tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kinerja pemerintah dalam mengatur keuangan negara pada 2016 lalu membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Menurut Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, perbaikan tersebut dapat tercermin dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016 yang diserahkan pemerintah kepada BPK pada 29 Maret 2017 lalu.
“Sebelumnya, mulai dari 2004-2015 selalu terjadi suspend. Adapun suspend itu merupakan selisih antara catatan belanja negara di bendahara umum dengan total belanja di kementerian-kementerian lembaga. Untuk tahun 2016, semua material sudah terpenuhi, bahkan temuan-temuan di 2015 yang dikualifikasi sebagai Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sudah diselesaikan pemerintah,” ujar Moermahadi saat jumpa pers di kantornya, Senin (22/5/2017).
Untuk mengaudit laporan pertanggungjawaban tersebut, BPK sebetulnya memiliki waktu selama 2 bulan. Namun seperti kembali dikatakan Moermahadi, pihaknya telah dapat menyelesaikan segala rangkaian proses audit dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan, sehingga pada Jumat (19/5) lalu BPK sudah bisa melaporkan hasil temuannya kepada DPR RI.
Lebih lanjut, Moermahadi mengklaim pihaknya telah melakukan upaya maksimal selama proses audit berlangsung. “Yang dilakukan, koordinator tim di masing-masing (fokus) mengadakan koordinasi. Ada monitoring setiap minggunya, sehingga bisa kelihatan masalahnya ada di mana. Itu dilakukan sampai akhirnya tahap finalisasi,” ungkap Moermahadi.
“Dalam menentukan opininya pun kami ada sidang badan, karena untuk memutuskan opini, harus dibangun dari pendapat tim,” tambah Moermahadi.
Tak hanya itu, Moermahadi pun sempat menjelaskan gambaran besar proses audit yang telah dilakukan oleh BPK.
“Kami menggunakan (metodologi) risk based audit. Jadi kita nggak periksa semuanya, karena kalau periksa semuanya bisa lebih lama (durasinya). Pendekatannya lebih ke resiko-resiko yang paling tinggi, dilihat juga dari jumlah aset dan pendapatan. Kalau di kementerian, kami lihat juga hasil pemeriksaan yang lalu, lalu menguji lagi dengan sampling yang diambil. Kalau internal control lemah, sampling-nya makin banyak,” jelas Moermahadi.
Masih dalam kesempatan yang sama, Auditor Utama II BPK Bahtiar Arif sempat menyatakan setidaknya ada 74 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) yang berstatuskan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 8 LKKL dengan status Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 6 LKKL yang Tidak Menyatakan Pendapat.
“Tahun 2015, LKKL yang WTP 65 persen. 2016, ada 84 persen yang WTP. Di samping itu, pendapatan asetnya sudah di atas 90 persen (di 2016),” ujar Bahtiar.
Selain itu, meski tidak menjelaskannya secara detail namun Bahtiar juga mengungkapkan setidaknya ada 14 kementerian yang menunjukkan perkembangan secara signifikan dalam mengelola keuangan.
Adapun saat disinggung perihal faktor-faktor yang mempengaruhi perbaikan kinerja, Moermahadi mengatakan peranan Kementerian Keuangan dalam setahun kemarin sudah lebih besar dan lebih mendalam. “Pemerintah juga sudah membuat single database dan rekonsiliasi, sehingga tidak terjadi selisih. Itu harus dipantau,” kata Moermahadi lagi.
Sebelumnya, BPK telah mengeluarkan opini WTP pada LKPP 2016 secara umum. Diperolehnya status WTP tersebut merupakan yang pertama kalinya sejak audit pertama kali dilakukan setiap tahunnya pada 2004 silam. Tahun lalu saja, LKPP mengalami suspend sebesar Rp 71,9 miliar. “Saat itu kami menyampaikan, kalau terus ada suspend, sampai kapanpun nggak akan bisa WTP,” ungkap Moermahadi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH