Menuju konten utama
Bahasa Indonesia

Cara Menyampaikan Kritik Secara Santun dan Bertanggung Jawab

Cara menyampaikan kritik secara santun dan bertanggung jawab beserta contoh kalimatnya.

Cara Menyampaikan Kritik Secara Santun dan Bertanggung Jawab
Ilustrasi menyampaikan kritik secara santun. foto/IStockphoto

tirto.id - Kritik merupakan opini atau pendapat seseorang untuk menanggapi sesuatu dengan mempertimbangkan tentang baik atau buruknya hal.

Bukan sekadar menyatakan pendapat secara santun, kritik yang penilaian ini perlu diselipi dengan fakta-fakta agar bisa dipertanggungjawabkan.

Bentuk kritik bisa berupa lisan atau tulisan. Sedangkan objeknya, bisa terkait pendapat, hasil karya, keadaan, kondisi alam, kondisi pemerintahan, dan hal-hal lainnya yang perlu dinilai.

Biasanya, kritik dicirikan dengan menyertakan sesuatu itu buruk atau baik, demikian seperti dikutip laman Guru Berbagi kemdikbud.

Terkadang, kritik ini dijadikan sebagai permainan lantaran mereka hanya mengujarkan pendapat buruk namun tak punya alasan.

Oleh karena itu, tujuan kritik yang ingin memperbaiki sesuatu malah menjadi bualan tak bermutu.

Terkait tujuan, kritik disampaikan demi memperbaiki keadaan atau suatu hal yang memang butuh pengembangan atau perubahan. Tentunya, semua itu harus disampaikan secara santun dan dengan alasan yang masuk akal.

Berikut ini ciri-ciri kritik:

  1. Adanya komentar tentang sesuatu
  2. Memberikan pendapat tentang kelebihan atau kekurangannya
  3. Memberikan saran terhadap sesuatu
  4. Bertujuan sebagai jembatan hal yang dikritik dengan penciptanya atau pemiliknya.

Cara Menyampaikan Kritik Secara Santun dan Bertanggung Jawab

Untuk menyampaikan kritk secara santun, orang yang memberikan pendapatnya tentang sesuatu harus memperhatikan beberapa hal.

Di antaranya pengunaan pertanyaan retoris, bahasa-bahasa pengibaratan (majas), dan menggunakan gambaran aksi.

Berikut keterangan mengenai ketiganya:

1. Pertanyaan retoris

Mengungkapkan sesuatu yang buruk tidak harus membuat orang yang dinilai terpojok.

Oleh karena itu, kritik disampaikan dengan pemilihan kosa kata yang santun agar yang dikritik tidak merasa disalahkan dan hanya perlu memperbaiki diri.

Salah satunya dengan menggunakan kosa kata berupa pertanyaan retoris. Dengan pertanyaan yang menyindir ini, orang yang dikritik bisa merasakan apa yang seharusnya dilakukan. Untuk contoh, lihat pertanyaan berikut:

“Mau sampai kapan manusia menjadi kuda?”

Pertanyaan ini memang terkesan tidak familiar jika tidak disangkutkan terhadap konteks.

Sebut saja contohnya bahwa orang yang dikritik selalu menghabiskan waktu di tempat kerjanya dan tidak memperhatikan kondisi keluarganya.

Maka, pertanyaan tersebut mengibaratkan orang tersebut untuk sadar diri dan lebih perhatian. Akhirnya, sesuatu yang baik pun terjadi jika perubahan dilakukan oleh pihak yang dikritik.

2. Penggunaan bahasa pengibaratan (Majas)

Menurut Fadillah dan Sefi Indra dalam Cerdas Cergas (2017, hlm. 38), majas itu sendiri digunakan dalam kritik untuk menjadi cerminan dan meningkatkan kepekaan orang yang dikritik. Biasanya, majas yang digunaan berbentuk ironi dan sinisme.

Pada majas ironi, bahasa yang diungkapkan menyelipkan hal yang berkebalikan dari sesuatu yang dikritik. Berikut contohnya:

“Sawah semakin luas sehingga masyarakatnya sulit makan”

Lalu, majas sinisme diungkapkan dengan ejekan yang punya maksud baik untuk memperbaiki sesuatu. Berikut contohnya:

“Walaupun miskin, yang penting gaya”

Kendati terkesan kurang santun, penggunaan majas ini tetap dalam kategori santun lantaran tidak terlalu menyudutkan orang yang dikritik.

Hal ini berlaku selama pengkritik punya alasan yang dapat dipertanggungjawabkan jika nanti yang dikritik tidak terima.

3. Gambaran Aksi

Seperti sebelumnya, aksi ini diungkapkan dalam kritik demi mengetahui kondisi yang sebenarnya.

Sebut saja ada sebuah sungai yang terbilang kotor di lingkungan seseorang. Ketika warga berbondong-bondong membersihkan, ternyata kepala desa tidak menghadiri acara pembersihan sungai tersebut. Setelah itu, ada orang yang berkomentar:

“Tadi pagi saya lewat sungai itu. Di sana banyak sekali emas yang mengambang. Para warga pun berbondong-bondong mengambilnya. Sayang sekali, Kepala Desa ketinggalan acaranya.”

Melalui teks aksi tersebut, kritik disampaikan melalui bahasa yang tidak menyindir siapapun. Aksi pemungutan emas yang berupa “sampah” ternyata dilewatkan begitu saja oleh kepala desa.

Dengan begitu, kepala desa yang tentunya tahu bahwa acara tersebut digelar demi kebaikan, malah tidak menghadiri acara.

Akhirnya, kritik yang mempunyai alasan ini bisa dipertanggungjawabkan lantaran kebenarannya memang seperti itu. Jika bukan emas asli, kepala desa tidak akan datang.

Baca juga artikel terkait KRITIK atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dhita Koesno