tirto.id - Guna mencari landasan untuk pengembangan e-sports di Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menggelar simposium yang dihadiri berbagai elemen olahraga di Hotel Rattan Inn, Banjarmasin, Sabtu (7/9/2019). Acara bertajuk 'Simposium Kajian Lintas Perspektif e-sports' ini menghasilkan sejumlah rumusan dari tujuh sudut pandang.
Dari sudut pandang keilmuan olahraga misal, e-sports dinilai masih belum memenuhi enam standardisasi untuk layak disebut sebagai olahraga. Ada pula satu dari tiga landasan Olympic Charter untuk kriteria olahraga—yakni landasan aktivitas fisik—yang belum terpenuhi dari e-sports.
Sementara dari sudut pandang kesehatan, e-sports masih punya kecenderungan memicu beragam penyakit. Fakta bahwa masih banyak praktik latihan berlebihan—tanpa diimbangi menjaga kebugaran—yang dilakukan para atlet e-sports bikin sejumlah partisipan simposium mengusulkan satu solusi: praktik latihan dan bermain gim sepantasnya dibatasi.
“Supaya mereka tidak kecanduan. Karena kalau sudah kecanduan mereka bisa terganggu fisik maupun mental,” ungkap akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Cempaka Thursina.
Sementara Ketua Indonesian e-sports Association (IeSPA), Eddy Lim bilang: “untuk menuju ke profesional [menjadi atlet profesional], ada batasan yang harus dipatuhi. Karena untuk berprestasi perlu mengimbangi kegiatannya [bermain gim] dengan menjaga kondisi fisik. Untuk latihan pun juga dibatasi, biasanya satu dan dua jam saja.”
Kendati dari sudut pandang keilmuan olahraga dan kesehatan pandangan negatif lebih dominan, ada beberapa sudut pandang yang sejauh ini menempatkan sisi positif e-sports lebih banyak.
Sebut saja dari sudut pandang ekonomi. Masifnya turnamen dan praktik permainan gim-gim macam CS:Go, PUBG, dan sebagainya bikin perekonomian negara lebih berdenyut, baik secara makro maupun mikro. Di aspek psiokologi, e-sports juga bisa mendorong para pelakunya meningkatkan kemampuan motorik dan kecepatan pengambilan keputusan.
“Atlet e-sports itu dituntut melakukan rata-rata 300 perintah dalam satu menit, ini fakta.” Ucap Christian Wihananto, country producer Garena yang juga hadir dalam simposium.
Tak ketinggalan perwakilan atlet e-sports, Richard Permana ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Richard, dalam argumennya, menjelaskan bahwa atlet e-sports 'juga manusia.' Mereka bisa tertekan, punya beban tinggi, dan butuh suport dari banyak pihak.
Richard, juga menampik anggapan bahwa atlet e-sports atau pemain gim punya kecenderungan bertindak menyimpang.
“Sepanjang menjadi atlet e-sports, bermain gim, saya sama sekali tidak mendapat dorongan untuk berperilaku negatif atau menyimpang,” ucapnya.
Muara dari kegiatan ini, agar Kemenpora dapat merumuskan langkah yang lebih bijak untuk menyikapi e-sports. Apalagi perkembangan teknologi bikin ketertarikan generasi muda terhadap gim seperti keniscayaan yang tak dapat dihindari.
Dan soal muara tersebut, simposium hari ini menghasilkan masukan dari sudut pandang pemerintahan. Kemenpora dan pemerintah, diharapkan bisa menempatkan e-sports pada posisi yang semestinya.
"Selama ini banyak masukan positif dan negatif ke Kemenpora soal sikap kami pada e-sports. Tapi sejauh ini Kemenpora lebih banyak diam, kami masih menunggu lebih banyak perspektif masuk sebelum menentukan langkah bagaimana mengembangkannya. Haornas dan simposium ini adalah momen penting untuk membantu Kemenpora menyikapi perkembangan teknologi, gim, dan e-sports," ungkap Deputi Pembudayaan Olahraga Kemenpora, Raden Isnanta.
Acara simposium yang diadakan Kemenpora kali ini merupakan satu dari rangkaian perayaan Hari Olahraga Nasional (Haornas) ke-36 yang akan jatuh Senin (9/9/2019) besok. Selain simposium, puncak perayaan tahun ini juga akan ditandai dengan seremonial di Menara Pandang Siring, acara sepeda santai, serta pemecahan rekor MURI berupa peragaan karate oleh 5.000 atlet secara bersamaan.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Agung DH