tirto.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memproyeksikan jika Prabowo-Gibran terpilih di Pemilihan Presiden 2024 akan mendorong laju utang di Indonesia. Alasannya, karena program yang digagas lebih banyak dibandingkan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
“Beberapa program Prabowo dinilai akan mendorong laju utang lebih tinggi atau mengorbankan anggaran lain seperti subsidi energi yang masih dibutuhkan masyarakat,” kata Bhima kepada Tirto, Selasa (20/2/2024).
Tidak hanya itu, dia juga khawatir pada komposisi kabinet Prabowo-Gibran yang dinilai cukup gemuk. Bhima pun berharap sosok profesional masih ada dalam jajaran kabinet sehingga tidak mengakomodasi keinginan rakyat saja.
“Pertanyaan berikutnya, apa sosok profesional seperti Sri Mulyani dan Retno akan lanjut di kabinet Prabowo? Pos Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas pemerintahan ke depan,” kata Bhima.
“Salah pilih orang meski satu putaran efeknya akan jauh lebih buruk dibanding penghematan anggaran pemilu [akibat satu putaran],” ungkap Bhima.
Kemudian, Bhima mengatakan situasi yang dihadapi oleh pemerintahan baru nanti adalah situasi sangat menantang. Sebab, situasi global tidak berpihak pada Indonesia. Ini ditandai dengan harga komoditas anjlok, ekonomi mitra dagang terbesar yakni Cina sedang sakit-sakitan, serta kondisi Pemilu di AS yang bisa berpengaruh terhadap kebijakan moneter dan arus modal yang masuk ke RI.
“Jadi Prabowo menjabat sebagai presiden pun situasinya tidak mewah untuk melakukan berbagai kebijakan yang sifatnya populis seperti makan siang gratis dan susu gratis. Saya kira kalau diberlakukan secara nasional sangat berat,” Bhima.
Untuk diketahui, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menilai outstanding utang Indonesia yang mencapai Rp8.041 triliun per November 2023 masih aman. Dia menilai efektivitas utang pemerintah tidak hanya mengacu pada nominal, melainkan perlu memerhatikan berbagai indikator lainnya.
“Namun tentu kita tidak sekadar melihat nominal, kalau kita melihat berbagai indikator portofolio utang kita, justru kinerja utang termasuk risiko, utang kita itu lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata Suminto dikutip dari Antara.
Berdasarkan indikator rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) yang saat ini 38,11 persen, Suminto menilai utang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Rasio tersebut menandai penurunan dibandingkan posisi Desember 2022 yang sebesar 39,7 persen, juga posisi Desember 2021 sebesar 40,7 persen.
Kemudian jika mengacu pada indikator utang berdasarkan risiko nilai tukar (currency risk), nilai tukar proporsi dari utang Indonesia dalam valuta asing (valas) juga kian menurun. Per November 2023, utang pemerintah dalam bentuk valas tercatat 27,5 persen.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin