Menuju konten utama

Claudio Ranieri: Pilihan Tahan Banting di Tengah Krisis Roma

"Claudio [Ranieri] datang dari kota ini, dia penggemar Roma tetapi lebih dari itu, dia salah satu pelatih paling berpengalaman dalam sepakbola dunia," kata Totti.

Claudio Ranieri: Pilihan Tahan Banting di Tengah Krisis Roma
Claudio Ranieri. Foto/Getty Images

tirto.id - Setelah dipecat Fulham pada Februari 2019, Claudio Ranieri tak butuh waktu lama untuk kembali ke kursi pelatih. Pada Jumat, 9 Maret 2019, pelatih berusia 67 tahun resmi menjadi pelatih anyar AS Roma, menggantikan Eusebio Di Francesco yang baru saja didepak klub asal ibu kota Italia tersebut.

Ranieri akan dikontrak hingga akhir musim 2018-2019 nanti, dengan target yang lumayan berat yakni membawa Roma finis di posisi empat besar.

AS Roma jelas bukan klub yang asing bagi Ranieri. Ia adalah fans Roma, pernah bermain di sana, juga pernah menjadi pelatih Roma. Maka, saat panggilan itu datang, Ranieri hanya bisa mengangguk.

"Aku senang kembali ke rumah," kata Ranieri, dilansir dari situs resmi Roma. "Ketika Roma memanggilmu, mustahil untuk berkata tidak."

Ranieri bermain bersama Roma pada musim 1973-1974. Namun dalam periode tersebut, ia hanya bermain dalam enam pertandingan. Karier semenjana Ranieri sebagai pemain itu, dibalas dengan pencapaian yang lumayan apik sebagai pelatih Roma: pada musim 2009-2010, ia nyaris membawa Roma menjadi juara Serie A.

Kala itu Roma finis di peringkat kedua. Giallorossi mengumpulkan 80 angka, hanya tertinggal dua angka dari Inter Milan, yang waktu itu tidak hanya menjadi juara Serie A, tapi juga berhasil menggondol Copa Italia dan Liga Champions Eropa. Dan meski gagal, penampilan Roma saat itu sangat enak untuk ditonton.

Setidaknya Michael Cox, analis sepakbola Inggris, berpendapat demikian.

"Roma di bawah asuhan Ranieri pada musim 2009-2010 sangat, sangat bagus. Totti bermain sebagai false nine, Vucinic menusuk dari samping, Riise muncul dari belakang, Daniele De Rossi dan David Pizzaro bisa mengontrol segalanya," cuit Cox.

Pertanyaannya, dalam waktu yang sangat singkat, apakah Ranieri adalah orang yang tepat untuk memperbaiki Roma?

Roma Sedang Krisis

Tanda-tanda AS Roma akan mengalami penurunan sebetulnya sudah terjadi pada awal musim panas 2018. Daripada mendatangkan pemain-pemain bintang, mereka justru menjual sejumlah pemain terbaiknya: Kevin Strootman dilego ke Marseille, Nainggolan pindah ke Inter, dan Alisson menjadi salah satu pembelian terbaik yang dilakukan Liverpool pada musim ini.

Kepergian pemain-pemain bintang tersebut memang dibarengi dengan kedatangan pemain-pemain baru. Namun, saat Roma memilih menggantikan mereka dengan Javier Pastore, Steven N’zonzi, hingga Justin Kluivert, Roma benar-benar menjadi tim yang berbeda. Alasannya: karakter menyerang pemain-pemain baru yang mereka datangkan membikin anak asuh Eusebio Di Francesco itu kehilangan keseimbangan.

"Aku tidak tahu harus memainkan formasi seperti apa," keluh Di Francesco pada September 2018.

Pada akhirnya, melalui hitung-hitungannya, Di Francesco memang berhasil mengakali ketidakseimbangan tersebut. Setelah sempat terpuruk di papan bawah, Roma berhasil bangkit dan kembali ke papan atas. Terakhir, sebelum digebuk Lazio, Roma bahkan tak pernah kalah dalam delapan pertandingan di Serie A.

Sayangnya, kekalahan Roma dari Porto pada babak 16 besar Liga Champions Eropa 2018/2019 lantas mengubah peruntungan Di Francesco. Selepas laga itu, mantan gelandang Roma itu dipecat.

Pemecatan Di Francesco ternyata berbuntut panjang. Monchi, Direktur Olahraga AS Roma, memutuskan angkat kaki pada akhir musim nanti. Entah apa alasannya, diduga kuat ia mundur karena tak senang dengan didepaknya Di Francesco dari kursi pelatih.

Bagi Roma, keputusan Monchi tersebut tentu menjadi sebuah pukulan telak. Bagaimanapun, di tengah-tengah blundernya pada bursa transfer musim ini, Monchi tergolong sukses "membangun" Roma yang tengah dilanda krisis finansial.

Dan, Claudio Ranieri pun harus siap menanggung segalanya.

Ranieri Tahan Banting

Kesuksesan Ranieri saat membawa Leicester City menjadi juara Premier League musim 2015-2016 memang sebuah anomali di sepanjang karier kepelatihannya. Sudah melatih sebanyak 19 klub, kegagalan dan pemecatan merupakan karib Ranieri.

Terakhir, ia dipecat Fulham hanya sekitar tiga setengah bulan setelah menjabat sebagai pelatih. Ia menutup petualangannya di Fulham dengan kekalahan 0-2 dari Southampton, sekaligus mendengar nyanyian tidak mengenakkan dari fans Fulham: ”You don’t know what you’re doing.”

Meski demikian, dalam setiap pemecatannya, Ranieri ternyata nyaris tak mengeluarkan unek-unek negatif terhadap mantan klubnya. Di tengah-tengah hujan cacian, ia hampir selalu bersikap santun dan terus melangkah maju. Orang-orang barangkali bosan melihat kegagalannya, tapi ia adalah seorang petarung.

Yang menarik, kemampuan bertarung Ranieri itu bahkan sudah mengalir di dalam darahnya sejak hari pertama ia mengikuti kursus kepelatihan. Dalam salah satu wawancaranya dengan The Times, Ranieri pernah menceritakan kisah yang tak pernah bosan diceritakannya kepada orang-orang: "Kami diberi tahu bahwa menjadi pelatih itu seperti melakukan terjun payung – terkadang parasutnya tidak terbuka dan Anda akan jatuh ke tanah."

Sejak saat itu, Ranieri sudah berkali-kali jatuh ke tanah tanpa bisa membuka parasutnya. Tetapi, berkali-kali pula ia berhasil bangkit untuk kembali melawan tantangan.

Maka, seburuk apa pun kondisi Roma yang sekarang, Ranieri akan melahap tantangan yang diberikan Roma dengan segala kemampuannya. Setidaknya, Francesco Totti, legenda Roma, percaya bahwa Ranieri adalah pilihan yang tepat.

"Claudio [Ranieri] datang dari kota ini, dia penggemar Roma tetapi lebih dari itu, dia salah satu pelatih paling berpengalaman dalam sepakbola dunia," kata Totti.

"Yang kami butuhkan sekarang adalah sepasang tangan yang aman untuk membimbing kami kembali ke empat besar dan memastikan bahwa kami bermain lagi di Liga Champions musim depan. Kami memiliki 12 pertandingan tersisa dan kami harus memenangkan sebanyak mungkin pertandingan tersebut."

Baca juga artikel terkait AS ROMA atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Mufti Sholih