tirto.id -
Menurut Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko, kewajiban LHKPN diatur dalam UU Nomor 31/1999 Jo 20/2001 Pemberantasan Tipikor. Bagi Wawan, Dharma nampak tak paham masalah hukum.
"Pernyataan tersebut sangat konyol dan nampak tidak paham aturan/regulasi yang ada," kata Wawan kepada Tirto, Senin (13/8/2019).
Menurut Wawan, panitia seleksi capim KPK harus waspada terhadap munculnya orang seperti Dharma. Sejak saat pendaftaran sampai sekarang, perangai dan pemikiran Dharma harusnya sudah bisa terdeteksi akan melemahkan KPK ke depan dan menggugurkan jenderal bintang dua tersebut.
"Tentunya pernyataan tersebut menganggu upaya kepatuhan para pejabat negara untuk melaporkan LHKPN, secara khusus. Dan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi secara umum," tegasnya lagi.
Dharma sebelumnya mengatakan LHKPN tidak mempunyai relevansi dengan hukum agama sehingga disebut ateis. Menurut dia, rezeki orang tidak seharusnya diatur dengan UU.
"Ngarang aja," kata Dharma.
"Salahnya di mana? (Tidak lapor LHKPN) Tidak relevansi dengan filosofi hukum Tuhan. Yang buat LHKPN awalnya dari mana? KPK. Kenapa? Karena konsepnya konsep yang ateis," lanjutnya di kantor Lemhanas, Kamis (8/8/2019).
Menurut dia, undang-undang terlebih yang mengatur LHKPN hanya membuat orang bersiasat untuk melakukan dosa.
Sebab, kata Dharma, belum tentu semua harta kekayaan dilaporkan melalui LHKPN.
"Aturan ini membuat orang jadi dosa. Coba cari sistem yang lebih bagus lah," kata Dharma lagi.
Dharma menegaskan, sebagai sarana untuk transparansi, LHKPN bisa saja. Namun dia memandang tak perlu ada unsur paksaan.
"Kalau lu mau tangkap, tangkap. Transparansi apa, orang dia belum tentu daftarin semua kok," tegasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Nur Hidayah Perwitasari