Menuju konten utama

Contohlah Kim Jong Un yang Menghargai Fesesnya

Hargailah fesesmu seperti Kim Jong Un, karena feses adalah sumber informasi lengkap kesehatan tubuh. Feses juga bisa digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan terobosan medis.

Contohlah Kim Jong Un yang Menghargai Fesesnya
Ilustrasi feses. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, selalu membawa toilet pribadinya ke manapun ia pergi. Kim tak ingin kotorannya tercecer dan dimanfaatkan lawan karena bisa digunakan untuk mengetahui kelemahannya. Kekhawatiran Kim bukan tak berdasar. Feses dan urine memang dapat dijadikan alat identifikasi masalah kesehatan tuannya.

Seperti dilansir dari laman New York Post, kebiasaan unik Kim awalnya terkuak dalam pertemuan antara Korea Utara dan Korea Selatan di Zona Demiliterisasi (DMZ), Jumat (2/4/2018). Saat itu, Kim membuat kesepakatan perdamaian dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Di balik sejarah yang baru saja ditorehkan, ada protokol tak lazim yang dijalankan pihak keamanan Korea Utara. Kim kabarnya enggan menggunakan fasilitas toilet di seluruh area pertemuan dan memilih membawa toilet pribadi.

Protokol serupa diterapkan petugas keamanan Korea Utara saat mengawal Kim bertemu dengan Donald Trump di Singapura. Alih-alih menggunakan fasilitas dan pelayanan di tempatnya menginap, Kim membawa bekal makanan pribadi, limosin anti peluru, dan, tak ketinggalan, toilet portabelnya. Ia bahkan menyiapkan strategi tipuan rumit saat perjalanan terbang ke Singapura.

Pertama, Kim memilih terbang berputar melalui Beijing karena rute Pyongyang-Shanghai-Singapura dianggap riskan lantaran melewati laut. Kedua, ia berharap dapat mengelabui mata-mata dengan menerbangkan tiga pesawat berturut-turut termasuk pesawat yang memuat dirinya, dengan jeda masing-masing satu jam.

Kepada Washington Post, seorang pembelot bernama Lee Yun-keol, mantan petugas di unit Komando Keamanan Korea Utara, menceritakan alasan Kim selalu menerapkan protokol khusus tersebut. Ternyata, Kim memiliki toilet pribadi yang selalu ditempatkan pada salah satu mobil pengawalnya, bahkan pada kendaraan khusus medan pegunungan atau bersalju.

Protokol perjalanan serupa juga diterapkan Kim saat melakukan inspeksi ke markas militer dan pabrik-pabrik di luar Korut. Ada rentetan kendaraan yang konvoi mengawal Kim, termasuk satu mobil yang berfungsi sebagai toilet, dimaksudkan untuk mengecoh mobil tempat Kim berada. Lee berujar, pemimpin Korea Utara itu tak pernah sekalipun sudi menggunakan toilet umum.

“Terdapat status informasi kesehatan pemimpin dalam sekresinya, jadi tak bisa ditinggalkan sembarangan,” ujar pria yang membelot ke Korea Selatan pada 2005 ini.

Hasil sekresi manusia seperti urine dan feses memang seringkali dijadikan sarana untuk mendeteksi status kesehatan. Semakin pekat warna urine, misalnya, maka bisa diketahui bahwa tubuh mengalami defisit cairan. Laman The Continence Foundation of Australia, sebuah organisasi yang giat mempromosikan kesehatan kandung kemih dan usus, mengidentifikasi tujuh tipe feses.

Feses tipe 1 dan 2 menampakkan gejala konstipasi. Sekresinya sulit dikeluarkan, berbentuk bongkahan-bongkahan kecil seperti kerikil dan keras. Jenis feses ini menunjukkan dua identifikasi kesehatan, yakni kekurangan serat atau dehidrasi. Jumlah konsumsi serat memang dapat dilihat dari terapungnya feses. Makin banyak jumlah serat yang dikonsumsi, maka massa feses akan lebih berat dan lebih mudah tenggelam, begitu pula sebaliknya.

Serat merupakan makanan utama bagi bakteri di usus. Bakteri usus akan maksimal memfermentasikan zat sisa pencernaan ketika serat tercukupi, sehingga feses lebih mudah dibuang keluar tubuh. Asupan air juga membantu menjaga kesehatan bakteri dan mendorong feses keluar tubuh.

Feses tipe 3 dan 5 merupakan bentuk feses yang mendekati baik, bentuk terbaiknya adalah tipe 4. Feses tipe ini dikeluarkan dengan mudah, konturnya tidak keras dan tidak lembek, dan berbentuk utuh. Ini menandakan pencernaan tubuh berada dalam kondisi normal.

Selanjutnya, feses tipe 6 dan 7 menunjukkan diare. Tipe ini sangat mudah dikeluarkan, frekuensinya dapat terjadi berkali-kali, serta lembek dan berair.

Kondisi feses ini terjadi karena gangguan pada keseimbangan bakteri baik di usus. Kontraksi dinding usus terjadi berlebihan ditambah gangguan kerja bakteri usus yang tidak maksimal menyerap sisa air dari pencernaan. Akibatnya, feses yang dikeluarkan menjadi lembek dan berair. Kondisi ini lazim disebabkan oleh kualitas makanan yang buruk.

Infografik TAI

Feses jadi Terobosan Medis

Selain dapat digunakan sebagai identifikator kesehatan, feses juga dijadikan solusi masalah kesehatan di dunia. Diceritakan CNN, Eric, pemuda berumur 24, melihat sari fesesnya yang telah berbentuk cairan berwarna cokelat dalam lemari pendingin. Bentuknya seperti milkshake cokelat beku, namun dengan bakteri baik yang diawetkan dengan teknik cryogenik pada suhu -112°F (-80°C).

Ia tertawa dan tak menyangka fesesnya telah menjadi bagian dari solusi atas pengobatan pasien yang terinfeksi bakteri Clostridium difficile (bakteri pada usus besar). Infeksi ini setidaknya telah membunuh 15 ribu orang dan menyerang setengah juta orang per tahunnya di Amerika. Sebuah laboratorium di sebelah barat laut Boston, OpenBiome, akhirnya mengembangkan transplantasi feses dari orang-orang sehat seperti Eric sebagai solusi.

Selama ini, pengobatan infeksi tersebut lazim menggunakan antibiotik. Namun, antibiotik dapat meningkatkan resistensi atau bahkan gagal bekerja. Bakteri baik terbunuh, sementara bakteri jahat justru tumbuh tak terkendali. Dengan transplantasi feses, proses pengobatan akan lebih efektif karena hanya bakteri baik yang akan ditransfer ke usus pasien.

Mereka akan membunuh bakteri jahat Clostridium difficile tanpa membunuh bakteri baik yang sebelumnya telah ada di usus mereka. Tapi, tak semua feses dapat digunakan, hanya feses tipe tiga, empat, dan lima yang bisa menjadi donor. Feses Eric digolongkan di tipe kelima.

“Dibutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk menemukan donor (yang tepat). Jadi ketika kami menemukannya, kami menjaga agar mereka bisa menjadi donor tetap,” kata Mark Smith, Direktur Penelitian OpenBiome.

Selain tipe feses, mereka juga harus lolos uji penilaian klinis. Ada beberapa faktor yang mendiskualifikasi pendonor di antaranya terkait obesitas, penggunaan narkoba, antibiotik, perjalanan ke daerah berisiko tinggi penyakit, dan tato. Feses dan darahnya juga harus dinyatakan bebas infeksi. Setelah semua uji laboratorium lolos, feses pendonor akan ditempatkan dalam kantung-kantung donor dan diekstrak dengan larutan garam.

Setelah dua menit, adonan akan mengendap dan disaring untuk memperoleh ekstrak cairan dengan bakteri baik di dalamnya. Rata-rata, satu plastik sumbangan feses mengisi cairan pada empat botol plastik ukuran 250 ml. Nantinya, transfer mikroba dapat dilakukan dengan dua cara: kolonoskopi dan melalui tabung di hidung.

Terobosan OpenBiome ini telah menangani sekitar 5.000 perawatan di 350 rumah sakit yang tersebar di 47 negara bagian. Smith mengatakan, 90 persen pasien yang diobati dengan transplantasi feses menunjukkan perbaikan kualitas kesehatan.

“Mereka akan pergi ke kamar mandi 20 kali sehari kemudian memiliki gerakan usus normal segera, paling lambat di hari berikutnya,” ujar Smith.

Untuk menghargai para donornya, Smith menawarkan kompensasi sebesar 40 dolar per sampel. Sampai sekarang, selama 2,5 bulan menjadi pendonor, Eric telah menyumbangkan 10,6 pon feses—cukup untuk menghasilkan ekstrak feses bagi 133 pasien. Atas partisipasinya, pemuda itu telah menerima insentif sebesar 1.000 dolar dari feses-fesesnya.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN TUBUH atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Ivan Aulia Ahsan