Menuju konten utama

CSIS: Insiden Natuna Karena ZEE Tumpang Tindih

Center for Strategic and International Studies menilai insiden antara Indonesia dan Cina di Kepulauan Natuna terjadi karena Zona Ekonomi Eksklusif merupakan area yang tumpang tindih.

CSIS: Insiden Natuna Karena ZEE Tumpang Tindih
Pemandangan Kota Ranai dilihat dari kawasan Batu Datar di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Ranai merupakan ibukota Kabupaten Natuna, provinsi Kepulauan Riau yang menjadi benteng perbatasan Indonesia dengan negara-negara yang berada di kawasan Laut Cina Selatan. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf[

tirto.id - Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai insiden antara Indonesia dan Cina di Kepulauan Natuna terjadi karena Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) merupakan area yang tumpang tindih.

Saya kira apa yang terjadi di Natuna antara Bu Susi [Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti] dengan kapal ilegal Cina, itu terjadi di wilayah overlap [tumpang tindih] Zona Ekonomi Eksklusif, jadi bukan batas teritorial, bukan sovereignty [kedaulatan]," kata Direktur Eksekutif CSIS Philip J. Vermonte dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, (29/3/2016).

Senada dengan Phillip, Direktur Eksekutif Maritime National Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, dalam kesempatan yang sama, juga mengatakan bahwa dengan ZEE yang tumpang tindih dengan negara lain tersebut, wajar bila banyak pihak yang merasa berhak atas batas tersebut.

Menurut Siswanto, jika Indonesia memang merasa memiliki kewenangan atau yurisdiksi untuk menangkap kapal yang beredar di ZEE Indonesia, maka perlu prosedur hukum yang ketat dan transparan dalam implementasinya.

"Kedaulatan kita di ZEE itu tidak 100 persen. Yang menariknya, ZEE kita itu juga sebetulnya tumpang tindih dengan [negara] yang lain di Natuna. Itu yang menyebabkan benturan," imbuhnya.

Philip mengatakan bahwa hak berdaulat atas batas perairan teritorial dan ZEE suatu negara telah diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut UNCLOS 1982.

"Tapi di situ persoalannya bukan langsung soal kedaulatan, tapi lebih ke penegakan hukum. Bagaimana menghalangi atau menegakkan hukum pada pihak yang mencoba mengambil keuntungan secara ekonomi di ZEE Indonesia," ucapnya.

Philip juga menilai lantaran sifatnya yang tidak langsung terkait wilayah teritorial, maka seharusnya ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah dengan kapal Cina itu yang tidak dengan pendekatan militer, termasuk salah satunya dengan menjalin dialog.

"Menurut saya, itu bukan intrusi yang sifatnya militeristik. Untuk itu, ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah, termasuk berkomunikasi dengan pihak Cina," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah menyampaikan protes kepada Kuasa Usaha Sementara Cina di Jakarta Sun Weide atas aksi pelanggaran yang dilakukan penjaga pantai Cina di wilayah perairan Indonesia.

Sebuah kapal asal Cina, KM Kway Fey, yang disinyalir melanggar batas ZEE, akan dibawa petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, tiba-tiba datang kapal penjaga pantai Cina yang datang mendekat serta menabrak Kway Fey, dengan dugaan agar kapal ikan asal Cina tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.

Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke dengan kapal mereka, KP Hiu 11, dan hanya berhasil membawa delapan Awak Badan Kapal Kway Fey.(ANT)

Baca juga artikel terkait CINA atau tulisan lainnya

Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara