tirto.id - Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh kembang pada anak balita yang dipicu oleh banyak hal, di antaranya karena kurangnya kecukupan gizi anak pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) termasuk yang paling berisiko mengalami stunting.
Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan, umumnya stunting terjadi di 1000 HPK, 20% stunting terjadi sejak saat kelahiran, 20% terjadi pada 6 bulan pertama, 50% terjadi pada 6-24 bulan, 10% terjadi pada tahun ketiga dan 20% stunting yang terjadi sejak saat kelahiran dialami oleh bayi prematur dan BBLR.
“Tahun 2021, berdasarkan Survey Status Gizi Balita Indonesia, angka prevalensi stunting turun menjadi 24,4% artinya hampir 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting. Meskipun terjadi penurunan tapi angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yaitu 14% di tahun 2024 sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan stunting,” kata Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Erna Mulati saat diskusi media Fresenius Kabi – Peran Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada Angka Stunting di Indonesia, Senin (25/7/2022).
Menurutnya, pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan khusus pada bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat krusial, karena kekurangan gizi pada periode tersebut berdampak permanen dan sulit diperbaiki.
Pada kesempatan yang sama, Dokter Anak Konsultan Neonatologi dr. Rinawati Rohsiswatmo menjelaskan, Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
"Dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)," imbuhnya.
Sementara berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, lanjutnya, 35% kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20% kasus stunting di Indonesia disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah.
"Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku. Oleh karena itu penting untuk melakukan skrining perkembangan pada usia 9,18, dan 30 bulan,” jelas Rinawati.
Cara Cegah Stunting pada Bayi Prematur & BBLR
Lebih lanjut Rinawati memaparkan cara mencegah kelahiran prematur dan BBLR, salah satunya dengan mempersiapkan kehamilan yang sehat dengan melakukan pemeriksaan antenatal rutin dan persiapan pra-nikah.
Nutrisi dan kesehatan ibu selama hamil penting untuk mencegah kelahiran prematur.
"Namun jika bayi sudah terlahir prematur, tenaga medis maupun fasilitas kesehatan harus dapat memberikan pertolongan awal dan selanjutnya melakukan perawatan bayi prematur secara baik," terang dia.
Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga sangat penting bagi bayi.
"Jika bayi sudah stunting maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK), makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral," tukasnya
Berikut ini beberapa cara spesifik yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting, antara lain:
- Memberikan tablet tambah darah bagi remaja putri (rematri) 12-17 tahun.
- Pemeriksaan Hb bagi rematri kelas 7 dan 10.
- Pemeriksaan kehamilan sesuai standar menjadi 6x.
- Tablet tambah darah bagi ibu hamil minimal 90 tablet selama kehamilan.
- Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan kurang energi kronis.
- ASI eksklusif.
- Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.
- Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang.
- Tata laksana balita gizi buruk.
- Imunisasi dasar lengkap bagi seluruh balita.
Editor: Iswara N Raditya