tirto.id -
“Ah enggak Pak, saya baik-baik saja.”
“Enggak [usah ditutupi]. Saya tahu.”
Hajriyanto Y Thohari, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah tak bisa mengelak saat AM Fatwa menyebut hubungannya dengan Amien Rais kurang harmonis. Suatu hari, di salah hotel di Solo, Hajriyanto secara tak sengaja bertemu dengan Fatwa yang baru selesai menjenguk ibu Amien Rais: Hajah Sudalmiyah Rais.
Fatwa yang merupakan kader Muhammadiyah tahu hubungan antara Amien dan Hajriyanto kurang baik sejak Hajriyanto menjabat sebagai Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1993-1998) dan Amien Rais sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah (1995-2000). Fatwa kemudian menyarankan Hajriyanto menjenguk ibu Amien Rais agar kebekuan hubungan mereka menjadi lebih cair.
“Saya sarankan Mas Hajriyanto menengok ibunya Pak Amien Rais yang sedang sakit,” kenang Hajriyanto di kediaman Fatwa Jalan Palem Komplek Bappenas, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (14/12/2017).
Saran itu dilaksanakan Hajriyanto. Di rumah sakit ia bertemu dengan dua adik Amien Rais: Dahlan Rais, Abdul Razak Rais; dan tiga orang anak Amien. Kebekuan yang berlangsung cukup panjang antara dirinya dengan Amien mencair di hari itu.
Bagi Hajriyanto saran Fatwa tidak saja menjelaskan besarnya perhatian anggota DPD RI itu terhadap kerukunan dan persatuan umat Islam, tapi juga kerukunan antar personal seseorang. “Dia selalu ingin memberikan sumbangan perbaikan terhadap hubungan orang,” ujarnya.
Sebagai tokoh Muslim yang gandrung persatuan, Hajriyanto mengatakan Fatwa juga aktifis yang serius memperjuangkan demokrasi di era Orde Baru. Fatwa misalnya pernah terlibat dalam Petisi 50 bersama sejumlah tokoh seperti A.H Nasution, Mohammad Hatta, Burhanuddin Harahap, Mohammad Natsir, dan Ali Sadikin. Kritiknya yang keras terhadap Orde Baru sempat menyeret Fatwa ke dalam penjara.
Pada tahun 1984 ia dikenai tuduhan subversif karena tuduhan terlibat kasus Tanjung Priok 1984. Dia diadli dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara dari tuntutan jaksa seumur hidup. “Tidak ada seorang pun yang bisa memungkiri betapa dia bersungguh-sungguh dan gigih dalam berjuang menegakkan demokrasi dengan menjadi oposan pemerintah Order Baru yang sangat keras,” kata Hajriyanto.
Fatwa juga aktif memperjuangkan nasib tokoh-tokoh pergerakan yang karena pertimbangan politis tidak dihargai oleh negara. Ia, misalnya kata Hajriyanto, menginisiasi pemberian gelar pahlawan bagi Kasman Singodimedjo, Ki Bagus Hadikusumo, Sjafruddin Prawiranegara, dan Kahar Muzakkir. "Sampai saat ini dia masih perjuangkan dengan gigih meski sampai akhir hayatnya belum berhasil," ujar politikus Golkar ini.
Salah satu keponakan Fatwa Andi Agung Baso Amir menceritakan sebelum meninggal, Fatwa tengah berusaha merampungkan penulisan autobiografi perjalanan hidupnya. Hal itu ia lakukan selama menjalani perawatan di RS MMC Kuningan Jakarta Selatan. "Saya lihat sendiri di rumah sakit ngobrol, sementara ajudan ngetik, asistennya mengetik [autobiografi]," kata Agung.
Agung mengatakan autobiografi AM Fatwa rencananya akan terbit dalam 500 halaman. Autobiografi itu bercerita tentang perjuangannya sebagai aktivis, politikus, masyarakat Nusa Tenggara Barat, dan karier sebagai anggota marinir.
Namun belum juga rampung keinginan itu, Fatwa sudah keburu meninggal lantaran sakit lever yang menderanya. "Kurang lebih [baru] sekitar 300 halaman," ujarnya.
Sebagai aktivis, Fatwa dikenal pandai berorasi. Agung mengenang suatu hari pada 25 September 2017 Fatwa mengatakan dirinya tidak sempat berpidato terlalu lama, hanya dua menit. Namun saat tiba giliran berpidato, Fatwa berbicara jauh lebih panjang dari rencana.
"Tapi namanya Pak Fatwa akhirnya 15 menit pidato," ujarnya.
Sebelum menjalani perawatan di rumah sakit, Fatwa sempat melakukan kunjungan luar negeri ke Filipina selama tiga hari. Namun begitu tiba di Tanah Air sekitar dua pekan lalu, kesehatan tubuhnya menurun.
"Dia terakhir ke luar negeri ke Filipina, tiga hari usai itu dari bandara langsung ke Rumah Sakit MMC," ujar Agung.
Agus mengatakan Fatwa memang sudah berkali-kali keluar masuk rumah sakit. Namun Fatwa tidak pernah mengeluh soal sakit levernya. Keluarga pun tidak menyangka sakit lever Fatwa sudah masuk tahap stadium empat.
"Kelebihan beliau tidak pernah merasa sakit, jadi kami enggak ngerti beliau sakit, malah kami sebagai keluarga kaget," kata dia.
Kabar meninggalnya Fatwa didapat Amir dari pesan singkat ajudan sang paman. Saat itu, sang ajudan mengatakan kondisi Fatwa menurun. Selang 10 menit kemudian, sekitar pukul 05.30 WIB Andi menerima pesan kedua. Isinya Fatwa telah meninggal dunia di usia 78 tahun.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar