tirto.id - Namanya asing di telinga: Burçin Mutlu-Pakdil. Dia adalah seorang perempuan muslim berhijab asal Turki yang berhasil menemukan sebuah galaksi tipe langka yang selama ini tak pernah terdeteksi: PGC 1000714.
Mutlu-Pakdil tumbuh besar di Turki. Ia bersekolah di Beşiktaş Atatürk Anatolian High School, sebelum melanjutkan kuliah di Bilkent University di Ankara pada 2009. Kuliah adalah kemewahan tersendiri bagi Mutlu-Pakdil. Dia adalah generasi pertama di keluarganya yang kuliah, sebagaimana yang dikatakannya saat wawancara bersama Inc. pada 9 April 2018:
Kakek-nenek saya menjalani hidup mereka di kota pertanian kecil. Mereka bahkan tidak memiliki kesempatan untuk belajar membaca atau menulis. Orangtua saya tumbuh di kota-kota tersebut. Karena tekanan ekonomi, mereka diharapkan untuk membantu keluarga mereka. Pada masa tersebut, sebagian besar siswa berada di sekolah dasar sampai usia 18 tahun, karena kebanyakan dari mereka lebih sibuk bertani.
Ayah saya berbeda. Karena dia sangat cerdas sehingga dapat melewatkan beberapa tingkatan di sekolah dasar. Namun, sayangnya, ia terpaksa putus sekolah setelah kelas lima untuk mengurus orang tuanya. Ibu saya juga putus sekolah setelah kelas lima karena saat itu perempuan tidak seharusnya memiliki pendidikan yang lebih tinggi di lingkungannya.
Pengalaman orangtua memotivasi saya untuk mewujudkan impian saya dan keluarga pun selalu memberikan semangat. Saya sangat berjuang keras di tahun-tahun pertama saya, tetapi pada akhirnya saya belajar bagaimana mengatasi transisi sosial dan akademik ini. Saya memiliki prestasi yang baik dan dapat masuk ke perguruan tinggi terbaik di Turki dalam studi fisika dengan beasiswa penuh.
Minoritas Tripel
Ketika Mutlu-Pakdil mengatakan “berjuang keras”, ia tidak sedang mencoba sok heroik. Dengan statusnya sebagai seorang imigran perempuan muslim, ditambah ia juga mengambil studi yang didominasi laki-laki, tak jarang Mutlu-Pakdil mengalami diskriminasi dan diremehkan oleh sivitas akademika yang lain. Katanya:
Sayang sekali, hal ini jadi sesuatu yang sangat umum di kedua negara [Turki dan Amerika]. Tidak peduli apakah itu dalam konferensi sains atau diskusi publik, mansplaining (sebuah sikap seorang laki-laki ketika menjelaskan sesuatu kepada perempuan dengan kesan meremehkan) adalah kejadian umum.
Beberapa orang mencoba menjelaskan suatu penelitian kepada saya, beberapa tidak percaya kredibilitas saya dan mempertanyakan sumber atau data saya, beberapa bahkan tidak membiarkan saya berbicara dan hanya mencari cara untuk berbicara tentang apa yang mereka lakukan.
Anggota fakultas dan pembimbing sangat penting bagi siswa generasi pertama agar mereka dapat menyadari potensi masing-masing. Sayangnya, saya tidak menerima struktur pendukung seperti itu. Hari pertama kuliah, seorang profesor laki-laki mempertanyakan kehadiran saya di kelas dengan mengatakan, ‘Apakah kamu gila? Kamu seorang wanita yang meninggalkan kampung halaman untuk belajar fisika?’. Saya terus mengingat kisah orang tua saya setiap menghadapi tantangan ini dan terus berjuang untuk mengejar impian saya.
Dan Mutlu-Pakdil berhasil melakukannya. Pada 2012, ia mendapatkan gelar magisternya di bidang astrofisika di Texas Tech University, Amerika. Tahun 2017, ia meraih gelar PhD dari University of Minnesota dengan riset berjudul: "Testing Supermassive Black Hole Scaling Relations Using Cosmological Simulations and Optical/Near-IR Imaging Data".
