tirto.id - Nama Budhi Sarwono kini ramai diperbincangkan publik. Bukan karena posisinya yang menjabat sebagai Bupati Banjarnegara, tapi ia jadi tenar karena kegerahannya terhadap karut marut persepakbolaan Indonesia.
Budhi mengaku dirinya menjadi korban dari praktik pengaturan skor dalam persepakbolaan Indonesia. Persibara Banjarnegara, klub yang dikelolanya kerap dipalak Asosiasi Provinsi (Asprov) Jawa Tengah yang dipimpin Johar Lin Eng. Ia pun memilih mundur dari jabatannya sebagai Ketua Asosiasi Kabupaten Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Banjarnegara.
Dalam acara Mata Najwa episode 'PSSI Bisa Apa? Jilid 2' yang ditayangkan Rabu (19/12/2018) malam, Budhi mengaku dalam kurun waktu enam bulan, ia sudah mengeluarkan duit mencapai Rp 1,3 miliar. Katanya, dengan membayar uang, Persibara Banjarnegara bisa naik kasta ke Liga 2.
Awalnya, Budhi mempercayakan urusan manajemen Persibara Banjarnegara kepada putrinya, Lasmi Indaryani karena kesibukannya sebagai Bupati.
"Mulai dilantik, mulai Lasmi berhubungan dengan ketua Asprov (PSSI Jawa Tengah) Johar Lin Eng. Mulai kita berlatih, mulai ditawarin pemain sepakbola, pelatih, sampai berlaga. Alhamdulilah menang. Anak saya meminta uang, untuk kemenangan minta duit Rp 100 juta," ujar Budhi.
"Total keluar duit Rp 1,3 miliar dalam enam bulan," imbuhnya.
Duduk mendampingi ayahnya dalam acara yang sama, Manajer Persibara Banjarnegara, Lasmi Indaryani menjelaskan secara detail bagaimana Johar mengenalkannya dengan mafia pengaturan skor, Mr P.
Ia pun bercerita sudah banyak uang yang dikeluarkannya, namun hasil yang didapat timnya tak pernah sesuai harapan.
Dalam suatu pertandingan, kata Lasmi, saat itu timnya melawan PSIP Pemalang. Ia mengeluh kepada Johar bahwa timnya merasa dicurangi, padahal mereka bermain di kandang sendiri. Namun, Johar malah mengenalkan Lasmi dengan Mr. P, seseorang yang dianggapnya sebagai mafia.
"Pak Johar mengenalkan saya pada mafianya ini, Mr P. Dikenalkan, kalau saya dicurangi wasit, ibaratnya salah jalur. Kalau sepakbolanya mau maju ya sama bapak ini. Silahkanlah kontak-kontak dengan Mr P ini," cerita Lasmi.
Ternyata, perkenalannya dengan Mr. P tak membuat timnya meraih kejayaan. Ia mengaku ditawari juara Piala Suratin, namun akhirnya kalah juga dan tetap harus membayar Rp 150 juta.
"Di Porprov (Pekan Olahraga Provinsi) juga dijanjikan juara dengan bayaran Rp 100 juta untuk sepakbola, dan Rp 75 juta untuk futsal," katanya.
Lelah mengikuti praktik pengaturan skor karena tak mendapatkan hasil yang diharapkan, Budhi dan Lasmi berharap penuh kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan untuk bisa memberantas mafia sepakbola Indonesia.
Saking kesalnya, mereka juga kini tak percaya lagi dengan PSSI, tapi masih menaruh kepercayaan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi untuk membereskan masalah ini.
"Saya mohon Pak Kapolri, karena butuh keberanian sangat luar biasa untuk kami datang ke sini. Saya mohon untuk Pak Kapolri dan Menpora [Imam Nahrawi] agar tindakan ini diberantas," harap Lasmi.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno