto.id - Soon may the Wellerman come

To bring us sugar and tea and rum

One day, when the tonguin' is done

We'll take our leave and go

Chorus yang catchy pada lagu "Soon May the Wellerman Come" (atau "Wellerman") itu terdengar kembali. "Wellerman", yang dilabeli sebagai sea shanty, menemukan kembali jalannya ke telinga kita lewat grup-grup musik kontemporer dan dari seorang pegawai pos yang bermain Tiktok.

"Wellerman" bukan satu-satunya lagu yang kembali populer berkat Tiktok. Di Indonesia, kita kembali mendengarkan tembang-tembang Melly Goeslaw atau Chrisye ketika versi remix-nya digunakan banyak pengguna. Lalu "Dreams", tembang milik Fleetwood Mac yang dirilis pada 1977, kembali ke chart musik dunia usai Nathan Apodaca menjadikannya sebagai lagu pengiring video yang kemudian viral--meluncur di atas skateboard seraya menyesap jus.

Pembeda antara "Wellerman" dengan lagu-lagu yang populer lagi adalah ia tidak berasal dari dua atau empat dekade silam yang jejaknya masih mudah ditelusuri. Lagu ini sudah ada di dunia sejak setidaknya 1,5 abad lalu, dinyanyikan oleh para pelaut di Selandia Baru. Sebetulnya "Wellerman" sudah muncul kembali pada album Between Wind and Water milik grup akapela folk asal Inggris, The Longest Johns, yang direkam pada 2018. Namun ia baru mulai viral sekitar setahun setelahnya ketika mulai digunakan banyak pengguna Tiktok.

Nathan Evans, pegawai pos asal Skotlandia yang kerap membawakan lagu-lagu pop dan folk dalam Tiktok-nya, kian menambah panjang eksposur "Wellerman". "Wellerman" versi Evans yang sederhana bahkan di-remix oleh banyak pihak. Ia juga menginspirasi banyak orang untuk mulai membawakan ulang berbagai sea shanty. Band folk metal Alestorm yang juga berasal dari Skotlandia, misalnya, membawakan ulang lagu itu (dengan judul "The Wellerman") ke dalam gaya pirate metal khas mereka. Berkat popularitas itu Evans berhasil menandatangani kontrak rekaman untuk tiga single dengan Polydor Records.

Video "Wellerman" Evans, kali ini dalam versi yang lebih terpoles, yang diunggah pada April 2021 di Youtube, telah ditonton lebih dari 50 juta kali.

Beberapa media menduga popularitas "Wellerman" hari ini terjadi karena para pendengar muda di era pandemi merasakan hal yang sama dengan para awak kapal pada 2-3 abad silam: sama-sama merasa terisolasi. Hari-hari seperti ini juga sepertinya membuat kita memimpikan petualangan lebih dari biasanya, dan sea shanty teramat mungkin memantik bayangan tentang penjelajahan laut. Tentu mungkin pula karena sea shanty pada dasarnya earworm: dengan cepat tinggal di otak berkat nada-nada repetitifnya.

Sea Shanty Betulan

Dalam berbagai kisah bajak laut atau perompak populer, entah itu Pirates of the Caribbean atau bahkan One Piece, kita kerap mendengar para tokohnya bernyanyi atau setidaknya dekat dengan musik. Namun nada-nada yang dimainkan para perompak itu lebih menyerupai sea songs (lagu-lagu lautan biasa) alih-alih sea shanty.

"Berlawanan dengan apa yang dipikirkan banyak orang, bajak laut tidak menyanyikan sea shanty," ujar Revell Carr, ahli etnomusikologi dari University of Kentucky School.

"Wellerman" juga secara teknis bukanlah sea shanty. Dia lebih menyerupai "balada perburuan paus," kata Gerry Smyth, penulis buku Sailor Song: The Shanties and Ballads of the High Seas (2020). Bagian "when the tonguing is done", misalnya, sebenarnya menggambarkan pemotongan lemak paus untuk dijadikan minyak.

Smyth juga mengatakan "Wellerman" "dinyanyikan orang dengan cara tertentu yang menunjukkan estetika sea shanty tapi itu bukan shanty yang merupakan panggilan dan respons. Yang dimaksud dengan "panggilan dan respons" ialah bahwa sea shanty lazimnya dinyanyikan seorang pemimpin shanty (shantyman) kemudian diikuti orang-orang lain ketika memasuki chorus.

Lagu-lagu sea shanty umumnya memilukan dan monoton seperti kebanyakan lagu pelaut tetapi menghadirkan efek yang baik bagi mereka yang menggemakannya saat terlibat rutinitas di kapal. Sekilas mirip lagu-lagu dengan nada berulang yang kerap dinyanyikan para serdadu saat latihan atau baris-berbaris.

Sebagai genre, sea shanty dicirikan oleh bentuk lirik yang fleksibel, yang dalam praktiknya menyediakan banyak improvisasi--entah itu memperpanjang atau memperpendek lagu agar sesuai dengan keadaan.

Smyth tidak mempermasalahkan miskategori yang terjadi dalam "Wellerman" yang dikatakan tergolong sea shanty. Tetapi menurut dia para pelaut dekade 1860-an mungkin bakal punya pandangan berbeda. "Mereka hanya menyanyikan sea shanty ketika bekerja. Mereka tidak menyanyikannya ketika beristirahat."

Kapal-kapal dagang pada masa itu bagaikan sebuah melting pot untuk berbagai kebudayaan. Maka tampak pengaruh lagu-lagu kerja Afrika-Amerika, Karibia, hingga Celtic seperti Irish dalam nada-nada sea shanty. Lagu-lagu macam ini juga kerap berangkat dari kisah rakyat dan legenda.

Lalu bagaimana sebetulnya sea shanty bermula?

Sejarawan musik laut dan folk mencatat hanya ada sedikit referensi soal sea shanty. Yang pasti, pada paruh kedua abad ke-18, para pelaut Inggris dan Prancis mulai menggunakan nyanyian sederhana untuk mengoordinasikan tugas-tugas kolektif di kapal. Nyanyian (work chants) itu lazimnya merupakan modifikasi dari seruan sederhana (seperti aba-aba "1, 2, 3!") yang kelak dikombinasikan dengan "lagu-lagu kerja" dan berkembang menjadi nyanyian yang lebih panjang, sea shanty. Sea shanty berfungsi untuk menyinkronkan gerakan para awak kapal saat melakukan suatu tugas kolektif demi mengoptimalkan tenaga kerja.

Sea shanty lantas dibagi lagi jenisnya. Ada yang berbeda untuk kerja-kerja seperti memutar paksi jangkar atau mengembang/menurunkan layar.

Sederhananya, sea shanty adalah lagu-lagu yang spesifik dinyanyikan untuk menuntaskan pekerjaan di kapal, sementara sea songs adalah lagu-lagu yang dinyanyikan pelaut kala bersantai usai menurunkan muatan di pelabuhan, melakukan kerja-kerja individual seperti menyikat karat, atau menanti pembayaran usai berburu paus seperti pada lagu Wellerman.

Berdasarkan hal-hal tersebut, secara teknis "Wellerman" memang tidak bisa dikategorikan sea shanty. Namun semua sudah terlanjur; kategori telah mengabur. Dengan kesederhanaannya, ia telah memicu tren yang disebut sebagai "ShantyTok", entah itu betulan membawakan sea shanty atau sekadar balada lautan biasa.

Pengaruh Sea Shanty

Sebelum kemunculan kembali "Wellerman", disadari atau tidak, sea shanty dalam berbagai wujud dan pengaruhnya selalu ada di sekitar kita.

Selain Alestorm yang tadi sudah disebutkan, band-band metal seperti Running Wild telah memainkan pirate metal sejak 1980-an. Imaji maskulin petualangan laut dan masa keemasan pembajakan memang seolah hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum ia dimainkan dengan distorsi. Di bawah payung pirate metal, berbagai subgenre metal dipadukan dengan musik folk, tema-tema bajak laut, dan pastinya turut lahir di bawah pengaruh sea shanty.

Di ranah sinema, waralaba andalan Disney, Pirates of the Caribbean, menghadirkan sea shanty modern gubahan Hans Zimmer dan Gore Verbinski, "Hoist the Colours". Lebih lanjut, Johnny Depp, wajah utama waralaba tersebut, turut memproduseri album kompilasi Rogue's Gallery: Pirate Ballads, Sea Songs, and Chanteys, di mana repertoar tradisional kelautan dibawakan ulang oleh para musisi kenamaan seperti Bono, Sting, dan Nick Cave.

Sea shanty juga tak luput memberikan pengaruh di bawah laut di mana kau bisa menyalakan api unggun dan sesosok spons kuning tinggal di rumah nanas. Lagu tema seri animasi populer yang sarat akan nautikal nonsens berjudul SpongeBob SquarePants pun terinspirasi dari sea shanty asal Inggris, "Blow the Man Down".

Mendaftar pengaruh sea shanty dalam budaya populer tentu kurang afdal jika tidak menyebut band-band Celtic/Irish punk seperti The Dubliners atau The Pogues, yang kerap membawakan ulang lagu-lagu rakyat, termasuk "sea shanty betulan" seperti "South Australia".

Infografik Sea Shanty

Infografik Sea Shanty. tirto.id/Quita

Dengan gula, teh, dan rum, "Wellerman" kini menjelma "sea shanty" paling sering diputar, tetapi sebelumnya sea shanty terpopuler (dan betulan) barangkali adalah tembang soal nge-prank rekan pelaut yang mabuk, "Drunken Sailor". Sea shanty ini juga turut menggambarkan pengaruh Irish lantaran menggunakan nada yang sama dengan lagu tradisional Irlandia, "Óró Sé do Bheatha Bhaile", yang kerap digunakan sebagai lagu pemberontakan.

"Drunken Sailor" juga kian populer melampaui hakikatnya sebagai lagu rakyat saat dibawakan oleh band Celtic folk The Irish Rovers, juga muncul di seri SpongeBob, dan terus dibawakan oleh band-band Celtic yang lebih modern di berbagai negara seperti Paddy and the Rats (Hungaria) hingga band asal Texas, Blaggards.

Kendati dimaksudkan sebagai lagu kerja, berkat "sea shanty populer", kita memimpikan petualangan dan kebebasan. Berkat sea shanty, kita merasa terhubung pada situasi yang sama dengan orang-orang satu setengah abad lalu.

Berkat "Sea Shanty", Nathan Evans meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai pos. Ia mungkin bakal terus berkarier di musik seperti Ed Sheeran atau berlanjut selayaknya Briptu Norman.

Tren sea shanty dan balada pelaut bisa jadi bakal segera tergantikan manakala pengguna Youtube dan Tiktok menggali lagu-lagu lawas jenis lain lagi. Namun, dengan pengaruhnya yang luas, sea shanty sebetulnya selalu ada di sana, menunggu siapa pun untuk menyanyikannya. Entah untuk glorifikasi, romantisisasi, atau sekadar membuat sebuah era tetap hidup.

Baca juga artikel terkait PELAUT atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Musik
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Rio Apinino