Menuju konten utama

Bukit Asam Klaim Tak Terdampak Kenaikan Pajak Batu Bara Filipina

Kenaikan pajak batu bara Filipina sebesar 400 persen tak membawa dampak serius bagi PT Bukit Asam.

Bukit Asam Klaim Tak Terdampak Kenaikan Pajak Batu Bara Filipina
(Ilustrasi) Suasana bongkar muat batu bara di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, Lampung, Senin (10/4/2017). ANTARA FOTO/Ardiansyah.

tirto.id - PT Bukit Asam (Persero) Tbk mengklaim tidak menerima dampak signifikan dari kenaikan pajak batu bara Filipina sebesar 400 persen.

Corporate Secretary (Corsec) PT Bukit Asam, Suherman mengatakan perusahaannya tidak menerima dampak negatif dari kenaikan itu sebab mengekspor batu bara dengan skema Free On Board (FOB). Dengan skema FOB, pihak eksportir hanya memiliki kewajiban untuk membayar biaya pengiriman barang sampai pada pelabuhan terdekat dari gudangnya. Saat barang sudah berada di atas kapal, biayanya ditanggung oleh importir.

“PTBA menjual dengan syarat FOB basis, jadi tidak terpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan pajak di negara lain,” ujar Suherman kepada Tirto pada Kamis (14/12/2017).

Suherman menambahkan pajak tersebut juga tidak mempengaruhi keuangan korporasi selama permintaan pasar Filipina tetap tidak menurun. Saat ini, ia juga mencatat pasar Filipina masih mengalami penetrasi pasar. Sedangkan negara tujuan ekspor besar dari Bukit Asam adalah Jepang dan Taiwan.

“PTBA hanya kirim sekitar 2-3 vessel setiap tahunnya atau 150-200 ribu ton saja (ke Filipina). Januari tahun depan kita siap kirim 60.000 ton ke Filipina,” kata Suherman.

Sedangkan berdasar catatan Centre for Energy Research Asia (CERA), saat ini sekitar 70 persen batu bara Filipina diimpor dari Indonesia. Filipina tercatat di Statistik Kinerja Ekspor Kementerian Perdagangan 2016 sebagai negara terbesar ke 7 untuk tujuan ekspor batubara Indonesia dengan volume sekitar 16,6 juta ton dan nilai transaksi (FOB) mencapai 796 juta dolar AS.

Associate Centre for Energy Research Asia (CERA) Agung Budiono mengapresiasi langkah Pemerintah Filipina sebab menunjukan kemauan politik yang kuat untuk mengurangi penggunaan energi batu baru sebagai energi fosil, secara bertahap.

Di sisi lain, Analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Sara-Jane Ahmed menilai Filipina masih mengejar target pengembangan kapasitas pembangkitan listrik dari tenaga batubara sebanyak 10 ribu megawatt yang membutuhkan nilai investasi sebanyak 21 miliar dolar AS.

Ia mengungkapkan ketergantungan Filipina pada batu bara akan membahayakan perekonomian negara itu. Saat ini harga batubara sudah meningkat hampir dua kali lipat dari harganya tahun mencapai hampir US$100.

“Dengan adanya pajak batubara ini, akan terdapat peningkatan harga beli batu bara dan ini akan berdampak pada biaya pembangkitan listrik dari tenaga batu bara,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait BATU BARA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Bisnis
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom