Menuju konten utama

BPI: Kesuksesan AADC2 Bisa Perjuangkan "Screen Quota"

Kesuksesan AADC2 bisa picu pembahasan “screen quota” atau penjatahan waktu tayang di bioskop untuk film Indonesia.

BPI:  Kesuksesan AADC2 Bisa Perjuangkan
undefined

tirto.id - Keberhasilan film fenomenal “Ada Apa Dengan Cinta 2” menembus 1 juta penonton hanya dalam empat hari pemutaran sejak 28 April 2016 mengundang pujian dari Badan Perfilman Indonesia (BPI). Kesuksesan ini disebut-sebut dapat menjadi momentum untuk memperjuangkan “screen quota” atau penjatahan waktu tayang di bioskop untuk film Indonesia.

"Kita semua bergembira, kita semua bangga dengan hasil AADC. Hal itu harusnya tidak hanya bisa didapat AADC-2. Mestinya film-film yang digarap dengan proper dan dipromosikan dengan baik, juga bisa diminati penonton," kata Kepala Badan Perfilman Indonesia (BPI) Kemala Atmojo di Jakarta, Selasa, (03/05/2016).

Film produksi Miles Films tersebut bahkan mampu bersaing ketat dengan film Hollywood “Captain America: The Civil Wars”. Bahkan, di beberapa bioskop, AADC2 mampu melampaui jumlah penonton film Hollywood itu.

Kemala Atmojo mengungkapkan, fenomena ini bisa mendorong pembahasan kembali “screen quota” sebesar 60 persen untuk film nasional dan 40 persen untuk film impor.

"Ekosistem [film Indonesia] harus dijaga agar semua pihak mendapatkan porsi dan keadilannya. Barangkali harus dicarikan cara lain agar masalah ini bisa diterima semua pihak," ujarnya.

Di sisi lain, sutradara Garin Nugroho mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan film-film laris yang mampu meraih lebih dari satu juta penonton seperti AADC 2. Film-film semacam itu, menurutnya, akan berguna dalam memecahkan krisis penonton yang saat ini tengah dialami perfilman nasional.

"Bagus sekali dan semoga hal itu menjadi konsistensi. Karena dalam satu periode, Indonesia membutuhkan sekitar 5-10 film box office," kata sutradara “langganan” berbagai penghargaan internasional itu. (ANT)

Baca juga artikel terkait FILM

tirto.id - Film
Sumber: Antara
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra