tirto.id - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami kenaikan dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang. Keputusan tersebut terjadi sebagai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam UU HPP tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN diubah dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 silam. Setelahnya, PPN akan kembali dinaikkan hingga 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Seperti diketahui, PPN merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan pada setiap transaksi pembelian atau penjualan barang dan jasa. Kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan PPN dibebankan pada perusahaan atau lembaga sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan pendapatan negara sebesar 6,4 persen pada tahun 2025 menjadi Rp2.996.9 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp2.409,9 triliun atau 80 persen berasal dari pemungutan pajak.
Besarnya nominal tersebut menjadikan pemungutan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan penting bagi negara untuk mendukung program pembangunan dan pemerataan ekonomi bagi masyarakat Indonesia.
Tentunya, kenaikan harga PPN akan berpengaruh pada perputaran roda ekonomi dan daya beli masyarakat. Prof. Dr. Sri Herianingrum, S.E. M.Sc.menyatakan bahwa kenaikan PPN berpotensi mengurangi aktivitas ekonomi mikro.
“Dampaknya akan terasa pada proses produksi dengan adanya tambahan biaya. Yang kemungkinan akan mengurangi profitabilitas perusahaan,” seperti dikutip dari laman resmi Unair.
Kenaikan PPN juga akan menambah buruk kestabilan ekonomi pasca harga-harga kebutuhan pokok yang naik secara signifikan, terutama bagi golongan menengah ke bawah yang sudah terdampak dari kenaikan sebelumnya.
“Di mana terjadi kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng. Hal ini dapat memberi tekanan ekstra, terutama pada golongan menengah ke bawah yang akan merasakan dampaknya secara langsung,” ujarnya.
“Perlu diingat bahwa dampaknya terhadap ekonomi mikro dan perilaku konsumen harus dipertimbangkan secara menyeluruh. Evaluasi terperinci perlu dilakukan untuk memahami dampak serta mempertimbangkan alternatif kebijakan yang dapat mengurangi beban ekonomi pada masyarakat rentan,” tutupnya.
Jenis-Jenis Barang dan Jasa yang Terkena PPN
Dengan kenaikan PPN yang akan terealisasi paling lambat pada 1 Januari 2025 mendatang, Anda perlu mengetahui rincian dan klasifikasi barang dan jasa apa saja yang terkena aturan PPN 12 persen sebagai masyarakat yang membayar PPN atas pembelian barang atau jasa dari PKP.
Berdasarkan UU PPN pasal 4 ayat 1, berikut ini objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
- Impor BKP
- Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
- Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
- Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
- Ekspor JKP oleh PKP
- Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
- Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud,
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
- Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
- Barang Kena Pajak (BKP) berwujud Barang berwujud meliputi: Barang elektronik, pakaian, tanah dan bangunan, perabot rumah tangga, makanan olahan yang diproduksi kemasan, hingga kendaraan bermotor.
- Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud, seperti: Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta, hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, dan pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
Penulis: Wisnu Amri Hidayat
Editor: Dipna Videlia Putsanra