tirto.id - Cara baca QRIS sempat jadi perdebatan sengit di media sosial. Beberapa orang membaca QRIS sebagai "kyuris" ada juga yang "kris" dan ada juga yang "kyu ar".
Bank Indonesia (BI), selaku penerbit QRIS kemudian menjelaskan pada melalui akun twitter resminya bahwa cara membaca QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) adalah “KRIS”, bukan “KYURIS” seperti banyak orang lakukan.
Lantas, apa sebenarnya QRIS? Apa pula manfaat bagi penggunanya?
Apa Itu QRIS?
Mengutip laman resmi BI, QRIS adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menggunakan QR Code. QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Sistem pembayaran ini berguna agar proses transaksi dengan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Semua Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang akan menggunakan QR Code Pembayaran wajib menerapkan QRIS.
Sebagaimana diwartakan pada Siaran Pers BI No.21/62/DKom, QRIS efektif digunakan sejak 1 Januari 2020 dengan mengusung semangat Unggul. Kata Unggul sendiri merupakan akronim yang mengandung empat poin makna yaitu:
- Inklusif, untuk seluruh lapisan masyarakat dan dapat digunakan di domestik dan luar negeri;
- Transaksi dilakukan dengan mudah dan aman dalam satu genggaman;
- Efisien, satu kode QR untuk semua aplikasi;
- Transaksi cepat dan seketika, mendukung kelancaran sistem pembayaran.
QRIS mengandung serangkaian kode yg memuat data/informasi, berupa identitas pedagang/pengguna, nominal pembayaran, dan/atau mata uang yang dapat dibaca dengan alat tertentu dalam rangka transaksi pembayaran.
Manfaat QRIS Bagi Merchant
Mengutip dokumenBahan Sosialisasi QRIS milik BI, ada sejumlah manfaat bagi merchant bila menggunakan QRIS sebagai sistem pembayaran non tunai.
- Mengikuti trend pembayaran secara non-tunai-digital (Ovo, Gopay, LinkAja, Dana, Paytren, CIMB GoMobile, PermataX, MoBRI, Bank Bali….). Potensi perluasan penjualan karena alternatif pembayaran selain kas.
- Peningkatan traffic penjualan.
- Penurunan biaya pengelolaan uang tunai/kecil karena tidak memerlukan uang kembalian. Sebagian uang penjualan langsung tersimpan di bank dan bisa dilihat setiap saat. Serta, menurunkan risiko uang tunai hilang atau dicuri.
- Penurunan risiko rugi karena menerima pembayaran dengan uang palsu.
- Transaksi tercatat otomatis dan bisa dilihat history transaksi.
- Building credit profile bagi bank, peluang untuk mendapat modal kerja menjadi lebih besar.
- Kemudahan pembayaran tagihan, retribusi, pembelian barang secara non-tunai tanpa meninggalkan toko.
- Mengikuti program pemerintah (BI, Kementerian dan Pemda).
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra