Menuju konten utama

Brett Kavanaugh, Penjahat Kelamin Kambuhan di Kursi Hakim Agung AS

Brett Kavanaugh akhirnya ditunjuk sebagai hakim Mahkamah Agung AS.

Brett Kavanaugh, Penjahat Kelamin Kambuhan di Kursi Hakim Agung AS
Brett Kavanaugh, kandidat Hakim Agung pemerintahan Donald Trump, dalam rapat dengar pendapat dengan Senat di Capitol Hill, Washington (6/9/18). AP Photo/Jacquelyn Martin

tirto.id - Selesai sudah drama yang melibatkan kandidat Hakim Mahkamah Agung (MA) AS, Brett Kavanaugh. Sabtu (6/10), mengutip The Guardian, Senat AS resmi memberikan lampu hijau bagi Kavanaugh untuk duduk di jabatan barunya. Kemenangan Kavanaugh tak bisa dipisahkan dari peran dua senator Republikan, Susan Collins dan Jeff Flake, yang memberikan suara persetujuan untuknya di menit-menit akhir proses voting.

Presiden Donald Trump menyambut keputusan Senat sebagai “kemenangan luar biasa” bagi kelompok konservatif. Rencananya, Trump akan melantik Kavanaugh pada Senin (8/10) waktu setempat. Keesokan harinya, Kavanaugh diharapkan sudah bisa melaksanakan kerja-kerjanya di pengadilan MA.

Drama pemilihan Kavanaugh telah berlangsung selama berbulan-bulan, sejak Trump menunjuknya untuk menggantikan Hakim Anthony Kennedy pada 9 Juli silam. Tak lama usai ditunjuk, kontroversi pun muncul: Kavanaugh diduga kuat melakukan pelecehan seksual terhadap Christine Blasey Ford, profesor psikologi di Palo Alto University, pada awal 1980-an. Kavanaugh, catat Ford, dianggap “melakukan pemerkosaan.”

Upaya Memakzulkan Clinton dan Menolak Aborsi

Kavanaugh lahir dan tumbuh di Washington. Ayahnya, Edward, adalah presiden asosiasi kosmetik dan peralatan mandi. Sedangkan ibunya, Martha, adalah mantan jaksa di Montgomery County. Kavanaugh dididik di sekolah dan kampus elit, mulai dari SMA Georgetown hingga jurusan hukum di Yale.

Menurut BBC, Kavanaugh memulai karier politiknya sebagai asisten Kenneth Starr, penyelidik independen yang mengusut kasus perselingkuhan Bill Clinton pada 1990-an. Ia membantu menulis laporan yang mendorong rencana pemakzulan Clinton.

Sejak itu kariernya perlahan naik. Ia pernah menjadi pengacara dan penasihat Gedung Putih era kepemimpinan George W. Bush. Kemudian, mulai 2006, Kavanaugh bekerja di Pengadilan Banding AS untuk Distrik Columbia yang dianggap “kosmopolit” karena banyak menangani kasus-kasus besar.

Kavanaugh dikenal dengan pandangan politiknya yang konservatif. Salah satu gagasannya adalah soal hakim yang menurutnya, “harus menafsirkan undang-undang sama seperti dengan yang tertulis,” alias harafiah. Tidak ada ruang untuk membikin tafsiran yang baru, begitu kira-kira yang ada dalam pikirannya.

Tak heran apabila Kavanaugh sangat vokal menolak aborsi bagi anak imigran gelap, mendukung legalitas senjata api, hingga meyakini bahwa presiden harus dilindungi dari upaya penyelidikan hukum dan gugatan secara perdata selama yang bersangkutan masih menjabat.

Diterjang Tiga Peluru Sekaligus

Penunjukan Kavanaugh sebagai salah satu hakim MA Amerika mengalami proses yang berliku. Pasalnya, ia langsung dihajar tuduhan pelecehan seksual usai dipilih Trump untuk mengisi kekosongan kursi hakim MA. Hal tersebut membuat mekanisme pemilihan hakim sempat tersendat karena FBI menghendaki Kavanaugh diselidiki—meski awalnya ditentang gerombolan Republikan.

Total, terdapat tiga perempuan yang menyatakan bahwa Kavanaugh telah melakukan pelecehan seksual. Selain Ford, tercatat ada Deborah Ramirez dan Julie Swetnick.

Kasus pertama, yang dialami Ford, terjadi pada musim panas 1982. Menurut pengakuan Ford, kejadiannya berlangsung di tengah pesta SMA. Usia Ford masih 15 tahun, sementara Kavanaugh 17. Menurut keterangannya, Kavanaugh “memojokkannya ke tempat tidur, meraba-raba tubuhnya, serta mencoba melepas bajunya.”

Ford menambahkan, selama ia dilecehkan secara seksual, Kavanaugh dan satu temannya, Mark Judge, "hanya tertawa." Pada 14 September, kasus Ford dibuka secara umum setelah ia bersedia melakukan wawancara denganThe Washington Post.

Banyak yang menganggap Ford cuma cari sensasi mengingat kasus yang ia utarakan sudah lama terjadi. Namun, anggapan itu mentah setelah hasil tes poligraf menyimpulkan bahwa ceritanya “tidak dibuat-buat.”

Kasus Deborah Ramirez terjadi pada kurun waktu 1983-1984. Waktu itu, Ramirez dan Kavanaugh adalah teman satu kampus di Yale. Kejadian berlangsung ketika keduanya mengikuti jamuan pesta tahun pertama mahasiswa baru. Dalam satu kesempatan, Kavanaugh, terang Ramirez, “memaksa menyentuh tubuhnya.” Cerita Ramirez kemudian terekspos berkat laporan The New Yorker pada 23 September 2018.

Sedangkan kasus terakhir, yang melibatkan Julie Swetnick, terjadi pada awal 1980. Swetnick adalah teman satu sekolah Kavanaugh di Georgetown Preparatory School. Menurut pengakuannya, Kavanaugh dan kawanannya punya tradisi melecehkan perempuan secara bergiliran. Swetnick adalah salah satu korbannya.

Namun, Swetnick juga memberi keterangan bahwa dirinya “tidak terlalu yakin apakah Kavanaugh turut melakukan pelecehan seksual” kepadanya atau tidak. Yang jelas, katanya, Kavanaugh ada dalam rombongan itu.

Mendengar tiga tuduhan yang dialamatkan padanya, Kavanaugh menolak semua pernyataan korban dalam audiensi dengar pendapat bersama Senat (27 September 2018). Di hadapan Komite Kehakiman Senat dan Jaksa Rachel Mitchell, secara berapi-api, Kavanaugh menyebutkan bahwa tuduhan mereka sungguh “konyol” dan penuh “lelucon.”

Infografik Bret Kavanaugh

Bandul Bergerak ke Kanan?

Mahkamah Agung Amerika merupakan lembaga negara yang punya fungsi menyelesaikan perselisihan antara negara bagian dan pemerintah federal serta memutus perkara yang berkaitan dengan isu-isu semacam aborsi, hukuman mati, hak pemilih, hingga kebijakan imigrasi. Hakim MA ditunjuk presiden untuk masa jabatan seumur hidup.

Masuknya Kavanaugh ke Mahkamah Agung membuat AS berpotensi bergerak ke kanan—semakin konservatif. Vox mencatat, komposisi Hakim Agung saat ini berubah menjadi 6 (untuk konservatif) banding 3 (untuk liberal). Bandul akan semakin ke kanan apabila dua hakim yang dipandang liberal, Stephen Breyer (79) dan Ruth Bader Ginsburg (85), pensiun dan digantikan kandidat pilihan Trump—yang tentu saja dari kelompok kanan.

Indikator lain yang patut diperhatikan ialah tidak ada lagi hakim yang berperan sebagai “penengah” layaknya Anthony Kennedy yang pensiun tahun ini. Selama beberapa dekade, Kennedy dianggap berhasil menjalankan peran tersebut. Dengan pensiunnya Kennedy, praktis tugas sebagai “penengah” diambil oleh John Roberts—yang lagi-lagi konservatif.

Andrew Gawthorpe, pengajar studi sejarah dan hubungan internasional di Universitas Leiden, dalam tulisannya berjudul “The Cost of Kavanaugh's Victory? The Legitimacy of the US Supreme Court” yang terbit di The Guardian mengungkapkan dua kemungkinan terburuk bisa saja terjadi usai masuknya Cavanaugh ke dalam jajaran hakim MA.

Pertama, kerja-kerja MA berpotensi tidak lagi independen—partisan—dan hanya berfungsi sebagai pelindung kepentingan presiden atau sekutu politik lainnya. Dengan jajaran hakim yang mayoritas berhaluan konservatif, MA diprediksi mengeluarkan keputusan yang berat sebelah, dalam artian memihak kebijakan-kebijakan yang dibuat presiden (Trump).

Kedua, masuknya Kavanaugh bakal menambah besar potensi keluarnya ketetapan hukum yang pro-kelompok konservatif, seperti larangan aborsi hingga pengendalian arus imigran yang masuk ke tanah Paman Sam.

Trump bisa dipastikan tersenyum lebar menyaksikan kerja-kerja Kavanaugh kelak.

Baca juga artikel terkait PEMERINTAHAN DONALD TRUMP atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Politik
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf