Menuju konten utama

One Piece dan Sang Nakhoda Pengangkut Kisah yang Menolak Tamat

Dalam pertualangan Luffy menjadi Raja Bajak Laut, kita adalah raja yang menua bersama sajian dongeng Eiichiro Oda.

One Piece dan Sang Nakhoda Pengangkut Kisah yang Menolak Tamat
Header Mozaik Berlayar Bersama Eiichiro Oda. tirto.id/Fuad

tirto.id - Ada ruang bagi setiap pulau di sepanjang One Piece untuk memberikan genre dan estetika berbeda. Layaknya Shahrazad dalam Kisah Seribu Satu Malam yang mesti menyajikan kisah memikat tiap malam agar tak dipenggal, Eiichiro Oda mengabdikan diri sebagai sang pendongeng dari minggu ke minggu.

Ia sengaja mengakhiri tiap babak lewat gocekan pengungkapan, pikatan misteri, atau isyarat bencana yang akan datang. Oda menarik perhatian pembacanya, menggodanya, kemudian mendorong untuk merenung dan berspekulasi. Syahdan, sejak terbit pertama kali pada 1997, One Piece masih berlayar.

Pertualangan yang belum tamat ini menciptakan kultus tersendiri. One Piece ditujukan untuk bocah lelaki, tetapi ditulis untuk semua orang. Ceritanya terus disebut, dari debat bocah di saf belakang saat Jumatan, beragam komentar sepanjang esai di YouTube, ratusan artikel portal berita, sampai beragam kajian akademis.

Jason Thompson, jurnalis dan penulis Manga: The Complete Guide (2007), menyebut One Piece bekerja pada dua tingkat: Pertama, tingkat yang benar-benar aneh yang disukai anak-anak kecil. Selanjutnya tingkat yang agak "main-main" buat pembaca yang lebih tua, yang dapat melihat bahwa itu memang konyol dan melodramatis, tetapi akhirnya malah suka dan terjerembab ke dalamnya.

Di era polusi waralaba, One Piece masih menonjol sebagai salah satu epos fantasi paling ambisius dan elegan. Adalah Oda di belakangnya, serta etos kerja yang dijalaninya di Weekly Shonen Jump.

Dalam wawancara bersama Gosho Aoyama, mangaka (pembuat manga/komik khas Jepang) bernapas panjang lainnya, Oda menegaskan, "Kita hanya bertindak sebagai navigator untuk kisah-kisah ini."

Mimpi dalam Panel Manga

Lahir bertepatan dengan tahun baru, 1 Januari 1975, Eiichiro Oda tumbuh di Kota Kumamoto, di selatan Jepang. Sejak kecil, Oda membaca banyak manga yang berbeda, menjadikan Weekly Shonen Jump sebagai kitab sucinya. Ini adalah majalah manga mingguan, antara 450 dan 500 halaman, berisi sekitar dua puluh judul serial manga.

Weekly Shonen Jump dicetak dalam kertas kuning, diselingi dengan fitur editorial, wawancara selebritas, pariwara, dan materi promosi lainnya yang berkaitan dengan serial manga.

Konten manga adalah seputar persahabatan, kerja keras, dan upaya meraih mimpi. Seperti judulnya, Weekly Shonen Jump memang ditujukan buat para bocah laki-laki.

Manga shonen, sebut Angela Drummond-Mathews dalam "What Boys Will Be: A Study of Shonen Manga", mengacu pada manga yang ditujukan untuk remaja laki-laki, dengan target audiens utama antara usia 9 sampai 18 tahun.

Shonen adalah kategori paling populer di pasar Jepang. Pembaca yang sebenarnya bisa melampaui kelompok target tadi, mencakup semua usia, dan jenis kelamin.

Pertengahan 1980-an hingga pertengahan 1990-an menjadi era ketika oplah Weekly Shonen Jump berada pada puncaknya. Di masa inilah, ketika kelas lima, Oda bergabung dengan klub sepak bola sekolahnya berkat sebuah manga, kenangnya dalam wawancara dengan Switch.

Ia tergerak oleh salah satu manga terlaris Jump: Captain Tsubasa. Sekitar waktu ini pula Jump memulai serial Dragon Ball dari Akira Toriyama. Saat membaca chapter kedua, Oda langsung terpesona.

Dunianya makin terisap ke dalam manga. Oda mulai menggambar manga dengan sungguh-sungguh sekitar tahun kedua sekolah menengah pertamanya. Dengan inspirasi dari Vicky the Viking, sebuah kartun produksi kerja sama antara Jerman dan Jepang, Oda mengembangkan ide dan sketsa untuk ketertarikan seumur hidupnya pada “pertualangan” dan “bajak laut”.

Selama tahun pertama sekolah menengah atasnya, Oda memilih berhenti menggiring bola, mengalihkan fokus sepenuhnya pada manga.

Pada tahun 1992, selama tahun terakhir sekolah menengahnya, Oda melirik sayembara Tezuka Award dari Shueisha, penerbit utama Jump. Takut tak disetujui orang tua dan gurunya, Oda menyerahkan manuskrip dengan nama samaran Tsuki Himizu Kikondo.

Lewat kesukaan lainnya pada film koboi sejak menonton Young Guns (1988), Oda menghabiskan empat bulan untuk merancang manga pertamanya: Wanted!. Sebuah manga komedi Western dengan elemen supernatural yang kuat, yang berhasil keluar sebagai juara dua. Membuatnya diliput koran lokal di Kumamoto.

Pada musim semi 1993, Oda lulus SMA dan masuk program arsitektur Universitas Kyushu Tokai. Meski setahun kemudian, didorong oleh penghargaan yang diterima sebelumnya, Oda berhenti kuliah untuk mengejar karier sebagai mangaka di Tokyo.

Menarik Sauh sebagai Mangaka

Oda menjadi anak baru di Weekly Shonen Jump, di bawah arahan editor Kaoru Kushima. Seperti kebanyakan mangaka, ia memulai karier profesionalnya sebagai asisten dari pembuat manga yang sudah mapan.

Seorang mangaka memang jamak punya beberapa asisten, yang biasanya mengerjakan tugas sampingan seperti mempertebal garis atau menyusun latar belakang dan kerumunan. Sambil mengembangkan tekniknya dan kenal lebih dalam industri manga, Oda menyusun banyak draf manganya sendiri, yang hampir semuanya ditolak Kushima.

Oda selanjutnya memulai masa asistensi terakhirnya, di bawah Nobuhiro Watsuki yang menggarap Rurouni Kenshin. Sebagai mangaka baru di Jump yang paling populer, Watsuki bekerja lebih santai, dan memungkinkan asistennya berpartisipasi lebih banyak dalam karyanya.

Meski menikmati suasana kerja dan dapat banyak teman baru di studio Watsuki, Oda tetap tak terima oleh semua penolakan pada draf independennya. Akhirnya, dalam upaya penghabisannya, ia mengembangkan serial bajak laut yang telah dikonsep sejak sekolah menengah menjadi draf berjudul Romance Dawn.

Manga pilot ini berhasil terbit sebagai selingan. Bersamaan dengan publikasi ini, Oda berganti di bawah lingkup editor baru Takanori Asada. Ia mengatur Oda agar bisa mengisi kekosongan yang akan datang di Jump. Serial populer Dragon Ball dan Slam Dunk telah usai, meninggalkan slot yang harus diisi generasi baru.

Jump biasanya mengetes serial baru sekitar sepuluh chapter untuk mengukur tanggapan pembaca. Jadi Oda bersama editornya Asada menyempurnakan bagian awal dari materi konsep tadi menjadi delapan chapter. Tujuh chapter awal untuk "pengantar", dan satunya lagi pemancing untuk membuka arc lanjutan yang lebih rumit.

Dari segi desain gambar dan karakter, sangat jelas kemiripannya dengan gaya seni Toriyama dalam Dragon Ball. Modelnya juga lebih seperti kartun, ketimbang gaya agak realis seperti dalam Rurouni Kenshin. Bahkan protagonis ceritanya memiliki kemiripan sifat dan motif ala Son Goku.

Meski atasan dari Asada agak skeptis dengan serial ini, tapi jadilah sebuah awal perjalanan dengan premis manusia karet Monkey D. Luffy dan Bajak Laut Topi Jerami, mengarungi yang berbahaya dan tak terduga untuk mencari harta karun legendaris: One Piece.

Oda Menolak Tamat

"Pada saat itu, pertarungan untuk tempat tersisa dari Dragon Ball akan dimulai, dan selama dua tahun semua orang akan membandingkan seri mereka dan benar-benar hancur, sampai akhirnya aku selamat," kenang Oda pada wawancara terbaru tahun ini.

Dengan chapter pertama dijuduli Romance Dawn, One Piece terbit di Edisi 34 tahun 1997. Sejak itu, seri ini telah mempertahankan publikasi mingguan yang stabil, hanya bolong beberapa kali tapi tak pernah mengalami hiatus panjang.

Sistem kerja Oda adalah menggarap beberapa chapter, biasanya sekitar 5 chapter, lebih jauh ketimbang chapter Jump yang sedang rilis. Jadi ada perbedaan waktu sekitar 5 minggu untuk tenggat. Sementara dalam proses pengerjaan, Oda memiliki rata-rata lima asisten yang membantunya dalam hal-hal detail. Meski ia memilih mengerjakan hampir segalanya.

Sebagai orang yang bercita-cita tak ingin jadi pekerja kantoran seperti ayahnya, Oda justru dikenal dengan etos kerjanya. Dia mengaku hanya tidur dari pukul 2 dini hari sampai jam 5 pagi, tak ambil cuti, dan mengerjakan manga sepenuhnya ketika terbangun. Membuat para editor terkadang kesulitan mengikuti ritmenya.

Mantan editor One Piece, Naoki Kawashima mengatakan bahwa hal yang paling diingatnya adalah ketika Oda menyuruhnya, "mati demi One Piece!". Kawashima mengingat kejadian itu sambil tertawa, tetapi mengatakan bahwa kata-kata Oda membuatnya tersentuh.

Anggota tim redaksi lainnya membandingkan Oda dengan mobil balap F1. Sebaliknya, timnya sebagai mobil harian buatan Jepang pada umumnya.

Terlepas dari jadwal kerjanya yang ketat, ia mempertahankan korespondensi yang stabil dengan penggemar. Baik lewat wawancara formal, atau saluran seperti kolom tanya jawab SBS ("Shitsumon o Boshu Suru", dalam terjemahan resmi Indonesia: "Silahkan bertanya sepuasnya").

Dalam SBS ini, Oda menjawab pertanyaan seputar karakter sampai kehidupan personalnya dengan santai, seringnya menyisipkan humor toilet.

Kehidupan personal Oda, meski tak terlalu diekspos, terbilang lancar. Ia kencan dua tahun dengan Chiaki Inabi, model yang ia temui saat melakukan cosplay sebagai Nami--navigator yang diplot sebagai "waifu" di One Piece. Tak lama, keduanya resmi menikah pada 2002.

Setelah lahir putri pertama pada 2006, mereka pindah ke rumah gedong di Nerima, permukiman kelas atas di Tokyo. Putri kedua lahir pada 2009. Meski jadwal padat dan tinggal terpisah, mereka bisa bertemu sekali per minggu, dan liburan ke luar negeri setidaknya setahun sekali.

Reputasi publik sama pentingnya, beberapa manga harus dihentikan karena skandal yang dibuat penciptanya. Misalnya Watsuki yang kembali melanjutkan Rurouni Kenshin pada 2017, tapi kemudian menjadi terdakwa akibat kepemilikan pornografi anak.

Atau manga Act-Age yang hampir diadaptasi jadi anime, tapi karena penciptanya melakukan kekerasan seksual, Shonen Jump langsung menghapus semua karyanya dari publikasi.

Infografik Mozaik Berlayar Bersama Eiichiro Oda

Infografik Mozaik Berlayar Bersama Eiichiro Oda. tirto.id/Fuad

Sementara bagi Oda, selain doyan menggambar proporsi aneh payudara Nami, Nico Robin, dan karakter cewek lainnya, sejauh ini belum ada catatan kriminal yang bakal menghentikan karyanya. Dengan penghasilan per tahun berkisar antara 3,1 miliar yen (sekitar Rp322 miliar), apalagi yang dibutuhkan Oda selain bergumul dengan karyanya One Piece?

Pada 2021, serial ini memasuki chapter ke-1.000, dalam perjalanannya selama lebih dari dua dekade.

Cerita One Piece sebenarnya memiliki struktur mirip gim video RPG jadul: (1) para jagoan pergi ke kota ketika penjahat bikin masalah, (2) mereka mengalahkan penjahat, (3) ada pesta besar, dan ada tangis serta tawa, (4) mereka makin kuat dan pindah ke area lain. Ini terjadi berulang-ulang, dengan beberapa belokan kisah, tetapi dunia Oda sangat imajinatif sehingga selalu menyenangkan.

"Sejak ceritanya masuk ke Grand Line, aku sudah bebas menggambar apapun yang kumau. Kerajaan-kerajaan yang terpisahkan oleh lautan ganas atau pulau dengan budaya dan iklim yang jauh berbeda," terang Oda.

Ia menciptakan bentrokan kultural, menyuntik kisahnya dengan referensi ke sosok sejarah sampai ikon budaya populer. Dalam desain karakter yang makin lama makin ekstrem sekaligus komikal.

Dalam saga paling anyar berjudul Wano Country (chapter 909-1057), Topi Jerami berada dalam pulau dengan konsep Jepang periode feodal. Oda pernah menyebut bahwa Seven Samurai (1954) dan Akira Kurosawa sebagai film serta sutradara favoritnya. Sudah jelas akan banyak penghormatan terhadap master drama samurai tadi.

Agustus kemarin, One Piece secara resmi memecahkan Guinness World Record sebagai "Seri Komik dengan Salinan Terbanyak" karena melampaui 500 juta kopi yang diterbitkan secara global. Apakah kamu membaca dengan telaten atau hanya sekilas, mudah untuk melihat mengapa seri ini berulang kali memecahkan rekor penjualan.

Dengan volume yang makin tebal, tentu akan menakuti pembaca baru. Beberapa orang langsung tertarik saat chapter pertama, yang lain baru terpesona di pertengahan cerita.

Hanya menonton adaptasi anime, atau yang baru mengikuti karena film barunya tayang di bioskop, tampaknya tak ada kata telat untuk menyelami kisah One Piece yang sering menolak tamat.

"Aku selalu ingin menamatkan serialku. Meski begitu, aku juga merasa masih ada banyak hal yang ingin kugambar," sebut Oda yang mengaku kredibilitasnya sudah hancur jika menjawab pertanyaan kapan One Piece tamat.

Perpaduan imajinasi dan cerita manga shonen klasik, membuat One Piece tetap segar dan menghibur, minggu demi minggu. Membaca manga ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah perjalanan, ketika rekan-rekan baru akan tumbuh dan kamu bisa menyaksikan dunia berubah.

Dalam pertualangan Luffy menjadi Raja Bajak Laut, kita adalah raja yang menua bersama sajian dongeng Eiichiro Oda.

Baca juga artikel terkait ONE PIECE atau tulisan lainnya dari Arif Abdurahman

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Arif Abdurahman
Penulis: Arif Abdurahman
Editor: Irfan Teguh Pribadi