Pada 2017 pula, Mutlu-Pakdil ditunjuk sebagai peneliti post-doktoral di Steward Observatory, University of Arizona, yang bertugas mengamati struktur dan dinamika objek astrofisika, berbagai galaksi dengan ukuran kecil, cincin galaksi, hingga lubang hitam supermasif. Mutlu-Pakdil juga didapuk menjadi ketua Women in Astronomy serta duta dari American Astronomical Society.
Sejak 2018, Mutlu-Pakdil bekerja sama dengan North Carolina Museum of Natural Sciences untuk membuat serangkaian film pendek mengenai sains dan astronomi bagi masyarakat umum. TED—sebuah konferensi global bagi orang-orang inspiratif di seluruh dunia yang diselenggarakan oleh organisasi non profit, Sapling Foundation—mengumumkan Mutlu-Pakdil sebagai salah satu anggota kehormatan dan pada April 2018, ia juga memberi ceramah di acara tersebut.
Galaksi PGC 1000714 berhasil ditemukan Mutlu-Pakdil saat ia tengah menyelesaikan studi doktoralnya pada 2017. Galaksi elips bercincin ganda yang sangat langka tersebut kemudian dinamakan sesuai nama sang inventor: Galaksi Burcin.
Apakah Galaksi PGC 1000714?
Galaksi PGC 1000714 diprediksi sudah berusia lebih dari 5,5 miliar tahun. Benda angkasa yang berjarak 359 juta tahun cahaya dari bumi tersebut tampak terlihat berwarna merah dengan cincin biru pucat yang mengelilinginya.
Semula, galaksi PGC 1000714 diperkirakan masih termasuk ke dalam tipe Hoag atau Hoag’s Object—penamaannya ditakik dari Arthur Allen Hoag yang menemukannya pada 1950. Hoag’s Object adalah contoh pertama jenis galaksi yang dikelilingi cincin melingkar dari sekumpulan bintang tua berwarna biru. Galaksi jenis tersebut sangatlah langka, jumlahnya hanya 0,1 persen dari semua galaksi yang pernah diamati.
Namun, ketika Mutlu-Pakdil dan timnya mempelajari lebih lanjut mengenai galaksi PGC 1000714, mereka mulai menemukan beberapa fakta, salah satunya adalah cincin di bagian dalam berusia lebih tua. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa galaksi tersebut terbentuk terlebih dahulu dan karenanya berbeda dengan galaksi-galaksi lain yang telah diketahui.
"Warna berbeda dari cincin bagian luar dan dalam menunjukkan kalau galaksi ini mengalami dua formasi yang juga berbeda," demikian ucap Mutlu-Pakdil ketika galaksi ini pertama kali ditemukan, sebagaimana dilansir Independent (Rabu/04/01/2017).
Penemuan galaksi PGC 1000714 sangatlah penting. Dengan mempelajari secara komprehensif struktur galaksi tersebut, para ilmuwan tak hanya dapat menentukan usia dan bagaimana sebuah galaksi dapat terbentuk, tapi juga dapat membantu memberi pemahaman baru tentang cara kerja alam semesta.
"Setiap kali kita menemukan objek yang unik atau aneh untuk dipelajari, maka hal tersebut tentunya akan menantang teori dan asumsi yang ada saat ini tentang bagaimana alam semesta bekerja. Kita masih harus banyak belajar,” ujar Patrick Treuthardt, salah satu rekan periset Mutlu-Pakdil di tim yang diketuainya.
Terlepas dari bagaimana hasil riset lanjutan tim Mutlu-Pakdil, ia telah berhasil meneruskan jejak para perempuan muslim progresif lainnya seperti Mona Haydar, rapper sekaligus aktivis keturunan Suriah-Amerika yang membuat lagu “Hijabi”, Ibtihaj Muhammad, atlet (anggar) perempuan berhijab pertama asal Amerika yang mengikuti dan berhasil meraih medali di Olimpiade (2016), hingga Zahra Lari, atlet ice skating berhijab pertama asal UEA yang baru berusia 23 tahun.
Pada mereka, kombinasi prestasi dan hijab—yang menjadi pengejawantahan keimanan dan ketaatan itu—turut menjadi perlambang sikap progresif.
Editor: Maulida Sri Handayani