tirto.id - Mengajarkan dan mengenalkan anak untuk berpuasa di bulan Ramadhan menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Psikolog klinis anak dan remaja dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia, Andini Sugeng mengatakan mengenalkan anak dengan berpuasa memiliki berbagai tahapan.
Beberapa tahapan tersebut mulai dari siapa saja yang berpuasa, apa yang dilakukan saat puasa, kapan waktunya dan bagaimana cara melakukannya.
"Pertama, anak harus tahu dan pernah mendengar kata puasa itu sendiri. Dia juga akan nanya soal durasi, kalau baru awal dan supaya tidak membuat anak takut pada kata puasa dan menjadi berat, latihannya bertahap," ujar Andini melansir Antara.
Untuk mengajarkan anak yang baru pertama kali memulai puasa, orangtua bisa memberikan penjelasan melalui contoh yang konkrit atau dapat dilihat serta dirasakan anak, bukan berdasarkan telaah yang abstrak.
"Penjelasan yang konkrit itu yang anak-anak bisa rasakan, puasa itu secara manfaat baik untuk kesehatan karena perut butuh istirahat dan nanti ada waktunya makan. Pokoknya yang sifatnya fisik dan kelihatan," kata Andini.
"Kalau yang abstrak itu yang muatan-muatan agama yang butuh dianalisa, itu kan belum dimengerti anak, kayak dosa atau neraka. Nanti mereka akan nanya dosa itu apa, neraka apa. Itu kan mereka belum bisa melihat. Karena tahapan usia anak-anak itu, yang mereka tahunya yang mereka bisa melihat, mendengar, menyentuhnya secara langsung," imbuhnya.
Andini juga mengatakan anak-anak khususnya yang berusia 5-7 tahun sebaiknya tidak memaksa anak berpuasa tanpa memberikan penjelasan. Sedangkan untuk anak yang sudah memiliki syarat wajib berpuasa, orangtua juga harus memberikan penjelasan dan pemahaman yang tidak terkesan menggurui.
"Ada aturannya kapan orang Islam mulai wajib puasa. Tapi kalau usia 5 tahun atau baru masuk SD, orangtua memaksa puasa tanpa memberi penjelasan, itu enggak boleh, caranya jangan begitu harus diberi penjelasan," kata Andini.
Sebagian orangtua mungkin mengalami kesulitan berkomunikasi atau memberi pengetahuan tentang berpuasa. Andini menyarankan untuk membeli buku anak-anak bertema puasa atau meminta bantuan kepada orang terdekat untuk memberikan pengenalan terhadap puasa.
"Intinya si anak pernah mendengar dulu beberapa kata terkait puasa, itu sebenarnya bisa dicari tahu dari buku. Buku-buku untuk anak itu bahasanya sudah disesuaikan dengan yang dapat dipahami oleh anak," ujar Andini.
Bolehkan memberi iming-iming hadiah agar anak mau puasa?
Memberikan iming-iming hadian agar anak bersungguh-sungguh menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh diperbolehkan, asalkan hadiahnya tidak berlebihan.
Andini mengatakan pemberian hadiah merupakan sebuah penyemangat bagi anak untuk menjalankan puasa. Akan tetapi, hadiah tersebut jangan sampai mengalahkan tujuan utama dari berpuasa yakni beribadah.
"Boleh enggak apa-apa karena anak-anak ini kan masih di fase konkrit ya, iming-iming ini kan tujuannya untuk semangat tapi harus hati-hati ketika iming-iming ini menjadi tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh si anak," ujar Andin.
"Misalnya dari usahanya, iming-imingnya terlalu besar dan nanti malah jadi enggak berharga dan enggak berkesan," kata Andini melanjutkan.
Pemberian hadiah karena berhasil melewati masa 30 hari penuh saat Ramadhan adalah hal yang wajar, bahkan kebiasaan ini sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu.
Namun, hadiah ini baiknya disesuaikan dengan kebutuhan sang anak, seperti untuk perlengkapan Lebaran atau persiapan menjelang tahun ajaran baru sekolah.
"Kecil kan kita suka dikasih iming-iming, enggak apa-apa tapi pakai syarat. Misalnya gini, hadiahnya pas Lebaran ya karena dibutuhkan anak itu, entah baju tapi bukan berarti Lebaran harus baju baru," kata Andini.
"Tapi bersamaan juga dengan Lebaran kan mau mendekati tahun ajaran baru, bisa juga disesuaikan dengan itu juga. Yang penting tidak membuat anak pengin puasa karena mau dapat hadiah," imbuh Andini.
Editor: Agung DH